سُبْحَانَ اللهِ , اَلْحَمْدُ لِلهِ , اَللهُ أَكْبَرُ “Maha Suci Allah, Segala puji hanya milik Allah, Allah Mahabesar.” Bacaan tasbih, tahmid dan takbir tersebut bisa…
Kenali Tanda dan Gejala Autisme Semenjak Dini
Kenali Tanda dan Gejala Autisme Semenjak Dini
Oleh, Abu Yasir, S.Psi.
“Anak saya 18 bulan. Karena aktif, ia saya masukkan ke playgroup. Yang jadi kekhawatiran saya, ia tidak bisa berkonsentrasi untuk mengikuti permainan ataupun bermain bersama teman-temannya. Anak saya hanya tertarik dengan mobil-mobilan dan memutar-mutar setirnya. Di rumah juga ada sepeda tapi jarang dinaikinya, malahan dibalik kemudian diputar-putar rodanya, anak saya juga suka berputar-putar, mengepak-ngepakkan tangannya, jika melihat iklan di TV sulit sekali dipanggil, belum bisa bicara, senang mencium-cium kaki orang lain atau menggigit jempol kaki orang lain, tidak kreatif, mendekatkan mata ke TV, sering menjatuhkan atau membanting apa saja. Bila bermain, mainannya diacak-acak dan senang menarik tangan orang lain untuk melakukan apa yang diinginkan. Apakah anak saya terindikasi autis?”
Itulah isi satu surat yang ditujukan kepada sebuah lembaga yang menangani anak-anak penderita autisme. Tanggapan dan jawaban dari surat itu menunjukkan bahwa semua tanda atau gejala tadi memang ciri-ciri dari autisme.
Memang tidak banyak orang tua yang mampu mengenali penyakit autis. Kebanyakan orang tua sering salah memperlakukan anak-anak penderita autis ini, karena umumnya anak-anak penderita autis selalu menunjukkan perilaku yang “menyimpang” sehingga sebagian orang tua beranggapan si anak aneh dan sulit diatur.
Autisme diidap 1 dari 500 anak sampai 1 dari 1000 anak. Sampai saat ini besarnya insiden autisme belum diketahui dengan pasti, tetapi semua penelitian sepakat bahwa insiden tersebut meningkat karena penyebab autis yang belum diketahui.
Direktur Bina Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan memperkirakan terdapat 112.000 anak di Indonesia menderita penyakit autisme, pada rentang usia sekitar 5-19 tahun. Bila diasumsikan dengan keumuman autisme 1,68 per 1000 untuk anak di bawah 15 tahun, di mana jumlah anak usia 5-19 tahun di Indonesia mencapai 66.000.805 jiwa berdasarkan data BPS tahun 2010. Maka diperkirakan terdapat lebih dari 112.000 anak menderita penyakit autisme pada rentang usia 5-19 tahun.
KENALI AUTISME
Autisme merupakan gangguan perkembangan kompleks, di mana gejalanya akan mulai terlihat sebelum usia 3 tahun. Autisme akan mempengaruhi interaksi sosial, komunikasi verbal dan nonverbal, serta gangguan perilaku pada anak. Anak dengan autisme memiliki masalah dalam mempergunakan bahasa, membentuk hubungan dan salah dalam menggambarkan keadaan lingkungan sekitarnya.
Gejala autisme ini bermacam-macam dan berbeda tiap individu. Penderita autisme memiliki kesulitan berkomunikasi dan memahami perkataan serta perasaan orang lain sehingga sebagian besar gejala autis adalah keterlambatan bicara, ketidakpedulian anak terhadap lingkungan dan orang di sekitarnya. Anak seolah hidup dalam dunianya sendiri sehingga tidak bisa bersosialisasi dengan orang lain atau teman sebayanya.
Tapi secara umum gejala yang dapat kita lihat pada anak autis, seperti dikutip dari WebMD, Jumat (1/3/2013):
o Sulit berkomunikasi secara lisan, termasuk masalah penggunaan dan pemahaman bahasa.
o Tidak mampu bercakap-cakap dengan orang lain bahkan ketika anak sudah mampu untuk berbicara.
o Sulit menggunakan bahasa tubuh, seperti gerak tubuh dan ekspresi wajah.
o Sulit untuk bersosialisasi, termasuk berhubungan dengan orang lain maupun lingkungannya.
o Sulit memiliki teman dan lebih memilih bermain sendiri.
o Sulit menyesuaikan diri dengan perubahan rutinitas dan lingkungan sekitar.
o Melakukan gerakan tubuh secara berulang atau pola perilaku yang sama, seperti mengepakkan tangan, berputar dan membenturkan kepala.
o Asyik sendiri dengan benda-benda yang tidak biasa atau bagian yang tidak biasa dari benda tersebut.
Seperti dikutip dari Disabledworld, Selasa (16/2/2010), berikut ini beberapa gejala autis yang bisa orang tua deteksi mulai dari bayi hingga tahun kelima pertumbuhan anak:
Baru lahir
Sejak bayi, anak autis biasanya tidak bisa merespon kehadiran orang tuanya. Ia tidak akan tertarik untuk melakukan kontak mata dan cenderung tertarik dengan objek yang bergerak. Bayi autis juga lebih banyak diam dan tidak menangis selama berjam-jam.
Tahun Pertama
Ada sejumlah kemampuan utama yang umumnya dicapai anak-anak dalam usia setahun, antara lain berdiri dengan bantuan orang tua, merangkak, mengucapkan sebuah kata sederhana, menggerakkan tangan, tepuk tangan atau gerak sederhana lainnya. Jika anak tidak dapat melakukan kemampuan ini, tidak berarti itu gejala autisme. Ia dapat saja mencapai kemampuan itu nanti. Namun tak ada salahnya untuk waspada dan segera periksakan jika anak tak mencapai satu pun kemampuan umum di atas.
Tahun Kedua
Gejala autisme terlihat lebih jelas jika anak tidak tertarik pada ibunya atau orang lain, jarang menatap atau tidak terjadi kontak mata, tidak menunjuk atau melihat pada objek yang diinginkan, tak dapat mengucapkan dua patah kata, kehilangan kata-kata yang sebelumnya ia kuasai, mengulang-ulang gerakan seperti menggoyangkan tangan atau mengayunkan tubuh ke depan-belakang, tidak suka bermain, sering berjalan berjinjit.
Tahun Ketiga-Kelima
Gejala autisme setelah tahun kedua, semua yang terjadi pada tahun sebelumnya di atas dengan tambahan terobsesi oleh suatu objek tertentu, seperti mainan atau game, sangat tertarik dengan suatu rutinitas, susunan atau keteraturan benda, sangat marah jika keteraturan atau susunan benda terganggu, sensitif terhadap suara keras yang sebenarnya tidak mengganggu anak lainnya dan sensitif terhadap sentuhan orang lain, seperti tidak suka dipeluk.
PENYEBAB
Penyebab autisme sampai saat ini tidak diketahui secara pasti, tapi penelitian telah menemukan beberapa faktor. Salah satunya faktor genetik (keturunan). Ada kemungkinan kerentanan seorang anak terkena autis berasal dari gen orang tua. Selain itu, faktor lingkungan juga diperkirakan berperan sebagai penyebab autis.
Salah satu kontroversi terbesar adalah mengenai hubungan antara autis dan vaksin tertentu pada anak, khususnya campak-gondok-campak Jerman (MMR). Dari penelitian yang dilakukan secara luas, tidak ada hasil yang dapat dipercaya antara autis dengan vaksin MMR.
Karena itu, tidak perlu menghindari vaksin pada anak karena nantinya dapat membahayakan serta terjangkit penyakit serius, seperti batuk rejan (pertusis), campak atau gondok.
Deteksi dini sangat penting karena jika kita dapat mendeteksi autisme lebih awal serta diberikan terapi yang tepat dan intensif, kita akan membantu anak tumbuh optimal. Adapun cara deteksi dini yang mudah adalah dengan mengamati perilaku anak sehari-hari. American Academy of Pediatrics menyarankan teknik Rapid Attention Back dan Forth Communication Test atau dikenal dengan Rapid ABC. Yaitu cara mendeteksi dini dengan memberikan kegiatan sederhana pada anak yang melibatkannya secara aktif. Sehingga dapat menunjukkan keterlibatan dan komunikasi anak. Gerakan berulang dan kurangnya kontak mata bisa menjadi tanda dan gejala awal di mana kita harus berkonsultasi pada ahli yang berkecimpung di bidang autisme.
Selain itu, cara lain mendeteksi dini adalah perhatian orang tua terhadap anaknya dengan menjawab pertanyaan di bawah ini:
o Apakah anak memiliki rasa tertarik pada anak-anak lain?
Ajaklah anak bermain ke luar rumah. Bila ada anak lain yang ikut bermain dengan anak kita, lihatlah, apakah anak kita memiliki rasa tertarik dengan anak tersebut.
o Apakah anak pernah menggunakan telunjuk untuk menunjukkan rasa tertariknya pada sesuatu? Lihatlah ketika anak bereaksi terhadap sesuatu yang dilihat olehnya, apakah ia menunjuk sesuatu dengan jari telunjuk atau tidak.
o Apakah anak menatap mata kita lebih dari 1 atau 2 detik?
o Apakah anak meniru kita? Misalnya, bila kita membuat raut wajah tertentu, apakah anak kita menirunya?
o Apakah anak memberi reaksi bila namanya dipanggil?
o Bila anak menunjuk pada sebuah mainan di sisi lain ruangan, apakah ia melihat mainan tersebut?
o Apakah anak pernah bermain ‘sandiwara’? Misalnya anak berpura-pura bicara di telepon atau menyuapi boneka (jika anak perempuan).
Jika orang tua menjawab minimal 2 dari pertanyaan itu dengan TIDAK, maka anak berpeluang menderita penyakit autisme. Diagnosis dini pada anak autis sangat menentukan masa depannya. Untuk membantu menstimulasi perkembangan anak, orang tua bisa melakukan hal-hal lain di rumah seperti:
(1) Memberikan stimulasi dua arah.
(2) Selalu berbicara dengan anak.
(3) Berikan dorongan pada anak agar anak mau bertanya.
(4) Dengarkan anak dan ajak bermain.
(5) Bacakan cerita menjelang mau tidur.
(6) Setiap mengajarkan kata, tunjukkan bendanya.
(7) Rencanakan berjalan- jalan.
Ada 3 tahapan terapi yang harus dilakukan oleh orang tua.
o Terapi Perilaku
Sebelum memberikan jenis terapi lain, pastikan kita memberikan terapi perilaku pada anak, karena perilaku sangat penting untuk anak penyandang autisme. Terapi perilaku berfokus pada penanganan yang bersumber pada respon anak ketika kita memberikan instruksi kepadanya. Dalam terapi perilaku ini tidak ada yang salah dan benar. Jika respon negatif, jangan pernah marahi anak.
o Terapi Okupasi
Setelah kita selesai memberikan terapi perilaku, berikanlah anak terapi okupasi. Terapi okupasi berkaitan dengan saraf motorik. Dalam kasus ini, kemampuan motorik sangat diperlukan anak-anak penyandang autisme, agar mereka belajar mandiri.
o Terapi wicara
Bagi anak-anak autis, masalah terbesar yang dihadapi adalah cara berkomunikasi. Setelah seorang anak mengikuti terapi perilaku dan okupasi, berikan dia terapi wicara.
Jika memang hasil akhir diagnosa autis, jangan lekas merasa bersalah dengan menyalahkan diri kita. Sebaliknya, usahakan tetap memberikan kasih sayang layaknya pada anak normal. Anak autis hanyalah anak yang punya kondisi “khusus” yang sedikit berbeda dengan anak lainnya. Sadari pula bahwa anak autis adalah anak spesial, karena memiliki kemampuan yang berbeda dengan anak umumnya. Karena itu penanganannya pun harus spesial. Konsultasikan secara rutin dengan pakar autisme, sehingga secepat mungkin ditangani. Dan yang paling penting sebagai orang tua, selalu berikan perhatian tulus kepada anak kita bagaimanapun kondisinya.
Jadi, ketika suatu hari orang tua menyadari bahwa sampai usia 3 tahun anak tetap tidak merespon atau tidak bersikap interaktif seperti anak-anak lainnya, orang tua patut curiga ‘mungkinkah anak saya autis?’.
Refferensi:
- Dr.dr. Adnil Nurdin, Sp.KJ. 2011. Tumbuh Kembang Perilaku Manusia. EGC. Jakarta
- Soemarmo Markam. 2009. Dasar-Dasar Neuropsikologi Klinis. Sagung Seto
- Liputan6.com/Segalanya harus ekstra untuk anak autis
- http://www.parenting.co.id/deteksi dini anak autisme
- viva.co.id//cara mendidik anak autis
- http://www.autisme.or.id/ Perilaku Tertentu pada Bayi Bisa Merupakan Ciri Awal dari Autisme.
- Dan sumber lainnya.