Shuhaib Ar-Rumi

SHUHAIB AR-RUMI Radhiallahu ‘anhu

Ahlussunnah wal jamaah ahli mengamalkan sunnah dan berjamaah di atas kebenaran, memuliakan sahabat Nabi Subhanahu wa Ta’ala. Adapun Syi’ah pecinta Ali bin Abi Thalib, namun hanya ucapan belaka, sesungguhnya mereka musuh Ali dan Ali berlepas diri dari mereka. Syi’ah (pengikut Ali) akan tetapi kenyataannya adalah Rafidhah (penolak) karena menolak Zaid bin Ali bin Husain yang wala’ (loyal) kepada Abu Bakar dan Umar hingga akhirnya menolak Islam.

Syaikh Muhamad bin Shalih al-‘Utsaimin mengatakan, “Pada hakikatnya Ahlussunnah yang berhak sebagai Syi’ah (pengikut) Ali, dan siapa saja yang beriman dari ahli bait, sebab mukmin adalah wali bagi mukmin yang lain. Firman Allah:

Dan mukminin serta mukminat adalah sebagian wali dari sebagian yang lain. (QS. at-Taubah: 71)

Maka setiap orang yang paling kuat imannya kepada Allah sesungguhnya dia paling kuat wala’nya kepada kaum mukminin, baik kepada ahli bait maupun yang lainnya. Sedang Ali bin Abi Thalib berlepas diri dari semua perkataan batil yang dinisbatkan kepadanya, bahkan beliau membakar kaum yang ghuluw (berlebihan) kepadanya tatkala mereka berkata kepadanya, “Engkau Allah!”na’udzubillah-. Sungguh, Ali tidak dapat memaafkan kekafiran ini, maka beliau memerintahkan untuk menggali parit dan mengumpulkan kayu bakar lalu melemparkan mereka ke dalam api. Ali membunuh mereka dengan seburuk-buruk cara pembunuhan karena mereka menjadikannya sebagai Tuhan. Sementara itu mereka yang tidak menjadikan Ali sebagai Tuhan secara lafazh, mereka menjadikannya Tuhan secara makna, yaitu berkeyakinan bahwa Ali yang mengatur alam dan bahwa tidak ada dzarrah (semut paling kecil) di bumi dan di langit kecuali Ali bin Abi Thalib yang mengaturnya, Ali walinya para wali yang mengatur seluruh alam dan membawahi seluruh wali pengatur sebagian urusan alam.”

Yang berakidah semacam ini bukanlah muslim, walaupun dia mengaku Islam. Karena Islam bukan hanya pengakuan semata akan tetapi berpegang teguh dengan ajarannya.

 

KEUTAMAAN SHUHAIB

Beliau adalah sahabat mulia bernama Shuhaib bin Sinan, Abu Yahya an-Namri. Terkenal dengan sebutan ar-Rumi karena pernah tinggal di Romawi beberapa lama, padahal dia termasuk ahli jazirah yang ditawan oleh Romawi dalam sebuah peperangan. Lalu Shuhaib dijual di Makkah dan dibeli oleh Abdullah bin Jad’an. Atau dia lari lalu datang ke Makkah dan bersekutu dengan bani Jad’an. Shuhaib termasuk pembesar sahabat, as-Sabiqun Awwalun dan pembesar ahli Badar.

Tatkala Umar –radhiyallah ‘anhu– ditikam oleh Majusi saat shalat Shubuh maka beliau menyuruh Shuhaib untuk menggantikannya sebagai imam dalam shalat dan terus mengimami kaum muslimin hingga Ahli Syura sepakat mengangkat pemimpin.

Shuhaib sebagai sahabat mulia sangat terhormat, dermawan, pemurah dan pemaaf -radhayallahu ‘anhu- serta termasuk sahabat yang menghindari fitnah yang terjadi di tengah sahabat dan beliau sibuk dengan urusannya sendiri.

Inilah sikap yang benar dalam menghadapi fitnah, yaitu menghindar tidak ikut di dalamnya dan menyendiri menyibukkan diri dengan maslahat dunia dan agama.

Ammar bin Yasir mengatakan, “Aku menemui Shuhaib di pintu rumah al-Arqam, di sana Rasulullah menawarkan Islam kepada kami dan kami masuk Islam. Lalu kami tinggal hingga sore hari. Kami keluar dalam keadaan sembunyi.”

Semoga Allah melaknat Syi’ah yang menyesatkan dan melaknat para sahabat. Sahabat yang masuk Islam dalam kondisi ancaman dan bahaya dari Quraisy yang dahsyat, pengikut Rasulullah sangat sedikit dan harus sembunyi serta merahasiakan Islam mereka namun mereka bersabar ikhlas mengikuti Rasulullah dan istiqamah di atas Islam. Adakah orang seperti ini menjual keislamannya dengan kekafiran dan kemurtadan?! Untuk apa seseorang masuk Islam dalam keadaan bahaya lalu setelah aman keluar darinya? Mereka disiksa, diusir tetap bersabar lalu setelah mengalahkan Romawi dan Persia memilih kemurtadan? Akan tetapi Syi’ah sangat jahat dan sangat melampaui batas.

Seandainya seseorang masuk Islam dalam keadaan terpaksa sementara Islam dalam keadaan aman dan jaya tidak mudah untuk dihukumi murtad, lalu bagaimana dengan sahabat Nabi yang hanya kaum Syi’ah yang jahil tentang keadaan mereka?

Mujahid mengatakan, “Yang pertama kali menampakkan Islam adalah 7 orang; yaitu Rasulullah, Abu Bakar, Bilal, Khabbab, Shuhaib…”

Ammar bin Yasir dan Shuhaib disiksa hingga tidak mengetahui apa yang dikatakan. Silahkan Anda berkata sekehendakmu, wahai Syi’ah, tentang sahabat Rasul, akan tetapi kapan kau pernah disiksa di jalan Allah sebagaimana para sahabat?! Kapan nenek moyangmu menemani Nabi berhijrah dan berperang bersama Nabi?! Kapan ada pendahulu Syi’ah yang menyebarkan Islam di seluruh alam sebagaimana para sahabat?! Ataukah kaum Syi’ah tidak lain kecuali pewaris Quraisy yang memusuhi dan menyiksa para sahabat? Andaikata kaum Syi’ah mendapati zaman Abu jahal yang menyiksa sahabat Nabi mereka, niscaya mereka akan menyiksa sahabat bersama Abu Jahal sebab keyakinan dan perkataan selalu diwujudkan dalam perbuatan. Jika akidah dan perkataan melaknat para sahabat maka perbuatan tangan pun hanya tinggal melampiaskan.

Dari Ibnu Abbas -radhiyallah ‘anhu- berkata tentang ayat ini:

Di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada para hamba-Nya. (QS. al-Baqarah: 207)

Bahwa ia turun mengenai Shuhaib dan orang semisalnya yang disiksa oleh kafir Quraisy untuk dikeluarkan dari Islam.

Allahu akbar! Kafir Quraisy menyiksa para sahabat agar murtad namun usaha mereka sia-sia, lalu kenapa kaum Syi’ah merasa yakin bahwa para sahabat kafir dan murtad sepeninggal Rasul?

Abu Jahal dan kafir Quraisy menyiksa sahabat agar keluar dari Islam tetapi mereka tidak berhasil dan tetap meyakini bahwa sahabat muslim dan pengikut Rasulullah. Lalu, kenapa keyakinan Syi’ah tentang sahabat lebih buruk dari keyakinan Abu Jahal dan kafir Quraisy?

Abu Jahal dan kafir Quraisy menyiksa sahabat karena mengetahui mereka masuk Islam dan mengikuti Rasulullah, adapun Syi’ah menyiksa sahabat karena meyakini bahwa mereka telah kafir dan murtad. Na’udzu billah dari kesesatan yang menutupi hati, mata dan akal.

Tatkala Shuhaib hijrah ke Madinah, kafir Quraisy menghadangnya maka beliau berkata, “Maukah kalian kutunjukkan hartaku dan kalian bebaskan aku berhijrah?” Jawab mereka, “Ya.” Maka beliau menunjukkan hartanya kepada mereka dan dibiarkan hijrah ke Madinah.

Wahai Syi’ah, yang berhak dicela adalah orang yang bakhil, mencari dunia dan tidak bersungguh-sungguh untuk hijrah. Sahabat menebus dirinya dengan hartanya agar leluasa hijrah, lalu dituduh murtad?! Semoga Allah memberikan balasan yang setimpal kepada kaum Syi’ah.

Shuhaib wafat di Madinah pada tahun 38 Hijriah. Semoga Allah meridhainya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.