Siapakah Suami dan Bapak yang Buruk?

Siapakah Suami dan Bapak yang Buruk?

Oleh: Ust. RifaqAshfiya’ Lc

Teks hadits

عَنْ عَمَّارٍ بْنِ يَاسِرٍ رضي الله عنه عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: ثَلَاثَةٌ لَا يَدْخُلُوْنَ الجَنَّةَ أَبَدًا: الدَّيُّوْثُ وَالرَّجُلَةُ مِنَ النِّسَاءِ وَمُدْمِنُ الخَمْرِ قَالُوْا يَا رَسُوْلَ اللهِ أَمَّا مُدْمِنُ الخَمْرِ فَقَدْ عَرَفْنَاهُ فَمَا الدَّيُّوْثُ؟ قَالَ الَّذِيْ لَا يُبَالِيْ مَنْ دَخَلَ عَلَى أَهْلِهِ قُلْنَا فَمَا الرَّجُلَةُ مِنَ النِّسَاءِ قَالَ: الَّتِيْ تَشَبَّهَ باِلرِّجَالِ

Dari Ammar bin Yasir dari Rasulullah ﷺ, beliau bersabda, “Ada tiga orang yang tidak akan masuk surga selamanya: dayyuts, ar-rajulatu minan-nisa’, dan pecandu khamer (minuman memabukkan).” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, kalau pecandu khamer kami sudah paham, kalau dayyuts?”Rasulullahmenjawab, “Dayyuts adalah yang tidak peduli siapa-siapa yang masuk menemui keluarganya.”Para sahabat kembali bertanya, “Kalauar-rajulatu minan-nisa’?”Rasulullah menjawab, “Perempuan yang menyerupai laki-laki.”

 Takhrij Hadits:

  1. al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman no. 10310, dan ath-Thabrani.Dinilai shahih lighairihi oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih at-Targhib wa at-Tarhib no. 2071,2361)

Definisi Dayyuts

Maknaad-dayyuts, adalah seorang suami atau bapak yang membiarkan terjadinya perbuatan buruk dalam keluarganya.[1]disebutkan dalam al-Mu’jamal-Wasith, bahwa ad-dayyutsadalah para lelaki yang menjadi pemimpin untuk keluarganya sedang ia tidak punya rasa cemburu dan tidak punya rasa malu.Lawannyaadalahal-gayur, yaitu orang yang memiliki kecemburuan besar terhadap keluarganya sehingga dia tidak membiarkan mereka berbuat maksiat.[2]

Ancaman keras dalam hadits di atas menunjukkan bahwa perbuatan ini termasuk dosa besar yang sangat dimurkai oleh Allah.Sebab, termasuk ciri dosa besar ialah jika perbuatan tersebut diancam dan mendapatkan balasan di akhirat, baik berupa siksaan, kemurkaan Allah ataupun ancaman keras lainnya.[3]

Oleh karena itulah, Imam adz-Dzahabi mencantumkan perbuatan ini dalamkitabbeliaual-Kaba’ir (hal. 55).Beliauberkata setelah membawakan hadits di atas, “Dalam hadits ini (terdapat dalil yang menunjukkan) bahwa tiga perbuatan tersebut termasuk dosa-dosa besar.”[4]

Yang dimaksud tidak punya rasa cemburu dari suami, adalah membiarkan keluarganya bermaksiat tanpa mau mengingatkan. Bentuknya pada masa sekarang semisal;

  • Membiarkan anak perempuan atau anggota keluarga perempuan berhubungan via ponsel dengan lelaki yang bukan mahram. Mereka saling berbincang hangat, bercumbu rayu, padahal tidak halal.
  • Merelakan anggota keluarga perempuan berkhalwat –berduaan- dengan laki-laki bukan mahram.
  • Membiarkan anggota keluarga perempuan mengendarai mobil sendirian bersama laki-laki bukan mahram, semisalsopirnya.
  • Merelakan keluarga perempuan keluar rumah tanpa menggunakan jilbab atau hijab syar’i, sehingga bisa dipandang dengan leluasa, ditambah parahnya menggunakan pakaian ketat yang merangsang birahi pria.
  • Mendatangkan film dan majalah penyebarkerusakandankemesumankedalamrumah.[5]

 Cemburu pada diri seorang muslim

Adapun sifat cemburu bagi seorang muslim, maka ia adalah sifat yang terpuji. Sebuah sifat yang akan mendorong seseorang untuk mencegah keburukan atau kemaksiatan pada diri orang lain. Bahkan seorang laki-laki yang tidak memiliki rasa cemburu pada keluarganya mendapatkan ancaman yang mengerikan, yaitu tidak bisa masuk surga. Istri atau anaknya berbuat maksiat ia diamkan tanpa dicegah.Istriatau anak perempuannya keluar rumah tanpa menutup aurat dibiarkan, tanpa dilarang.Orang seperti inilah yang disebutdengandayyuts.

Rasulullah ﷺjuga bersabda:

ثَلَاثَةٌ قَدْ حَرَّمَ اللهُ عَلَيْهِمُ الْجَنَّةَ: مُدْمِنُ الْخَمْرِ وَالْعَاقُّ وَالدَّيُّوثُ الَّذِي يُقِرُّ فِي أَهْلِهِ الْخَبَثَ

“Ada tiga golongan manusia yang Allah haramkanbagimerekasurga: pecandu khamer (minuman memabukkan), anak yang durhaka pada orang tua, dandayyutsyaitu yang membiarkan istrinya (keluarganya) berbuat maksiat.” (HR. Ahmad 5372, dinilai hasan lighairihi oleh al-Albani dalam Shahih at-Targhib: 2366)

Maka sudah seharusnya seorang suami atau ayah untuk selalu berhias dengan rasa cemburu.Dia harus cemburu ketika istri atau anak perempuannya keluar rumah tanpa menutup aurat dengan baik atau bersama laki-laki yang bukan mahram. Dia juga harus cemburu ketika keluarganya berbuat maksiat. Sehingga dengan rasa cemburu ini seorang muslim akan berusaha selalu menjauhkan diri dan keluarganya dari dosa dan maksiat.

Hendaknya seorang muslim melihat bagaimanakah rasa cemburu yang ada pada dirinya. Jangan-janganiatermasukdayyuts yang telahdisebutkan dalam hadits di atas. Semoga Allah melindungi kita dari sifat ini.

Meski demikian, kecemburuan seseorang kepada keluarganya tidak boleh sampai berlebihan hingga membuatnya selalu berburuk sangka dan mencari-cari aib atau kesalahan pada keluarganya, karena perbuatan ini juga dilarang oleh Nabi ﷺ. Beliau bersabda:

إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيْثِ وَلاَ تَحَسَّسُوا، وَلاَ تَجَسَّسُوا، وَلاَ تَبَاغَضُوا، وَلاَ تَدَابَرُوا وَكُونُوا عِبَادَ اللهِ إِخْوَانًا

“Jauhilah prasangka buruk, karena prasangkaburukadalahsedusta-dustanyaperkataan, danjanganlah kalian mencari-cari kejelekan orang lain, saling memata-matai, saling membenci, dan saling membelakangi, jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara.”(HR. al-Bukhari: 6724)

 Allah pun punya sifat cemburu

Dalam hadits yang bersumber dari Abu Hurairah a\, bahwa Rasulullah ﷺbersabda:

إِنَّ اللهَ يَغَارُ، وَغَيْرَةُ اللهِ أَنْ يَأْتِيَ الْمُؤْمِنُ مَا حَرَّمَ اللهُ

“Sesungguhnya Allah cemburu, dan kecemburuan Allah itu ketika seorang mukmin mendatangi apa yang diharamkan oleh Allah.” (HR. al-Bukhari: 5223 dan Muslim: 2761)

Melalui hadits ini Rasulullahmengabarkan kepada kita akan salah satu sifat Allah ﷺ. Dimana Allah ﷺ memiliki sifat-sifat mulia yang sesuai dengan kebesaran dan keagungan-Nya.Allah bisakitakenalidenganmempelajarisifat-sifat-Nya dalam al-Qur’an dan al-Hadits.Sebagaimana hal ini telah dijelaskan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah di awalkitabal-‘Aqidah al-Wasithiyyah,

“Termasuk keimanan kepada Allah, adalah beriman dengan apa saja yang telah Allah sifati diri-Nya dengannya di dalam kitab-Nya dan dengan apa yang telahdisifatkanolehRasul-Nya, tanpamenyalah-artikandanmenolaknya, sertatanpabertanyatentangbagaimananya, dantanpamenyerupakan itu dengan makhluk.”

 Dampak buruk dari ad-dayyuts

Imam Ibnul Qayyim ketika menjelaskan dampak buruk perbuatan maksiat, di antaranya perbuatan ad-diyatsah/ad-dayytus (membiarkan perbuatan buruk dalam keluarga) yang timbul karena lemah atauhilangnyasifatghirahdalamhatipelakunya, beliau berkata,

“…Olehkarena itulah, ad-dayyuts adalah makhluk Allah yang paling buruk dan diharamkan baginya masuk surga, demikian juga orang yang membolehkan dan menganggap baik perbuatan zalim dan melampaui batas bagi orang lain. Maka perhatikanlah akibat yang ditimbulkan karenalemahnyasifatghirah (dalamdiriseseorang). Ini semua menunjukkan bahwa asal (pokok) agama (seseorang) adalahsifatghirah.Barangsiapa yang tidakmemilikisifatghirah, berartidiatidak memiliki agama (iman). Karena sifat inilah yang akan menghidupkan hati (manusia) yang kemudian menghidupkan (kebaikan pada) anggota badannya, sehingga anggota badannya akan menolak (semua) perbuatan buruk dan keji (dari diri orang tersebut). Sebaliknya, hilangnyasifatghirahakanmematikanhati (manusia) yang kemudian akan mematikan (kebaikan pada) anggota badannya, sehingga sama sekalitidakadapenolakkeburukanpadadirinya…”[6]

Adapun keburukan terhadap agama istri dan anaknya, dengan membiarkan atau menuruti keinginan mereka dalam hal-hal yang bertentangan dengan syariat.Iniberarti menjerumuskan mereka ke dalam jurang kehancuran. Seorang istri, bagaimanapun baik sifat asalnya, tetap saja dia seorang perempuan yang lemah dan asalnya susah untuk diluruskan, sebagaimana tulang rusuk yang bengkok, ditambah lagi dengan kekurangan pada akalnya. Rasulullah bersabda,

إِنَّ الْمَرْأَةَ خُلِقَتْ مِنْ ضِلَعٍ لَنْ تَسْتَقِيمَ لَكَ عَلَى طَرِيقَةٍ

“Sesungguhnya perempuan diciptakan dari tulang rusuk (yang bengkok), (sehingga) dia tidak bisa terus-menerus (dalam keadaan) lurus jalan (hidup)nya.” (HR. Muslim: 1468)

Terlebih lagi anak-anak, jika tidak diarahkan kepada kebaikan dan dibiarkan larut dalam maksiat, tentu mereka akan terbiasa dan menganggap remeh maksiat tersebut sampai mereka dewasa. Ada pepatah Arab yang mengatakan:

“Barangsiapa yang ketika muda terbiasa melakukan sesuatu maka ketika tuapun dia akan terus melakukannya.”[7]

 Nasihat untuk para kepala keluarga

Allah ﷺ mengingatkan secara khusus kewajiban para kepala keluarga dalam QS.at-Tahrim: 6 yang artinya,

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu. (QS.at-Tahrim: 6)

Ali bin Abi Thalib ketika menafsirkan ayat di atas berkata, “(Maknanya): Ajarkanlah kebaikan untuk dirimu dan keluargamu.”[8]

Syaikh Abdurrahman as-Sa’di berkata, “Memelihara diri (dari api neraka) adalah dengan mewajibkan bagi diri sendiri untuk melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, serta bertaubat dari semua yang menyebabkan kemurkaan dan siksa-Nya. Adapun memelihara istri dan anak-anak (dari api neraka) adalah dengan mendidik dan mengajari mereka (syariat Islam), serta memaksa mereka untuk (melaksanakan) perintah Allah. Maka seorang hamba tidak akan selamat (dari siksaan neraka) kecuali jika dia (benar-benar) melaksanakan perintah Allah (dalam ayat ini) pada dirinya sendiri dan pada orang-orang yang berada di bawah kekuasaan dan tanggung jawabnya.”[9]

Demikianlah ulasan kami.Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam.


[1]Lihat Fathul Bari, 10/406. Makna ini disebutkan dalam riwayat lain dari hadits di atas dalam Musnad Imam Ahmad 2/69. Akan tetapi sanadnya lemah karena adanya seorang perawi yang majhul/tidak dikenal.(Silsilah al-Ahaadits ash-Shahihah 2/284)

[2]Tuhfatul Ahwadzi 9/357.

[3]Kitab al-Kaba’irhal.4, oleh adz-Dzahabi.

[4]Dinukil oleh al-Munawi dalam Faidhul Qadir 3/327.Ucapan ini tidak kami dapati dalam duacetakankitabal-Kaba’ir yang adapada kami.

[5]https://rumaysho.com/10171-tipe-suami-yang-tidak-punya-rasa-cemburu-dayyuts.html

[6]Ad-Da’u wad Dawa’hal. 84.

[7]Dinukil dan dibenarkan oleh Syaikh Muhammad bin Shalihal-‘UtsaimindalamMajmu’at al-As’ilahTahummu al-Usrahal-Muslimah hal. 43.

[8]Diriwayatkan oleh al-Hakim dalam al-Mustadrak 2/535.Dishahihkan oleh al-Hakim dan disepakati oleh adz-Dzahabi.

[9]Taisir al-Karim ar-Rahman hal.640, oleh Syaikh as-Sa’di.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.