Tanda Cinta Allah ﷻ Kepada Hambanya

Tanda Cinta Allah Kepada Hamba
Oleh: Ust. Rifaq Ashfiya’ Lc.

Teks Hadits

عَنْ عَبْدِ اللهِبن مسعود قَالَ : إِنَّ اللهَ تَعَالَى قَسَمَ بَيْنَكُمْ أَخْلَاقَكُمْ، كَمَا قَسَمَ بَيْنَكُمْ أَرْزَاقَكُمْ، وَإِنَّ اللهَ تَعَالَى يُعطي الْمَالَ مَنْ أَحَبَّ وَمَنْ لَا يُحب، وَلَا يُعْطِي الْإِيمَانَ إِلَّا مَنْ يُحِبُّ، فَمَنْ ضَنَّ بِالْمَالِ أَنْ يُنْفِقَهُ، وَخَافَ الْعَدُوَّ أَنْ يُجَاهِدَهُ، وَهَابَ اللَّيْلَ أَنْ يُكَابِدَهُ، فَلْيُكْثِرْ مِنْ قَوْلِ: لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ، وَسُبْحَانَ اللهِ، وَالْحَمْدُ لِلهِ، وَاللهُ أَكْبَرُ 

Dari Abdullah bin Mas’ud a\, beliau berkata,“Sesungguhnya Allah Ta’ala membagi akhlak-akhlak di antara kalian, sebagaimana (Allah) telah membagi rezeki di tengah kalian. Sesungguhnya Allah Ta’ala memberi harta kepada siapa yang Dia cintai dan siapa yang Dia tidak cintai, dan (Allah) tidak memberi keimanan kecuali hanya kepada siapa yang Dia cintai. Barangsiapa yang merasa kikir terhadap harta yang akan dia infakkan, takut terhadap musuh dalam jihad dan khawatir terhadap malam yang dia hadapi kesulitannya, hendaknya dia memperbanyak ucapan, La Ilaha Illallah, Subhanallah, Alhamdulillah, dan Allahu Akbar.” 

Takhrij Hadits

Diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam al-Adab al-Mufradno. 275.Berkata Syaikh al-Albani,“Haditsshahihmauqufdihukumimarfu’,” dalam kitab ashShahihah no.2714. Imam Ahmad no. 3490. 

Penjelasan Hadits

Allah ﷻ telah memberikan kepada hamba-Nya sebagian dari akhlak yang berkaitan dengan adab, perilaku dan muamalah yang menjadikan baiknya hamba dalam mengarungi kehidupan dan menjadikan sahabatnya nyaman ketika berteman dengannya. Rasulullah bersabda,

إِنَّ مِنْ أَحَبِّكُمْ إِلَيَّ وَأَقْرَبِكُمْ مِنِّي مَجْلِسًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَحَاسِنَكُمْ أَخْلَاقًا

“Sesungguhnya orang yang paling aku cintai di antara kalian dan yang paling dekat kedudukannya denganku di hari kiamat kelak adalah orang yang terbaik akhlaknya.” (HR. at-Tirmidzi, ia berkata bahwa ini adalahhadits hasan gharib. Hadits ini dishahihkan oleh al-Albani dalam kitab Shahih Sunan at-Tirmidzi)

Sebagian manusia menyangka, bahwa apabila seseorang diberi kelapangan dalam perkara dunia, berarti dia dicintai Allah .Sebaliknya, jika ia disempitkan urusannya, berarti ia sedang tidak dicintai Allah.Ini adalah sangkaan yang keliru, karena ukuran kecintaan Allah kepada seorang hamba tidak dapat diukur dengan luas atau sempitnya kenikmatan dunia, karena Dia memberikan karunia duniawi ini kepada orang yang dicintai dan kepada orang yang tidak dicintai-Nya. Bantahan tersebut Allah ﷻ nyatakan dalam firman-Nya:

Adapun manusia, apabila Tuhannya mengujinya lalu dia dimuliakan dan diberi kesenangan oleh-Nya maka dia akan berkata, ‘Tuhanku telah memuliakanku.’ Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rezekinya maka diaberkata, ‘Tuhankumenghinakanku.’Sekali-kali, tidak (demikian)! …. (QS. al-Fajr:15–17)

Ibnul Qayyim rahimahullahmenjelaskan secara ringkas tentang kandungan ayat di atas, “’Sekali-kali, tidak (demikian)!….’Maksudnya: Tidaklah setiap orang yang Allah beri nikmat dan Dia ﷻ luaskan rezekinya, berarti telah dimuliakan oleh Allah. Sebaliknya, orang yang diuji oleh Allah dan Allah sempitkanrezekinya, bukanlahberartidiatelahdihinakanoleh-Nya. Namun yang benar, Allah menguji seseorang dengan kenikmatan dan Allah memuliakan orang yang lain dengan ujian (kesialan).” (Ad-Da’ waad-Dawa’, Dar al-Kutub‘Ilmiyyah, Beirut, hal. 21) 

Kelapangan Harta Orang Kafir

Sejak dahulu kala, orang kafir Allah lapangkan hartanya, semisalFir’aundanQarun.Orang kafir mendapatkan kesenangan dunia sebagaimana hewan ternak yang bersenang-senang di muka bumi. Kelak mereka akan disiksa di neraka. Allah ﷻ berfirman yang artinya,

Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdoa: “Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini, negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezeki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman di antara mereka kepada Allah dan hari kemudian.” Allah berfirman: “Dan kepada orang yang kafirpun Aku beri kesenangan sementara, kemudian Aku paksa ia menjalani siksa neraka dan itulah seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. al-Baqarah: 126)

Kemurahan Allah ﷻ bersifat umum ditujukan pada orang mukmin dan orang kafir.Hal ini berkaitan dengan takdir Allah yang di sebut dengan iradah kauniyah, yaitu kehendak Allah yang meliputi semua makhluk yang ada.[1]Syaikhul Islam IbnuTaimiyyahrahimahullahmengatakan, “Allah telah menyebutkan dalam kitab-Nya tentang perbedaan antara iradah dengan perintah.Antara kauni, yang Allah ciptakan, Allah takdirkan, dan Allah tetapkan, meskipun tidak Dia perintahkan dan tidak Dia cintai.Antara ad-din(agama), yang Allah perintahkan, Dia syariatkan, dan Allah berikan pahala bagi orang yang melaksanakannya.”

Kemudian beliau menyebutkan penjelasan tentang iradah kauniyahdaniradahsyar’iyah.[2]Allah ﷻ berfirman,

Kepada masing-masing golongan baik golongan ini maupun golongan itu, Kami berikan bantuandarikemurahanTuhanmu.Dan kemurahanTuhanmutidakdapatdihalangi. (QS. al-Isra’: 20)

Betapapunbesarkenikmatanduniawi, ia akan lenyap. Betapapunseseorangmenjadi orang yang paling nyaman di dunia, tatkala di hadapkan kepada adzab Jahannam, seketika itu lenyaplah segala kenikmatan yang pernah ia rasakan hingga tidak lagi ia ingat bahwa dulunya ia adalah orang yang paling banyak mendapatkan kenikmatan. Rasulullahn\ bersabda:

يُؤْتَى بِأَنْعَمِ أَهْلِ الدُّنْيَا مِنْ أَهْلِ النَّارِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَيُصْبَغُ فِيْ جَهَنَّمَ صَبْغَةً ثُمَّ يُقَالُ لَهُ : يَا ابْنَ آدَمَ هَلْ رَأَيْتَ خَيْرًا قَطُّ ؟هَلْ مَرَّ بِكَ نَعِيْمٌ قَطُّ ؟ فَيَقُوْلُ : لاَ وَ اللهِ يَا رَبِّ. وَيُؤْتَى بِأَشَدِّ الناَّسِ بُؤْسًا فِي الدُّنْيَا مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَيُصْبَغُ فِي الْجَنَّةِ صَبْغَةً فَيُقَالُ لَهُ : يَا ابْنَ آدَمَ ! هَلْ رَأَيْتَ بُؤْسًا قَطُّ ؟ هَلْ مَرَّ بِكَ شِدَّةٌ قَطُّ ؟ فَيَقُوْلُ : لاَ وَ اللهِ يَا رَبِّ ! مَا مَرَّ بِىْ بُؤْسٌ قَطُّ وَ لاَ رَأَيْتُ شِدَّةً قَطُّ

“Akan didatangkan seorang penduduk bumi yang paling banyak kenikmatannya yang merupakan di antara penduduk neraka di hari kiamat, laludiadicelupkankedalamJahannam, kemudian dikatakan kepadanya, “Wahai anak Adam, apakah engkau pernah merasakan kebaikan?”Ia menjawab, “Tidak wahai Rabb-ku.” Dan didatangkan orang yang paling menderita di dunia yang merupakan penduduk surga, lalu ia dimasukkan ke dalam surga, dan dikatakan baginya, “Wahai anak Adam, apakah engkau pernah melihat kesusahan? Apakah engkau pernah merasakan penderitaan?” Ia menjawab, “Tidak, demi Allah, wahai Rabb kami.Belum pernah aku mendapatkan kesusahan, dan tidak pula aku melihat penderitaan sama sekali.”(Shahih al-Jami’ no. 8000) 

Jebakan Istidraj

Istidraj secara bahasa diambil dari kata da – ra – ja (Arab: درج ) yang artinya, naik dari satu tingkatan ke tingkatan selanjutnya.[3]Sementaraistidrajdari Allah kepada hamba, dipahami sebagai ‘hukuman’ yang diberikan sedikit demi sedikit dan tidak diberikan secara langsung.Allah ﷻ biarkan orang ini dan tidak disegerakan adzabnya. Allah ﷻ berfirman yang artinya,

Nanti Kami akan menghukum mereka dengan berangsur-angsur (ke arah kebinasaan) dari arah yang tidak mereka ketahui. (QS. al-Qalam: 44)

Jadi,Istidrajialahsuatujebakan berupa kelapangan rezeki, padahal yang diberi dalam keadaan terus-menerus bermaksiat pada Allah ﷻ. Rasulullah n\bersabda:

إِذَا رَأَيْتَ اللهَ تَعَالَى يُعْطِي الْعَبْدَ مِنَ الدُّنْيَا مَا يُحِبُّ وَهُوَ مُقِيمٌ عَلَى مَعَاصِيْهِ فَإِنَّمَا ذَلِكَ مِنهُ اسْتِدْرَاجٌ

Bila kamu melihat Allah memberi pada hamba dari (perkara) dunia yang diinginkannya, padahal dia terus berada dalam kemaksiatan kepada-Nya, maka (ketahuilah) bahwa halituadalahistidraj (jebakanberupanikmat yang disegerakan) dari Allah.” (HR. Ahmad 4/145. SyaikhSyu’aibal-Arnauthmengatakan,bahwahadits ini hasan dilihat dari jalur lain)

Allah ﷻ berfirman yang artinya,

Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksamerekadengansekonyong-konyong, makaketikaitu mereka terdiam berputus asa. (QS. al-An’am: 44)

Syaikh as-Sa’di rahimahullahmenyatakan, “Ketika mereka melupakan peringatan Allah yang diberikan padamereka, makadibukakanlahberbagipintuduniadankelezatannya.Merekapun lalai. Sampai mereka bergembira dengan apa yang diberikan pada mereka, akhirnya Allah siksa mereka dengan tiba-tiba. Mereka pun berputus asa dari berbagai kebaikan. Seperti itu lebih berat siksanya. Mereka terbuai, lalai, dan tenang dengan keadaan dunia mereka. Namun itu sebenarnya lebih berat hukumannya dan menjadi musibah yang besar.” (Tafsir as-Sa’di hal. 260)

Dan sudah sepatutnya kita mengilmui, yaitu bagaimana membedakan antara nikmat dan istidraj dengansering-sering muhasabah. Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,

“Adapun (kemampuan) membedakan antara nikmat dan fitnah, yaitu untuk membedakan antara kenikmatan yang Allah anugerahkan kepadanya -berupa kebaikan-Nya dan kasih-sayang-Nya, yang dengannya ia bisa meraih kebahagiaan abadi- dengan kenikmatan yang merupakanistidrajdari Allah.Betapa banyak orang yang terfitnah dengan diberi kenikmatan (dibiarkan tenggelam dalam kenikmatan, sehingga semakin jauh tersesat dari jalan Allah-pent), sedangkan ia tidak menyadari hal itu. Mereka terfitnah dengan pujian orang-orang bodoh, tertipu dengan kebutuhannya yang selalu terpenuhi dan aibnya yang selalu ditutupi oleh Allah.”[4]


[1]Syarhal-‘Aqidahath-Thahawiyyah 1/113.

[2]Al-FurqanbainaAuliya’ar-Rahman waAuliya’asy-Syaithanhal. 149.

[3]Al-Mu’jamal-Lughahal-‘Arabiyyah, kata: da-ra-ja.

[4]Madarij as-Salikin 1/189, Darul Kitab al-‘Arabi, Beirut, cet. III, 1416 H, asy-Syamilah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.