سُبْحَانَ اللهِ , اَلْحَمْدُ لِلهِ , اَللهُ أَكْبَرُ “Maha Suci Allah, Segala puji hanya milik Allah, Allah Mahabesar.” Bacaan tasbih, tahmid dan takbir tersebut bisa…

Anak Mempunyai Teman Khayalan
Pertanyaan:
Bismillah. Saya mempunyai anak gadis berusia 12 tahun, duduk di kelas 6 SD. Sebenarnya ia adalah anak yang periang, meskipun terkadang mudah emosi. Ia juga termasuk anak yang mudah bergaul dengan teman. Yang mengejutkan saya, ternyata ia mempunyai teman khayalan. Saya mengetahui hal ini dari coretan-coretan di buku hariannya. Dalam tulisannya, anak saya ini seolah-olah sedang mengungkapkan isi hatinya kepada seorang sahabat yang bernama CR.Nama ini sama dengan nama tokoh dalam kisah detektif kegemarannya. Yang lucu, dalam buku hariannya CRselalu iailustrasikanberupa seekor kucing.Curhat seperti ini biasanya ia lakukan kalau sedang merasa sedih atau kecewa dengan seseorang.
Sekadar informasi, anak saya penggemar film-film horor.Salah satu hobinya adalah membuat gambar-gambar yang aneh.Misalnya, gambar karakter yang lucu tapi berdarah.
Pertanyaan saya, apakah mempunyai teman khayalan semacam ini adalah sesuatu yang normal? Bila tidak, apa yang harus saya lakukan untuk mengatasi masalah tersebut?Terus terang, anak saya ini merasa sangat kecewa dengan saya dan ayahnya karena kami telah bercerai, dan sudah menikah lagi dengan orang lain. Apakah masalah ini yang menyebabkan dirinya memiliki teman khayalan?Selain itu, apakah hobinya yang aneh menunjukkan adanya masalah dalam dirinya?
(Ummu Ghoziyah, Sidoarjo)
Jawaban:
Ummu Ghoziyah yang baik, dalam ilmu jiwa memiliki teman khayalan adalah sesuatu yang dianggap normal.Mulai tahapan usia tertentu kita sering mendapati anak-anak bermain sendiri, namun ia bersikap seolah-olah sedang bermain bersama anak-anak yang lain. Memiliki teman khayalan adalah serupa dengan model permainan tersebut, hanya saja membutuhkan daya imajinasi yang lebih tinggi.
Bagaimana dengan teman yang berupa seekor kucing?Berdasarkan penelitian, teman khayalan anak tidak selalu berupa manusia.Ia bisa juga berupa hewan atau bahkan benda. Adapun putri Ummu saat ini sudah memasuki usia remaja awal,karena itu wujud “pertemanannya” tidak lagi seperti anak-anak yang sedang bermain, namun seperti sedang menulis surat kepada teman khayalannya.
Penelitian menunjukkan bahwa mempunyai teman khayalan akan membantu anak untuk beradaptasi dengan lebih baik ketika mengalami trauma atau merasa sedih, cemas dan kecewa. Dalam imajinasinya, ia merasa sedang dihibur dan dibantu oleh teman khayalannya. Padahal hiburan tersebut sebenarnya bersumber dari pemikirannya sendiri.Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa dengan berjalannya waktu, anak tidak akanlagi membutuhkan “bantuan” teman khayalannya untuk mengatasi kesedihan dan trauma.
Tidakkah ini merupakan pertanda adanya masalah kejiwaan? Memang dalam kasus tertentu yang sangat sedikit jumlahnya, adanya teman khayalan merupakan gejala adanya schizophrenia, yang dalam bahasa masyarakat umum disebut dengan sakit gila.Namun ciri-ciri yang ditampakkan putri Ummu tidaklah demikian.
Lalu bagaimanakah cara kita membedakan teman khayalan yang normal dengan teman khayalan yang bermasalah?Yang pertama, perhatikanlah bahwa umumnya anak menyadari dan mengakui bahwa teman tersebut hanya ada dalam imajinasinya, tidak sungguh-sungguh ada.
Yang kedua, anak tidak menunjukkan adanya masalah dalam aktivitas sehari-hari.Di antaranya adalah tidak mau bergaul, prestasi akademik yang menurun secara drastis, marah tanpa sebab, dan lain-lain.
Yang ketiga, hendaknya orang tua senantiasa memonitor perkembangan hubungan anak dengan sang teman khayalan tersebut. Konsultasikan segera kepadapsikiater bila anak tampakkehilangan kendali atas teman khayalannya. Misalnya, iamerasa terintimidasi oleh sang “teman”, atau melakukan hal-hal yang negatif karena dorongan “temannya”, atau jumlah teman khayalannya terus bertambah tanpa terkendali.
Apakah perceraian orang tua menjadi penyebab munculnya teman khayalan? Ummu Ghoziyah yang baik, sebenarnya memiliki teman khayalan adalah tanda bahwa anak memiliki daya imajinasi yang cukup kuat, sehingga bisa menjadi anak yang tergolong kreatif. Adapun kesedihan dan kekecewaan yang ia alami, baik karena perceraian orang tua atau masalah lainnya, merupakan kondisi yang mendorongnya untuk menggunakan imajinasi dalam mengobati rasa sedih dan kecewa. Hasilnya, muncul teman khayalan dalam pikirannya.
Perlu Ummu ketahui, bahwa anak-anak lain dengan kesedihan yang serupa bisa jadi akanmenggunakan cara-cara lain yang bersifat merusak.Contohnya mengganggu teman, malas sekolah, melempar barang-barang, dan sebagainya.
Mengenai kebiasaan putri Ummu membuat gambar-gambar yang aneh, sejauh ini belum bisa dimaknai sebagai pertanda adanya masalah.Ummu perlu berkonsultasi langsung dengan psikolog klinis untuk mendapatkan observasi lebih lanjut.
Terlepas dari pertanyaan-pertanyaan yang ada, saya sarankan agar sebisa mungkin Ummu menghilangkan kebiasaan anak menonton film (baik horor maupun bukan) dan juga hobinya membaca kisah-kisah fiksi.Hal ini bisa dimulai dengan mengurangi frekuensinya, hingga akhirnya bisa sepenuhnya dialihkan kepada kegiatan lain yang bermanfaat.
Pada usia remaja, secara umum kemampuan anak dalam berpikir abstrak mengalami peningkatan yang cukup besar. Daya imajinasi yang kuat di satu sisi dapat mendukung kreatifitasnya, namun di sisi lain dapat menyibukkannya dengan dunia fantasi. Tontonan dan bacaan kisah-kisah fiksi dapat memperparah kondisi ini, karena akan memancing anak untuk terus membayangkan kisahnya dan bahkan berkreasi dengannya. Akibatnya, ia menjadi lalai terhadap aktivitas menuntut ilmu.
Sungguh sayang bila masa belajar anak-anak kita banyak dihabiskan untuk hal-hal yang berseberangan dengan ilmu agama dan a-Qur’an.Padahal keduanya sangat kita butuhkan untuk mencegah dan mengobati berbagai masalah.Wallahu a’lam.
REFERENSI:
- Imaginary Friends, https://www.psychologytoday.com/blog/growing–friendships/201301/imaginary-friends, diunduh pada 16 Desember 2017
- Imaginary Friends, http://raisingchildren.net.au/articles/imaginary_friends.html, diunduh pada 29 Desember 2017
- Should You “Evict” Your Child’s Imaginary Friend?, https://www.psychologytoday.com/blog/singletons/201403/should-you-evict-your-child-s-imaginary-friend, diunduh pada 16 Desember 2017