سُبْحَانَ اللهِ , اَلْحَمْدُ لِلهِ , اَللهُ أَكْبَرُ “Maha Suci Allah, Segala puji hanya milik Allah, Allah Mahabesar.” Bacaan tasbih, tahmid dan takbir tersebut bisa…
Saatnya Kita “Uzlah
Saatnya Kita ‘Uzlah….
Oleh: Abu Bakr
Genderang fitnah telah ditabuh, asapnya membumbung sampai jauh, menyerang akidah dan iman yang rapuh, antara yang haq dan yang batil semakin keruh.Takayal istiqamah menjadi melepuh, maka saat itulah kita harus menjauh…
Definisi ‘Uzlah (الْعُزْلَةُ)
‘Uzlah artinya menyingkir atau menjauh. (Lisan al-‘Arab, Ibnu Manzhur) Secara istilah, adalah menyingkir dari pergaulan manusia dan memutuskan hubungan dengan mereka. (At-Taufiq fi Muhimmati at-Ta’rif, al-Munawi)
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya):
Maka ketika Ibrahim sudah menjauhkan diri dari mereka dan dari apa yang mereka sembah selain Allah, kami anugerahkan kepadanya Ishaq, dan Ya’qub. Dan masing-masing kami angkat menjadi Nabi.(QS. Maryam: 49)
Hakikat ‘Uzlah
Hakikat ‘uzlah adalah ‘uzlahdiniyyah, yakni mengasingkan diri dari kejelekan dan teman buruk yang dapat melemahkan dan merusak agama seseorang. Umar binKhaththab a\ berkata,“Ambillah bagian kalian dari ‘uzlah!” Beliau juga berkata, “’Uzlah adalah menjauh dari pergaulan yang buruk.” (Mausu’ah Ibnu Abi Dunya 6/503)
Berkata Ibnu Sirin, “’Uzlah termasuk ibadah.” (Mausu’ah Ibnu Abi Dunya 6/503)
Berkata Ibnu Abdil Barr,“Sebagian ulama menjadikan makna ‘uzlah ini, adalah menjauhkan diri dari kejelekan dan pelakunya dengan hati dan amalanmu, sekalipun engkau hidup bersama mereka. Abdullah Ibnul Mubarak menceritakan,bahwa ada seseorang mendatangi Wahb bin Munabbih seraya berkata, “Orang-orang melakukan perbuatan begini dan begitu dan aku bertekad untuk tidak mau bergaul bersama mereka.” Maka Wahb berkata, “Jangan begitu, karena engkau tidak bisa hidup tanpa mereka dan mereka juga tidak bisa hidup tanpamu.Kamubutuh mereka dan mereka pun butuh denganmu,tetapi jadilah kamu di tengah-tengah mereka orang tuli yang mendengar, orang buta yang melihat, bisu yang berbicara.”Ibnul Mubarak mendefinisikan ‘uzlah, “Engkau hidup bersama mereka, apabila mereka berbicara sesuatu yang mengandung dzikrullah maka bergabunglah dan jika mereka berbicara selain itu maka diamlah.” (At-Tamhid 17/446)
Berkata Syaikhul Islam, “Adapun menyepi, ‘uzlah dan menyendiri, adalah disyariatkan, baik itu hukumnya wajib maupun mustahab(dianjurkan).
Yang pertama (wajib) seperti mengasingkan diri dan menjauh dari hal-hal yang diharamkan.Adapun menjauhi manusia pada hal-hal mubah yang berlebihandan dalam hal yang tidak bermanfaat dengan sikap zuhud dengannya, hukumnya adalah mustahab.
Thawus pernah berkata, “Sebaik-baik biara seseorang adalah rumahnya, dimana ia bisa menahan pandangan dan pendengarannya.” (Majmu’ Fatawa 10/404)
‘Uzlah di zaman fitnah
Telah shahih dari Nabi n\, bahwa beliau bersabda, “Ibadah di zaman fitnah seperti hijrah kepadaku.”(Shahihal–Jami’no. 3974) Fitnah yang dimaksud adalah samarnya antara yang haq dengan yang batil. (Syarh Shahih Muslim 18/88) Bisa pula diartikan, merebaknya kemaksiatan dan kebatilan sehingga dianggap sesuatu yang lumrah dan kebenaran.
Dari Abi Bakrah a\,ia berkata, “Aku takut akan mengalami suatu zaman di mana aku tidak mampu menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah yang mungkar dan tidak ada kebaikan di zaman itu.” (Mausu’ah Ibnu Abi Dunya 5/406)
Diibaratkan hijrah kepada Nabi, karena pada generasi pertama mereka lari membawa agama dari negeri kafir menujunegeri muslim.Tatkalaterjadi fitnah maka wajib bagi seseorang untuk lari membawa agamanya dari fitnahmenujuibadah dan menjauhi mereka.Inilahsalah satu jenis hijrah.” (‘Aridhah al–Ahwadzi, Abu Bakr Ibnul ‘Arabi 9/53)
Berkata Imam Ahmad, “Menahan diri tatkala terjadinya fitnah termasuk sunnah yang sudah berlaku…Dan jangan terjun ke dalam fitnah dengan tangan sertalisanmu, namun tahanlah tangan, lisan dan hawa nafsumu dan hanya Allah yang dapat menolong.” (Thabaqat al-Hanabilah 1/27)
Ketentuan dalam ‘uzlah
- Meyakini bahwa tujuan ‘uzlahnya adalah agar orang selamat dari kejelekan dirinya sendiri, bukan agar ia terbebas dari kejelekan manusia karena yang pertama merupakan bentuk kerendahan hati dan yang kedua merupakan tanda bahwa ia merasa dirinya memiliki keistimewaan dari orang lain. Barangsiapa yang rendah hati maka ia adalah orang yang tawadhu’,sedang barangsiapa yang merasa dirinya lebih baik dari orang lain merupakan kesombongan. Jika tidak seperti itu, maka ‘uzlahnya merupakan fitnah dan bencana tersendiri. (Ar-Risalah al-Qusyairiyyah 1/300)
- Hendaknya ‘uzlahnya adalah untuk meninggalkan perangai yang tidak terpuji. (Ar-Risalah al-Qusyairiyyah1/299)Jangan sampai ‘uzlah dari manusia namun tidak ‘uzlah dari medsos yang penuh maksiat, ghibah, riya’, syubhat dan syahwat…
- Tidak berlebihan dalam ‘uzlah, sehingga meninggalkan Jumat dan jamaah, amar ma’ruf nahi mungkar, tidak silaturrahim dengan keluarga, birrul walidain dan menunaikan kewajiban yang lain.
- Hendaknya yang melakukannya adalah‘alim(berilmu) dengan syariat, sehingga ‘uzlahnya menjadi terarah dan mengikuti dalil serta hujjah.
Nasihat salaf tentang ‘uzlah
Berkata Abu Darda’ a\, “Sebaik-baik biara bagi seorang muslim adalah rumahnya, tempat menahan lisan, kemaluan dan penglihatannya.” (Mausu’ah Ibnu Abi Dunya 6/505)
Berkata Wuhaib Ibnul Warid, “Aku bergaul dengan manusia lima puluh tahun.Aku tidak mendapatkan seseorang yang bisa memaafkan kesalahanantaraku dan dia, tidak ada yang menyambung jika aku memutuskan silaturrahim, tidak ada yang menutupi aurat (aibku) dan tidak ada yang membuatku merasa aman jika dia marah, maka sibuk bergaul dengan mereka adalah kedunguan yang sangat.” (Shifat ash-Shafwah 2/532)
Berkata Qatadah, “Dahulu seorang mukmin tidak dilihat kecuali pada tiga tempat;di masjid yang iamakmurkan, di rumah yang menutupinya atau keperluan yang mendesak.” (Mausu’ah Ibnu abi Dunya 1/220)
Yazid Ibnu Taubah berkata, “Sufyan ats-Tsauri pernah berkata kepadaku,‘Aku sangat gembira jika malam telah tiba, karena aku bisa beristirahat dari pandangan manusia.’” (Tahdzib al-Hilyah 2/372)
Berkata Fudhail Ibnu ‘Iyadh, “Barangsiapa yang tidak suka menyendiri dan senang bersama manusia maka ia tidak akan aman dari riya’.” (Tahdzib al-Hilyah 3/28)
Berkata Fudhail Ibnu ‘Iyadh, “Barangsiapa yang senang bergaul dengan manusia maka ia tidak akan aman dan selamat dari dua hal: ikut bergabung bersama mereka jika berbicara yang batil atau ia akan diam jika melihat kemungkaran atau mendengar kemungkaran dari teman duduknya, tidak bisa ia ingkari sehingga ia ikut berdosa dan bergabung dalam dosa.” (Mausu’ah Ibnu Abi Dunya 6/506)
Berkata Malik Ibnu Dinar, “Semua saudara, teman duduk dan sahabatyang tidak bisa memberikan manfaat bagi agamamu, maka larilah darinya.” (Mausu’ah Ibnu Abi Dunya 6/533)
Allahummajannibnaminal fitan, ma zhaharaminhawa ma bathan. Wallahulmusta’an.