سُبْحَانَ اللهِ , اَلْحَمْدُ لِلهِ , اَللهُ أَكْبَرُ “Maha Suci Allah, Segala puji hanya milik Allah, Allah Mahabesar.” Bacaan tasbih, tahmid dan takbir tersebut bisa…
Sebab-Sebab Datangnya Nikmat
Sebab-Sebab Datangnya Nikmat
Oleh: Ust. RIfaq Ashfiya’ Lc.
Nikmat yang Allah berikan kepada kita sangatlah banyak.Tidak ada seorangpun yang mampu menghitungnya.Baik berupa harta, keluarga, kesehatan dan yang paling besar adalah nikmat hidayah iman serta Islam. Sebagaimana yang Allah firmankan:
Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya). (QS. an-Nahl: 53)
Al-‘Allamah Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan (al-Fawa’id), “Bangunan agama ini ditopang oleh dua tiang; Dzikir dan syukur. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), ‘Ingatlah kepada-Ku, Aku juga akan ingat kepada kalian.Dan bersyukurlah kepada-Ku, janganlah kalian kufur.’ (QS. al-Baqarah: 152)”
Maka terkadang Allah ﷻ akan menambah Kenikmatan kepada manusia, pun menguranginya. Adapun di antara sebab datangnya nikmat dari Allah, ialah sebagai berikut:
Pertama: Meninggalkan Sesuatu Karena Allah ﷻ
Seseorang yang meninggalkan keharaman dan dia takut kepada Allah, karena ia merasa bahwa Allah Maha melihat segala perilaku hamba, maka Allah akan menggantinya dengan suatu kebaikan. Sebagaimana dalam sebuah hadits Rasulullah ﷺ bersabda,
إِنَّكَ لَنْ تَدَعَ شَيْئًا للهِ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ بَدَّلَكَ اللهُ بِهِ مَا هُوَ خَيْرٌ لَكَ مِنْهُ
“Sesungguhnya tidaklah engkau meninggalkan sesuatu karena Allah w, kecuali Allah akan menggantikannya bagimu dengan yang lebih baik bagimu.” (HR. Ahmad no. 23074, Syaikh al-Albani menshahihkan sanadnya sesuai syarat Imam Muslim dalam as-Silsilah adh-Dha’ifah 1/62)
Imam Ibnul Qayyim mengatakan, “Adapun perkataan, bahwa barangsiapa yang meninggalkan sesuatu karena Allah maka akan digantikan yang lebih baik, maka adalah suatu kebenaran. Sedangkan penggantinya memiliki berbagai macam bentuk, akan tetapi pengganti yang paling mulia adalah, kesenangan ia kepada Allah, cintanya terhadap Rabbnya, dan ketenangan hatinya, kekuatan, kesungguhan, kesenangansertaridhanyakepadaRabbnya.” (al-Fawa’id hal. 107)
Maka bisa jadi sesuatu yang ditinggalkan adalah perkara haram yang sangat mungkin ia lakukan, akan tetapi ia meninggalkannya karena Allah, semisal seseorang yang kaya karena bekerja sebagai pegawai di tempat penghasil riba, lalu ia meninggalkan pekerjaan yang menggiurkan tersebut. Bisa jadi pula sesuatu yang ditinggalkan adalah perkara halal, akan tetapi ditinggalkan karena ada kemaslahatan yang lebih besar.
Barangsiapa yang meninggalkan penipuan dalam jual beli, maka Allah akan mendatangkan berkahpadajualbelinya. Dalam hadits disebutkan,
الْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا أَوْ قَالَ حَتَّى يَتَفَرَّقَا فَإِنْ صَدَقَا وَبَيَّنَا بُورِكَ لَهُمَا فِى بَيْعِهِمَا ، وَإِنْ كَتَمَا وَكَذَبَا مُحِقَتْ بَرَكَةُ بَيْعِهِمَا
“Kedua orang penjual dan pembeli masing-masing memiliki hakpilih (khiyar) selamakeduanyabelum berpisah. Bila keduanya berlaku jujur dan saling terus terang, maka keduanya akan memperoleh keberkahan dalam transaksi tersebut. Sebaliknya, bila mereka berlaku dusta dan saling menutup-nutupi, niscaya akan hilanglah keberkahan bagi mereka pada transaksi itu.”(Muttafaq ‘alaih)
Siapa yang meninggalkan sifat pelit, maka ia akan mulia di sisi manusia dan akan menjadi orang yang beruntung. Allah ﷻ berfirman,
Dan barangsiapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung. (QS. at-Taghabun: 16)
Oleh karenanya,meninggalkan sesuatu “karena Allah” merupakan perkara yang sangat urgen, karena ini adalah penentu tentang terwujudnya janji Allah untuk mengganti perkara yang ditinggalkan dengan yang lebih baik.
Bukti dari hadits ini, adalah kisahpara sahabat Muhajirin yang harus meninggalkan tanah air mereka, rumah, serta harta mereka demi untuk berhijrah ke Madinah sehingga bisa beribadah kepada Allah dengan baik, tanpa di intimidasi oleh kaum musyrikin Arab. Akhirnya Allah menggantikan bagi mereka harta yang lebih banyak, kekuasaan serta kemenangan atas kaum musyrikin.Bahkan Allah jadikan mereka menguasai kembali tanah Makkah. (TafsirIbnuKatsir 4/572)
Kisah Nabi Ibrahim p\ yang harus meninggalkan kaumnya, meninggalkan kerabat dan keluarganya penyembah patung, lalu berhijrah menuju palestina. Allah pun menggantikan baginya anak-anak yang shalih. Di antaranya, Ishaq p\ yang dilahirkan oleh Sarah saat telah mencapai masa menopause.Allah ﷻ berfirman:
Maka ketika Ibrahim sudah menjauhkan diri dari mereka dan dari apa yang mereka sembah selain Allah, Kami anugerahkan kepadanya Ishaq, dan Ya’qub. Dan masing-masingnya Kami angkatmenjadi Nabi. (QS. Maryam: 49) (Tafsiras–Sirajal–Munir karya asy-Syirbini, 2/340)
Tentunya meninggalkan kerabat dan kampung halaman merupakan perkara yang berat. Akan tetapi Ibrahim p\ meninggalkannya karena Allah. (Taisiral–Karimar–Rahman hal. 494)
Begitu pula kisah tentang Ummul Mukminin Aisyah s\ yang sedang berpuasa, lalu ada seorang miskin yang meminta makanan kepadanya, sementara iatidak memiliki kecuali hanya sepotong roti. Lalu Aisyah memerintah budak wanitanya untuk memberikan sepotong roti tersebut kepada si miskin.Budaknya berkata, “Engkau bakal tidak memiliki makanan untuk berbuka puasa.”Akan tetapi Aisyah tetap memerintahnya untuk memberikan roti tersebut kepada si miskin.Ternyata tatkala sore hari, ada seseorang yang memberikan hadiah daging kambing yang sudah dimasak untuk Aisyah. (Tafsiral–Qurthubi 18/26)
Maka kenikmatan yang mulia, jika Allah menggantinya di akhirat atas ketakutan kepada-Nya di dalam melanggar keharaman, atau meninggalkan sesuatu karena mengharap ridha dari Allah, sebagaimana al-Imam Ibnu Daqiq al-’Id mengatakan, “Maka telah diketahui, bahwa seluruh isi dunia tidaklah menyamai walau sebesar biji dzarrah dari kenikmatan surga.” (Dinukil dari FathulBari oleh Imam IbnuHajar, 6/14)
Dari Mu’adz bin Anas, ia berkata,
مَنْ تَرَكَ اللِّبَاسِ تَوَاضُعًا لِلهِ وَهُوَ يَقْدِرُ عَلَيْهِ دَعَاهُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَى رُءُوسِ الْخَلاَئِقِ حَتَّى يُخَيِّرَهُ مِنْ أَىِّ حُلَلِ الإِيمَانِ شَاءَ يَلْبَسُهَا
“Barangsiapa yang meninggalkan pakaian (yang bagus) disebabkan tawadhu’ (merendahkan diri) di hadapan Allah, sedangkan ia sebenarnya mampu, niscaya Allah memanggilnya pada hari kiamat di hadapan segenap makhluk dan ia disuruh memilih jenis pakaian keimanan mana saja yang ia kehendaki untuk dikenakan.” (HR. at-Tirmidzi no. 2481 dan Ahmad 3/439. Al Hafizh Abu Thahir mengatakan, bahwa sanad hadits ini hasan)
Kedua: Banyak Mengingat Allah ﷻ
Seseorang yang banyak mengingat Allah ﷻakan lebih banyak diberikan sesuatu kepadanya daripada yang sekadar meminta. Dan mengingat Allah memiliki banyak bentuk, semisal mengingat Allah dengan berdoa, shalat, shalat malam, banyak meminta ampun, dan tunduk kepada perintah-Nya, sebagaimana Allah berfirman,
Maka aku katakan kepada mereka: “Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.” (QS. Nuh: 10-12)
Syaikh as-Sa’di mengatakan mengenai ayat di atas, “Tinggalkanlah dosa, beristighfarlah kepada Allah atas dosa yang kalian perbuat. Sungguh, Allah itu Maha Pengampun. Dosa yang begitu banyak akan dimaafkan oleh Allah. Maka hendaklah mereka segera memohon ampun pada Allah, meraih pahala dan hilanglah musibah. Allah pun akan memberikan karunia yang disegerakan di dunia dengan istighfar tersebut. Yaitu akan diturunkan hujan dengan deras dari langit, juga akan dikaruniai harta dan anak yang diharapkan. Begitu pula akan diberi karunia kebun dan sungai di antara kelezatan dunia.” (Taisir al-Karim ar-Rahman, hal. 889)
Adapun faedah istighfar dan meninggalkan dosa atau maksiat, terdapat sebuah atsar dari Hasan al-Bashri rahimahullah yang menunjukkan bagaimana faedah istighfar yang luar biasa.
أَنَّ رَجُلًا شَكَى إِلَيْهِ الْجَدْب فَقَالَ اِسْتَغْفِرْ اللهَ ، وَشَكَى إِلَيْهِ آخَر الْفَقْر فَقَالَ اِسْتَغْفِرْ اللهَ، وَشَكَى إِلَيْهِ آخَر جَفَاف بُسْتَانه فَقَالَ اِسْتَغْفِرْ اللهَ، وَشَكَى إِلَيْهِ آخَر عَدَم الْوَلَد فَقَالَ اِسْتَغْفِرْ اللهَ، ثُمَّ تَلَا عَلَيْهِمْ هَذِهِ الْآيَة
“Sesungguhnya seseorang pernah mengadukan kepada al-Hasan tentang musim paceklik yang terjadi. Lalu al-Hasan menasihatkan, ‘Beristighfarlah (mohon ampunlah) kepada Allah.’ Kemudian orang lain mengadu lagi kepada beliau tentang kemiskinannya. Al-Hasan menasihatkan, ‘Beristighfarlah kepada Allah. Kemudian orang lain mengadu kepada beliau tentang kekeringan lahan (kebunnya). Lalu al-Hasan menasihatkan, ‘Beristighfarlah kepada Allah. Orang lain mengadu lagi kepada beliau karena sampai waktu itu belum memiliki anak. Al-Hasan menasihatkan, ‘Beristighfarlah kepada Allah.’Lantas setelah itu al-Hasan al-Bashri membacakan ayat (surat Nuh) di atas.” (Riwayat ini disebutkan oleh al-Hafizh Ibnu Hajar di dalam Fathul Bari, 11/98)
Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, “Jika kalian meminta ampun (beristighfar) kepada Allah dan menaati-Nya, niscaya kalian akan mendapatkan banyak rezeki, akan diberi keberkahan hujan dari langit, juga akan diberi keberkahan dari tanah dengan tumbuhnya berbagai tanaman, dilimpahkannya air susu, dilapangkannya harta, serta dikaruniakan anak keturunan. Di samping itu, Allah juga akan memberikan pada kalian kebun-kebun dengan berbagai buah yang di tengah-tengahnya akan dialirkan sungai-sungai.” (Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim 7/388)
Ketiga: Berinfak di jalan Allah, dan Memperbanyak Sedekah
Ada beberapa nash dalam al-Qur’an maupun hadits yang menunjukkan bahwa orang yang berinfak di jalan Allah akan diganti oleh Allah di dunia serta pahala yang besar di akhirat. Firman Allah ﷻ,
Dan apa saja yang kamu infakkan, Allah akan menggantinya dan Dia-lah Pemberi rezeki yang terbaik. (QS. Saba’: 39)
Dalam menafsirkan ayat di atas, al-Hafizh Ibnu Katsir berkata, “Betapapun sedikit apa yang kamu infakkan dari yang diperintahkan Allah kepadamu dan apa yang diperbolehkan-Nya, niscaya Dia akan menggantinya untukmu di dunia, dan di akhirat engkau akan diberi pahala dan ganjaran, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits.”[1]
Malaikat akan mendoakan yang memperhatikan nafkah keluarga dan gemar sedekah agar mendapatkan ganti dan memperoleh keberkahan. Nabi ﷺbersabda,
مَا مِنْ يَوْمٍ يُصْبِحُ الْعِبَادُ فِيهِ إِلاَّ مَلَكَانِ يَنْزِلاَنِ فَيَقُولُ أَحَدُهُمَا اللَّهُمَّ أَعْطِ مُنْفِقًا خَلَفًا ، وَيَقُولُ الآخَرُ اللَّهُمَّ أَعْطِ مُمْسِكًا تَلَفًا
“Ketika hamba berada di setiap pagi, ada dua Malaikat yang turun dan berdoa, ‘Ya Allah berikanlah ganti pada yang gemar berinfak (rajin memberi nafkah pada keluarga).’ Malaikat yang lain berdoa, ‘Ya Allah, berikanlah kebangkrutan bagi yang enggan bersedekah (memberi nafkah).’” (HR. al-Bukhari no. 1442 dan Muslim no. 1010)
Doa Malaikat itu mudah terkabul, sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ,
فَمَنْ وَافَقَ تَأْمِينُهُ تَأْمِينَ الْمَلاَئِكَةِ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Siapa yang bacaan aminnya itu seiringan dengan (bacaan) amin Malaikat, maka dosanya yang lalu akan diampuni.” (HR. al-Bukhari no. 6402)
Barangsiapa yang menafkahi keluarga, kerabat, rajin pula bersedekah sunnah, maka Malaikat akan mendoakan supaya orang tersebut mendapatkan ganti. Hal ini serupa seperti yang disebutkan dalam ayat al-Qur’an,
Katakanlah: “Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki-Nya di antara para hamba-Nya dan menyempitkan bagi (siapa yang dikehendaki-Nya).” Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia-lah Pemberi rezeki yang sebaik-baiknya. (QS. Saba’: 39)
Dalam hadits qudsi, Nabi ﷺbersabda,
قَالَ اللهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى يَا ابْنَ آدَمَ أَنْفِقْ أُنْفِقْ عَلَيْكَ
“Allah Tabaraka wa Ta’ala berkata, ‘Wahai anak Adam, berinfaklah, Allah akan mengganti infakmu.” (HR. al-Bukhari no. 4684 dan Muslim no. 993)
Nikmat Allah yang Hakiki
Perlu kita ketahui bersama, bahwa nikmat harta yang Allah berikan kepada kita bukanlah tanda bahwa Dia ﷻ mencintai kita.Karena nikmat berupa harta tersebut juga Allah berikan kepada hamba-Nya yang kafir. Bahkan bisa jadi orang-orang kafir itu lebih banyak hartanya daripada kita. Oleh karena itu, Ibnul Qayyim rahimahullah menyebutkan (Ijtima’ al-Juyuusyal-Islamiyyah, hal. 6), “Bahwa nikmat harta ini sebagai sesuatu yang sifatnya nisbi semata, bukan mutlak.
Demikian pula nikmat-nikmat lain, seperti badan yang sehat, kedudukan yang tinggi di dunia, banyaknya anak dan istri yang cantik. Ketika nikmat yang sifatnya nisbi merupakan suatu bentuk istidraj bagi orang kafir yang dapat menjerumuskannya ke dalam hukuman dan adzab, maka nikmat itu seolah-olah bukanlah suatu kenikmatan. Nikmat itu justru merupakan ujian, sebagaimana istilah yang Allah berikan di dalam kitab-Nya.”
Allah ﷻ telah memerintahkan kita untuk bergembira dan berbahagia dengan karunia dan rahmat-Nya yang telah Dia berikan kepada manusia, berupa ilmu dan amal shalih.Allah ﷻ juga mengabarkan bahwa keduanya itu lebih baik dari apa yang telah kita kumpulkan di dunia ini. Allahﷻberfirman,
Katakanlah, “Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira.Karunia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” (QS. Yunus: 58)
Syaikh Abdurrahman as-Sa’di rahimahullah menjelaskan, bahwa yang dimaksud dengan “karunia Allah” dalam ayat di atas adalah al-Qur’an, yang merupakan nikmat dan karunia Allah yang paling besar serta keutamaan yang Allah berikan kepada hamba-Nya. Sedangkan yang dimaksud dengan “rahmat-Nya” adalah agama dan keimanan. Dan keduanya itu lebih baik dari apa yang kita kumpulkan berupa perhiasan dunia dan kenikmatannya. (Taisir Karim ar-Rahman, hal. 367]
[1]Tafsir Ibnu Katsir 3/595. Lihat pula; Tafsirut Tahrirwa Tanwir, di mana di dalamnya disebutkan, ‘Secara lahiriah, ayat ini menunjukkan adanya penggantian rezeki, baik di dunia maupun di akhirat’. (22/221)