سُبْحَانَ اللهِ , اَلْحَمْدُ لِلهِ , اَللهُ أَكْبَرُ “Maha Suci Allah, Segala puji hanya milik Allah, Allah Mahabesar.” Bacaan tasbih, tahmid dan takbir tersebut bisa…

Anjuran Memperbanyak Infaq dan Shadaqah
Anjuran Memperbanyak Infaq dan Shadaqah
مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِائَةُ حَبَّةٍ ۗ وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ ۗ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir: seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui. (QS al-Baqarah [2]: 261)
Harta yang kita miliki adalah milik Allah تعالى. Kelak kita akan ditanya dari mana dan untuk apa harta tersebut. Banyak manusia lupa daratan dengan harta. Mereka membelanjakannya untuk perkara yang sia-sia, bahkan merusak dirinya dan agama serta merusak umat. Maka bagaimana kita harus membelanjakan harta agar harta itu bermanfaat untuk diri kita di dunia dan di akhirat? Mari kita simak penjelasan berikut ini.
Makna Ayat Secara Umum
Ibnu Katsir رحمه الله berkata, “Allah تعالى memisalkan penggandaan pahala bagi orang yang berinfaq menuju jalan Allah تعالى dan ikhlas mencari ridha-Nya, bahwa satu kebaikan digandakan minimalnya sepuluh kali, hingga tujuh ratus kali. Infaq itu digunakan untuk ketaatan kepada Allah, untuk jihad melawan orang kafir, untuk membeli kuda dan senjata, dan lainnya. Penggandaan ini mendorong jiwa orang agar senang berinfaq karena imbalannya tujuh ratus kali. Maka berarti amal shalih seorang hamba dikembangkan oleh Allah تعالى seperti halnya penanam benih di tanah yang subur akan memetik buah yang banyak.” (Tafsir Ibn Katsir 1/691)
Makna Infaq dan Shadaqah
Infaq menurut bahasa diambil dariنفق الشيء: مضى ونفد artinya melewatkan dan melepaskan,
وإما بالفناء نحو: نفقت الدراهم تنفق وأنفقتها membelanjakan dan menghabiskan. (Mufradat Alfazhil Qur’an 2/448)
Asy-Syaikh Ibnu Asyur berkata, “Yang dimaksud dengan infaq di sini adalah infaq yang dianjurkan dalam agama. Seperti berinfaq kepada orang-orang fakir dan berinfaq di jalan Allah untuk menolong agama.” (Tafsirut Tahrir wat Tanwir 22/221)
Sementara itu, makna shadaqah (sedekah) ialah membelanjakan harta dalam rangka taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah تعالى, seperti mengeluarkan zakat. Menurut asal, shadaqah hukumnya sunnah, sedangkan zakat hukumnya wajib; memang kadang kala istilah shadaqah diperuntukkan pada yang wajib pula, seperti Allah تعالى berfirman:
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka. (QS at-Taubah [9]: 103) (Mufradat Alfazhil Qur’an 1/571)
Ibnu Katsir رحمه الله berkata, “Shadaqah ialah berbuat baik kepada manusia yang sangat membutuhkan dan orang yang lemah ekonominya, yang tidak punya pekerjaan dan yang tidak bisa bekerja, mereka memberi dari kelebihan harta mereka karena rasa taat mereka kepada Allah تعالى dan ingin berbuat baik kepada sesama manusia, mereka itu tergolong di dalam hadits tujuh orang yang dinaungi oleh Allah تعالى pada Hari Kiamat tidak ada naungan pada hari itu kecuali naungan Allah تعالى, di antaranya beliau bersabda:
« وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ فَأَخْفَاهَا حَتَّى لَا تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ »
“Seorang yang bershadaqah dengan menyembunyikannya hingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfaqkan oleh tangan kanannya.” (HR al-Bukhari 2/517) (Tafsir Ibnu Katsir 6/418)
Harta Itu Fitnah dan Ujian
Maksudnya, harta bukan kenikmatan murni sehingga manusia bebas membelanjakannya menurut hawa nafsunya, tetapi harta sedikit dan banyak adalah ujian dan cobaan untuk diketahui siapa yang menggunakannya untuk kebaikan dunia dan akhiratnya, atau sebaliknya mencelakakan dirinya. Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
« إِنَّ لِكُلِّ أُمَّةٍ فِتْنَةً وَفِتْنَةُ أُمَّتِي الْمَالُ »
“Sesungguhnya pada setiap umat itu terdapat fitnah. Fitnah umatku adalah harta.” (HR Muslim 3/93)
Dari Ibnu Mas’ud رضي الله عنه dia berkata: Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
« لَا تَزُولُ قَدَمُ ابْنِ آدَمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ عِنْدِ رَبِّهِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ خَمْسٍ عَنْ عُمُرِهِ فِيمَ أَفْنَاهُ وَعَنْ شَبَابِهِ فِيمَ أَبْلَاهُ وَمَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَ أَنْفَقَهُ وَمَاذَا عَمِلَ فِيمَا عَلِمَ »
“Tidaklah kedua telapak kaki seorang hamba—melangkah—di sisi Allah pada Hari Kiamat hingga ia ditanya mengenai lima perkara: Tentang umurnya, untuk apa dihabiskannya? Masa mudanya, digunakan untuk apa? Hartanya, dari mana ia mendapatkannya dan untuk apa ia membelanjakannya? Dan, apa yang telah ia amalkan dari apa yang dia ketahui (dari ilmunya)?” (HR at-Tirmidzi 4/612, dinyatakan shahih oleh al-Albani dalam ash-Shahihah: 946)
Mengapa Kita Wajib Berinfaq
Infaq dan shadaqah adalah bagian dari rukun Islam yang wajib ditunaikan oleh kaum muslimin dan muslimat menurut kemampuannya masing-masing. Allah تعالى berfirman:
لِيُنْفِقْ ذُو سَعَةٍ مِنْ سَعَتِهِ ۖ وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنْفِقْ مِمَّا آتَاهُ اللَّهُ ۚ
Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. (QS ath-Thalaq [65]: 7)
Allah تعالى berfirman:
وَالَّذِينَ فِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ مَعْلُومٌ لِلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ
Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu, bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta). (QS al-Ma’arij [70]: 24–25)
Infaq bukan hanya diwajibkan untuk orang yang kaya. Orang miskin pun bila punya kelebihan hendaknya juga berinfaq. Dari Abu Hurairah رضي الله عنه, Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
يَا نِسَاءَ اَلْمُسْلِمَاتِ ! لَا تَحْقِرَنَّ جَارَةٌ لِجَارَتِهَا وَلَوْ فِرْسِنَ شَاةٍ
“Wahai kaum muslimat, janganlah sekali-kali seorang wanita meremehkan pemberian tetangganya walaupun hanya berupa ujung kaki kambing.” (HR al-Bukhari 2/907)
Orang yang berinfaq pada hakikatnya dia berbuat baik untuk dirinya sendiri, sekalipun hartanya secara lahir pindah kepada orang lain. Demikian pula sebaliknya, orang yang bakhil pada dasarnya dia merugikan dirinya sendiri karena harta apabila tidak diinfaqkan fi sabilillah akan dibelanjakan kepada hal yang sia-sia dan hal yang haram. Allah تعالى berfirman:
هَا أَنْتُمْ هَٰؤُلَاءِ تُدْعَوْنَ لِتُنْفِقُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَمِنْكُمْ مَنْ يَبْخَلُ ۖ وَمَنْ يَبْخَلْ فَإِنَّمَا يَبْخَلُ عَنْ نَفْسِهِ ۚ
Ingatlah, kamu ini orang-orang yang diajak untuk menafkahkan (hartamu) pada jalan Allah. Maka di antara kamu ada orang yang kikir, dan siapa yang kikir sesungguhnya dia hanyalah kikir terhadap dirinya sendiri. (QS Muhammad [47]: 38)
Kita harus menafkahkan harta kita menuju jalan Allah karena kita di dunia tidak mampu menghabiskan semua harta yang kita miliki. Berapakah ukuran rumah untuk kebutuhan istirahat kita? Berapa liter atau kilogram beras yang kita butuhkan? Berapa helai baju yang kita butuhkan? Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
يَقُولُ ابْنُ آدَمَ مَالِي مَالِي وَهَلْ لَكَ مِنْ مَالِكَ إِلَّا مَا تَصَدَّقْتَ فَأَمْضَيْتَ أَوْ أَكَلْتَ فَأَفْنَيْتَ أَوْ لَبِسْتَ فَأَبْلَيْتَ
“Anak Adam berkata, ‘Ini hartaku, ini hartaku’, padahal tidaklah kamu memiliki harta melainkan yang kamu shadaqahkan, yang sudah engkau serahkan, atau yang kamu makan yang sudah habis, dan pakaian yang kamu pakai yang sudah usang.” (HR Muslim 4/2273)
Bahkan kalau kita tinjau penyakit manusia di dunia, penyebabnya ialah urusan dunia, karena makanan juga. Bukankah penyakit gula, darah tinggi, asam urat, kolesterol penyebabnya karena kelebihan makanan?
Ketika kita di dunia tidak mampu menghabiskan harta yang kita miliki, apakah ketika kita meninggal dunia, kita mampu membawanya ke alam barzakh? Dari Anas ibn Malik رضي الله عنه dia berkata, “Rasulullah صلى الله عليه وسلم telah bersabda:
يَتْبَعُ الْمَيِّتَ ثَلَاثَةٌ فَيَرْجِعُ اثْنَانِ وَيَبْقَى وَاحِدٌ يَتْبَعُهُ أَهْلُهُ وَمَالُهُ وَعَمَلُهُ فَيَرْجِعُ أَهْلُهُ وَمَالُهُ وَيَبْقَى عَمَلُهُ.
‘Ada tiga hal yang akan mengiringi mayat ke liang kubur, yang dua akan kembali pulang dan yang satu akan tetap bersamanya. Sesungguhnya mayat itu akan diiringi keluarga, harta, dan amal perbuatannya menuju liang kuburnya. Keluarga dan hartanya akan kembali ke rumah, sedangkan amal perbuatannya akan tetap tinggal menemaninya.” (HR Muslim 8/211)
Tujuan Orang Berinfaq
Tidak semua orang membelanjakan hartanya menuju kepada kebaikan dirinya dan orang lain, tetapi terkadang untuk perkara yang sia-sia, tidak berguna bagi dunia dan akhiratnya, bahkan merusak agama Islam dan orang lain. Orang berinfaq ada dua tujuan:
Pertama: Untuk membela agama Allah
Inilah yang dianjurkan oleh Allah تعالى dan Rasul-Nya. Adapun dalilnya ialah penjelasan ayat di atas dan juga firman Allah تعالى:
لَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ثُمَّ لَا يُتْبِعُونَ مَا أَنْفَقُوا مَنًّا وَلَا أَذًى ۙ لَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima), mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (QS al-Baqarah [2]: 262)
Berinfaq untuk membela agama Allah تعالى maksudnya membelanjakannya untuk perkara yang diperintahkan dan diridhai oleh Allah تعالى, misalnya menafkahi istri, anak, dan keluarga, menyantuni fakir miskin, janda, anak yatim, membangun masjid, sarana pendidikan, membeli senjata dan bekal perang, dan lainnya.
Kedua: Untuk merusak agama Allah
Yang dimaksud merusak agama Allah تعالى, seperti membelanjakan harta untuk mengembangkan amalan syirik, bid’ah, menghalangi dakwah Sunnah, dan kemaksiatan lainnya. Kita berlindung kepada Allah تعالى dari perbuatan yang dimurkai ini. Allah تعالى berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ لِيَصُدُّوا عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ ۚ فَسَيُنْفِقُونَهَا ثُمَّ تَكُونُ عَلَيْهِمْ حَسْرَةً ثُمَّ يُغْلَبُونَ ۗ وَالَّذِينَ كَفَرُوا إِلَىٰ جَهَنَّمَ يُحْشَرُونَ
Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu, menafkahkan harta mereka untuk menghalangi (orang) dari jalan Allah. Mereka akan menafkahkan harta itu, kemudian menjadi sesalan bagi mereka, dan mereka akan dikalahkan. Dan ke dalam neraka Jahannamlah orang-orang yang kafir itu dikumpulkan. (QS al-Anfal [8]: 36)
Ibnu Katsir رحمه الله berkata, “Diriwayatkan oleh para tabi’in bahwa ayat ini turun pada saat Abu Sufyan رضي الله عنه (ketika belum masuk Islam) ia membelanjakan hartanya pada saat Perang Uhud untuk memerangi Rasulullah صلى الله عليه وسلم.” (Tafsir Ibnu Katsir 4/53)
Kapan Berinfaq Meraih Pahala yang Banyak?
Tidak pada semua waktu orang berinfaq menerima pahala yang sama, karena infaq berhubungan dengan amalan hati dan kondisi serta situasi yang dihadapi.
• Dari Abu Hurairah رضي الله عنه dia berkata: Seorang lelaki mendatangi Rasulullah صلى الله عليه وسلم dan bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah shadaqah yang paling baik?” Beliau menjawab:
أَنْ تَصَدَّقَ وَأَنْتَ صَحِيحٌ شَحِيحٌ تَخْشَى الْفَقْرَ وَتَأْمُلُ الْغِنَى وَلَا تُمْهِلَ حَتَّى إِذَا بَلَغَتْ الْحُلْقُومَ قُلْتَ لِفُلَانٍ كَذَا وَلِفُلَانٍ كَذَا أَلَا وَقَدْ كَانَ لِفُلَانٍ
“Kamu bershadaqah ketika kamu sehat, lagi kikir, kamu takut menjadi miskin dan ingin kaya. Janganlah kamu menunda-nunda shadaqah hingga ajalmu telah sampai di tenggorokan, sehingga saat itu kamu akan berkata, ‘Berikanlah kepada si fulan begini dan kepada si fulan begitu’, dan ingatlah sedangkan hartanya ketika itu memang untuk si fulan.” (HR Muslim 3/93)
Ibnu Baththal رحمه الله berkata, “Hadits ini menunjukkan beramal kebaikan tatkala pelakunya merasa berat mengamalkannya, bertambah besar pula pahalanya, karena orang yang sehat dan punya sifat kikir, takut kelaparan, dan bercita-cita menjadi orang kaya tentu dia berat mengeluarkan infaq, dia dibisiki oleh setan sepanjang hidupnya, maka barangsiapa yang berinfaq dalam kondisi demikian dia mendapatkan pahala yang cukup besar karena dia melawan hawa nafsunya. Berbeda dengan orang yang mengeluarkan shadaqah karena dia takut diancam apabila tidak mengeluarkannya.” (Syarh Ibn Baththal 5/465)
Adapun dalil bahwa derajat pahala orang yang berinfaq tidak sama, Allah تعالى berfirman:
وَمَا لَكُمْ أَلَّا تُنْفِقُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلِلَّهِ مِيرَاثُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۚ لَا يَسْتَوِي مِنْكُمْ مَنْ أَنْفَقَ مِنْ قَبْلِ الْفَتْحِ وَقَاتَلَ ۚ أُولَٰئِكَ أَعْظَمُ دَرَجَةً مِنَ الَّذِينَ أَنْفَقُوا مِنْ بَعْدُ وَقَاتَلُوا ۚ وَكُلًّا وَعَدَ اللَّهُ الْحُسْنَىٰ ۚ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
Tidak sama di antara kamu orang yang menafkahkan (hartanya) dan berperang sebelum penaklukan (Mekah). Mereka lebih tinggi derajatnya daripada orang-orang yang menafkahkan (hartanya) dan berperang sesudah itu. Allah menjanjikan kepada masing-masing mereka (balasan) yang lebih baik. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS al-Hadid [57]: 10)
Demikianlah, bahwa pahala orang yang berinfaq bertambah banyak pada saat jiwa manusia dilanda hatinya perasaan kikir, bercita-cita ingin kaya, dan pada saat memiliki ambisi duniawi.
• Pahalanya banyak sekali bila menginfaqkan harta yang paling disukai dan berat hati untuk melepaskannya. Allah تعالى berfirman:
لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّىٰ تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ
Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. (QS Ali ’Imran [3]: 92)
• Menginfaqkan harta kepada kerabatnya yang terdekat, misal kepada istri, anak, dan kerabat lain yang menjadi tanggungannya. Abu Hurairah رضي الله عنه berkata: Nabi صلى الله عليه وسلم berkata:
خَيْرُ الصَّدَقَةِ مَا كَانَ عَنْ ظَهْرِ غِنًى وَابْدَأْ بِمَنْ تَعُولُ
“Shadaqah yang paling baik adalah memberikan harta sisa dari orang yang sudah cukup (untuk kebutuhan dirinya). Maka mulailah untuk orang-orang yang menjadi tanggunganmu.” (HR al-Bukhari 5/218)
Abu Qilabah berkata, “Tidak ada pahala seseorang yang lebih besar daripada berinfaq untuk keluarganya yang masih kecil sehingga ia melepaskan mereka dari kemiskinan.” (Syarh Muslim 3/78)
• Bila menginfaqkan harta sebelum dia meninggal dunia. Silakan baca surat al-Munafiqun [63]: 10.
• Segera berinfaq sebelum datang waktu tertolaknya infaq. Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
« تَصَدَّقُوا فَإِنَّهُ يَأْتِي عَلَيْكُمْ زَمَانٌ يَمْشِى الرَّجُلُ بِصَدَقَتِهِ ، فَلَا يَجِدُ مَنْ يَقْبَلُهَا يَقُولُ الرَّجُلُ لَوْ جِئْتَ بِهَا بِالأَمْسِ لَقَبِلْتُهَا ، فَأَمَّا الْيَوْمَ فَلَا حَاجَةَ لِي بِهَا »
“Bershadaqahlah kalian, sebab akan datang kepada manusia suatu zaman yang ketika itu seseorang berjalan membawa shadaqahnya namun dia tidak menemukan seseorang yang mau menerima shadaqahnya. Lalu orang yang hendak diberi shadaqah berkata, ‘Seandainya engkau memberikan kepadaku kemarin, tentu aku menerimanya. Sekarang aku tidak lagi memerlukannya.’” (HR al-Bukhari: 6587)
Alhamdulillah, sekarang kita masih menjumpai saudara kita yang membutuhkan dana untuk membangun ma’had (pondok pesantren), masjid, menyantuni anak yatim, menyantuni pada ustadz yang kekurangan nafkah, janda, membantu pemuda yang belum mampu menikah, dan kebutuhan kaum muslimin lainnya.
Keuntungan Orang yang Berinfaq Fi Sabilillah
Orang yang berinfaq menuju jalan Allah تعالى tentu mendapatkan keuntungan yang besar di dunia dan di akhiratnya, karena tidaklah orang yang yang mengamalkan yang wajib dan yang sunnah melainkan pasti memperoleh kebahagiaan.
1. Adapun keuntungan di dunia di antaranya:
a. Penyebab datangnya rezeki
Dari Abu Darda’ رضي الله عنه ia berkata: Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
« ابْغُونِي الضُّعَفَاءَ فَإِنَّمَا تُرْزَقُونَ وَتُنْصَرُونَ بِضُعَفَائِكُمْ »
“Kumpulkan untukku orang-orang lemah, karena sesungguhnya kalian dikaruniai rezeki dan kemenangan disebabkan membantu orang-orang lemah kalian.” (Shahih. HR Abu Dawud no. 2594)
Dari Abu Hurairah رضي الله عنه: Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
قَالَ اللهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى يَا ابْنَ آدَمَ أَنْفِقْ أُنْفِقْ عَلَيْكَ
“Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman, ‘Hai manusia, berinfaqlah, niscaya Aku akan berinfaq kepadamu.’” (HR Muslim 3/77)
b. Dido’akan oleh malaikat agar memperoleh tambahan rezeki
Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
« مَا مِنْ يَوْمٍ يُصْبِحُ الْعِبَادُ فِيهِ إِلَّا مَلَكَانِ يَنْزِلَانِ فَيَقُولُ أَحَدُهُمَا اللهم أَعْطِ مُنْفِقًا خَلَفًا ، وَيَقُولُ الآخَرُ اللهم أَعْطِ مُمْسِكًا تَلَفًا ».
“Tidaklah para hamba berada di pagi hari kecuali di dalamnya terdapat dua malaikat yang turun. Salah satunya berdo’a, ‘Ya Allah, berikanlah kepada orang yang berinfaq ganti (dari apa yang ia infaqkan).’ Sementara itu, yang lain berkata, ‘Ya Allah, berikanlah kepada orang yang menahan (hartanya) kebinasaan (hartanya).’” (HR al-Bukhari 5/419)
Dalam hadits yang mulia ini, Nabi صلى الله عليه وسلم mengabarkan bahwa terdapat malaikat yang berdo’a setiap hari kepada orang yang berinfaq agar diberikan ganti oleh Allah. Maksudnya—sebagaimana yang dikatakan oleh al-Mulla Ali al-Qari—adalah ganti yang besar. Yakni ganti yang baik, atau ganti di dunia dan ganti di akhirat. Hal itu berdasarkan firman Allah (yang artinya): “Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan maka Dialah yang akan menggantinya. Dan Dialah sebaik-baik Pemberi rezeki.” (QS Saba’ [34]: 39)
Dan diketahui secara umum bahwa do’a malaikat adalah dikabulkan (Umdatul Qari 8/307).
Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
« مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ »
“Tidaklah berkurang harta yang dishadaqahkan.” (HR Muslim 8/21)
Allah تعالى menggantinya di dunia dengan yang lebih baik. Allah تعالى berfirman:
وَمَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهُ ۖ وَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ
Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan maka Allah akan menggantinya dan Dialah Pemberi rezeki yang sebaik-baiknya. (QS Saba’ [34]: 39)
c. Diampuni dosanya
Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
« وَالصَّدَقَةُ تُطْفِئُ الْخَطِيئَةَ كَمَا يُطْفِئُ الْمَاءُ النَّارَ »
“Shadaqah itu dapat menghapuskan dosa sebagaimana air dapat memadamkan api.” (HR Ibnu Majah: 3973)
Allah تعالى berfirman:
الشَّيْطَانُ يَعِدُكُمُ الْفَقْرَ وَيَأْمُرُكُمْ بِالْفَحْشَاءِ ۖ وَاللَّهُ يَعِدُكُمْ مَغْفِرَةً مِنْهُ وَفَضْلًا ۗ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
Setan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir); sedang Allah menjanjikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui. (QS al-Baqarah [2]: 268)
Al-Qadhi Ibnu Athiyah menafsirkan ayat ini berkata, “Maghfirah (ampunan Allah) adalah janji Allah تعالى bahwa Dia akan mengampuni kesalahan segenap hamba-Nya di dunia dan di akhirat. Sedangkan al-fadhl (karunia) adalah rezeki yang luas di dunia, serta pemberian nikmat di akhirat, dengan segala apa yang telah dijanjikan Allah تعالى.” (al-Muharrarul Wajiz 2/329)
d. Orang yang sering bershadaqah dicintai oleh Allah تعالى dan insya Allah meninggal dunia dalam keadaan husnul khatimah.
Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
« إن الصدقَةَ تُطْفِئُ غَضَبَ الرَّبِّ ، وتَدْفَعُ مِيتَة السُّوءِ »
“Sesungguhnya shadaqah itu dapat memadamkan kemarahan Allah, dan membedung kematian yang buruk.” (HR at-Tirmidzi, dinyatakan shaih oleh al-Albani dalam Jami’ul Ushul 1/7344)
e. Orang yang berinfaq telah menjalin hubungan baik antara sesama muslim.
Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
« تَهَادُوْا تَحَابُّوا »
“Saling memberi hadiahlah kamu sekalian, agar kalian saling mencintai.” (HR al-Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad dan Abu Ya’la dengan sanad hasan)
2. Adapun keuntungan di akhirat di antaranya:
a. Orang yang membelanjakan hartanya fi sabilillah bukan hanya mendapatkan keuntungan di dunia, melainkan lebih dari itu mendapatkan kebaikan yang banyak di akhirat kelak.
Al-Imam Muslim رحمه الله berkata: Seekor unta yang dishadaqahkan fi sabilillah mendapatkan pahala di akhiratnya semisal tujuh ratus ekor unta.
عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ الْأَنْصَارِيِّ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ بِنَاقَةٍ مَخْطُومَةٍ فَقَالَ هَذِهِ فِي سَبِيلِ اللهِ فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم « لَكَ بِهَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ سَبْعُ مِائَةِ نَاقَةٍ كُلُّهَا مَخْطُومَةٌ »
Dari Abu Mas’ud al-Anshari رضي الله عنه, dia berkata, “Pada suatu ketika ada seorang lelaki yang datang dengan menuntun seekor unta yang telah mempunyai tali kendali, seraya berkata, ‘Saya serahkan unta ini untuk dimanfaatkan di jalan Allah.’ Kemudian Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda, ‘Mudah-mudahan pada Hari Kiamat, kamu akan memperoleh balasan tujuh ratus ekor unta yang sama seperti ini.’” (HR Muslim 6/41)
Demikian juga infaq berupa mobil untuk sarana dakwah akan digandakan pula pahalanya di akhirat kelak. Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
« وَمَنْ أَنْفَقَ نَفَقَةً فاضلة في سبيل الله فَبِسَبْع مئة ضعف »
“Barangsiapa yang benar-benar berinfaq atas kelebihan hartanya untuk membela agama Allah maka digandakan tujuh ratus kali.” (at-Ta’liqatul Hisan ’an Shahihi Ibni Hibban oleh al-Albani 9/26)
b. Orang yang membantu janda baik dengan menikahinya atau memberikan nafkah, dia meraih pahala seperti orang yang jihad membela Islam.
Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
« السَّاعِى عَلَى الأَرْمَلَةِ وَالْمِسْكِينِ كَالْمُجَاهِدِ فِي سَبِيلِ اللهِ ، أَوِ الْقَائِمِ اللَّيْلَ الصَّائِمِ النَّهَارَ »
“Orang yang membantu para janda dan orang-orang miskin seperti orang yang berjihad di jalan Allah atau seperti orang yang salat malam yang berpuasa siang hari.” (HR al-Bukhari no. 4934)
c. Orang yang mengasuh fisik dan agamanya anak yatim dijamin masuk Surga.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ صلى الله عليه وسلم « كَافِلُ الْيَتِيمِ لَهُ أَوْ لِغَيْرِهِ أَنَا وَهُوَ كَهَاتَيْنِ فِي الْجَنَّةِ »
Dari Abu Hurairah رضي الله عنه dia berkata: Rasulullah صلى الله عليه وسلم telah bersabda, “Pengasuh anak yatim, anaknya sendiri ataupun anak orang lain, aku dan dia seperti dua jari ini di Surga kelak.” (Malik memperagakan jari telunjuk dan jari tengahnya). (HR Muslim 8/8)
d. Orang yang membantu kerabatnya yang miskin akan mendapatkan dua pahala, pahala shadaqahnya dan pahala silaturrahim.
Dari Salam ibn Amir رضي الله عنه, Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
« إِنَّ الصَّدَقَةَ عَلَى الْمِسْكِينِ صَدَقَةٌ وَعَلَى ذِي الرَّحِمِ اثْنَتَانِ صَدَقَةٌ وَصِلَةٌ »
“Sesungguhnya shadaqah kepada orang miskin adalah shadaqah, dan kepada sanak kerabat ada dua pahala, shadaqah dan menyambung tali kerabat.” (HR an-Nasa’i 5/96 dinyatakan shahih oleh al-Albani dalam al-Misykah 1/437)
e. Keutamaan orang yang membelanjakan hartanya untuk memerdekakan budak, atau melepaskan tawanan umat Islam akan dijauhkan dari siksa Neraka.
Abu Hurairah رضي الله عنه dia berkata: Aku mendengar Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
« مَنْ أَعْتَقَ رَقَبَةً مُؤْمِنَةً أَعْتَقَ اللهُ بِكُلِّ عُضْوٍ مِنْهُ عُضْوًا مِنْ النَّارِ حَتَّى يُعْتِقَ فَرْجَهُ بِفَرْجِهِ »
“Barangsiapa memerdekakan budak yang beriman, maka Allah akan membebaskan tubuhnya dari Neraka sebagaimana dia telah memerdekakan bagian-bagian tubuh budak tersebut. Bahkan Allah akan membebaskan kemaluannya sebagaimana dia telah membebaskan kemaluan budak tersebut.” (HR Muslim 4/217)
f. Orang yang menggunakan harganya untuk umrah dan haji atau mengumrahkan dan menghajikan orang lain diampuni dosanya dan masuk Surga.
Abu Hurairah رضي الله عنه berkata: Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda:
« الْعُمْرَةُ إِلَى الْعُمْرَةِ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُمَا وَالْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلَّا الْجَنَّةُ »
“Umrah demi umrah berikutnya menjadi penghapus dosa antara keduanya dan haji mabrur tidak ada balasannya kecuali Surga.” (HR al-Bukhari no. 1650)
g. Orang yang membangun masjid akan dibangunkan rumah di Surga.
Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda:
« مَنْ بَنَى مَسْجِدًا يَبْتَغِي بِهِ وَجْهَ اللهِ بَنَى اللهُ لَهُ مِثْلَهُ فِي الْجَنَّةِ »
“Siapa saja yang membangun masjid karena mengharapkan ridha Allah, maka Allah akan membangun untuknya yang seperti itu di Surga.” (HR al-Bukhari no. 431)
h. Orang yang mewakafkan sebagian hartanya untuk kepentingan agama Allah, pahalanya mengalir walaupun orangnya telah meninggal dunia.
Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
« إِذَا مَاتَ الإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ إِلَّا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ »
“Apabila manusia wafat, maka terputuslah amalnya kecuali tiga: shadaqah jariah, ilmu yang dimanfaatkan, dan anak shalih (baik laki-laki maupun perempuan) yang mendo’akannya.” (HR Muslim: 4310)
Kedermawanan Rasulullah صلى الله عليه وسلم
Rasulullah صلى الله عليه وسلم adalah suri teladan yang paling baik dalam segala urusan hidup manusia. Beliau butuh makan dan minum dan kebutuhan keluarga lainnya sebagaimana kita membutuhkannya, tetapi beliau memiliki sifat dermawan, membantu orang yang tidak mampu, mendahulukan kebutuhan umatnya daripada dirinya sendiri. Di antara bukti kedermawanan beliau, beliau meninggal dunia tidak meninggalkan harta, padahal beliau pemimpin umat Islam.
Amr ibn al-Harits رضي الله عنه berkata, “Rasulullah صلى الله عليه وسلم tidak meninggalkan dinar dan dirham, hamba sahaya laki-laki dan perempuan kecuali hanya keledainya yang berwarna putih yang biasa beliau naiki juga senjatanya serta tanah yang beliau berikan sebagai shadaqah di jalan Allah.” (Shahih al-Bukhari no. 4102)
Di antara kedermawanan beliau yang sangat menarik, beliau tidak memiliki ambisi duniawi. Dari Abu Hurairah رضي الله عنه, Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
« مَا يَسُرُّنِي أَنَّ لِي أُحُدًا ذَهَبًا تَأْتِي عَلَيَّ ثَالِثَةٌ وَعِنْدِي مِنْهُ دِينَارٌ إِلَّا دِينَارٌ أَرْصُدُهُ لِدَيْنٍ عَلَيَّ »
“Aku tidak merasa gembira seandainya aku memiliki emas sebesar Gunung Uhud, jika pada hari ketiga masih tersisa satu dinar yang aku persiapkan untuk membayar hutangku.” (HR Muslim 3/75)
Ibnu Abbas رضي الله عنهما berkata, “Rasulullah صلى الله عليه وسلم adalah orang yang paling dermawan dalam hal kebaikan. Beliau lebih dermawan lagi pada bulan Ramadhan.” (HR Muslim no. 4268)
Abu Hurairah رضي الله عنه berkata, “Ketika Allah تعالى telah membukakan kemenangan kepada beliau (Rasulullah صلى الله عليه وسلم) di berbagai negeri, beliau bersabda:
« أَنَا أَوْلَى بِالْمُؤْمِنِينَ مِنْ أَنْفُسِهِمْ فَمَنْ تُوُفِّيَ مِنْ الْمُؤْمِنِينَ فَتَرَكَ دَيْنًا فَعَلَيَّ قَضَاؤُهُ وَمَنْ تَرَكَ مَالًا فَلِوَرَثَتِهِ »
“Aku lebih utama menjamin untuk orang-orang beriman dibandingkan diri mereka sendiri, maka siapa yang meninggal dunia dari kalangan kaum mukminin lalu meninggalkan hutang, akulah yang wajib membayarnya dan siapa yang meninggalkan harta maka harta itu untuk ahli warisnya.” (HR al-Bukhari no. 2133)
Aisyah رضي الله عنها berkata, “Rasulullah صلى الله عليه وسلم tidak meninggalkan satu dinar dan dirham pun, tidak juga seekor kambing atau pun unta serta tidak pula berwasiat dengan sesuatu.” (HR Muslim no. 3087)
Semoga keterangan singkat ini dapat membangkitkan diri penulis dan ikhwan dan akhwat untuk berinfaq menuju jalan yang diridhai Allah تعالى dan semoga Allah تعالى berkenan menerima amal baik kita semua.
Disusun oleh Al-Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron, Lc