Bilakah Pohon Iman di Hati Berbuah Manis?

Oleh: Ust. Abdulloh Taslim al-Buthoni, M.A.

 

Pohon iman di hati berbuah manis? Bagaimana mungkin itu terjadi dan seperti apa rasanya?

Untuk menjawab pertanyaan di atas, marilah kita renungkan makna beberapa hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi was salam berikut:

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi was salam bersabda, “Ada tiga sifat, barangsiapa yang memilikinya maka dia akan merasakan manisnya iman; menjadikan Allah dan Rasul-Nya lebih dicintai daripada (siapa pun) selain keduanya, mencintai orang lain semata-mata karena Allah, dan merasa benci (enggan) untuk kembali kepada kekafiran setelah diselamatkan oleh Allah sebagaimana enggan untuk dilemparkan ke dalam api.”[1]

Al-Abbas bin Abdil Muththalib Radhiallahu “anhu pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi was salam bersabda, “Akan merasakan kelezatan/kemanisan iman, orang yang ridha kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai Rabbnya dan Islam sebagai agamanya serta Muhammad Shallallahu ‘alaihi was salam sebagai Rasulnya.[2]

Dua hadits di atas, paling tidak, memberikan gambaran jelas bahwa pohon iman di hati orang mukmin, jika pertumbuhannya benar dan sempurna, niscaya pohon itu akan menghasilkan buah yang indah dengan rasa yang lezat, dan ini dapat dirasakan oleh orang-orang yang beriman secara nyata dan hakiki.

Imam an-Nawawi ketika menjelaskan makna hadits yang kedua di atas berkata, “Orang yang tidak menghendaki selain (ridha) Allah, dan tidak menempuh selain jalan agama Islam, serta tidak melakukan ibadah kecuali dengan apa yang sesuai dengan syariat (yang dibawa oleh) Rasulullah, tidak diragukan lagi bahwa barangsiapa yang memiliki sifat ini, niscaya manisnya iman akan masuk ke dalam hatinya, sehingga dia bisa merasakan manis dan kelezatan iman tersebut (secara nyata).”[3]

 

PERUMPAMAAN IMAN DALAM AL-QUR’AN

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

Tidakkah kamu kamu perhatikan bagaimana Allah membuat perumpamaan kalimat yang baik (iman) seperti pohon yang baik, akarnya menancap kuat (ke dalam tanah) dan cabangnya (menjulang) ke langit. Pohon itu menghasilkan buahnya pada setiap saat dengan izin Rabbnya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat. (QS. Ibrahim: 24-25)

Syaikh Abdurrahman as-Sa’di berkata, “(Dalam ayat ini) Allah mempermisalkan kalimat iman, yang merupakan sebaik-baik kalimat, dengan sebaik-baik pohon yang mempunyai ciri-ciri mulia; akarnya (menancap) kuat (ke dalam tanah), pertumbuhannya berkesinambungan dan buah-buahnya (yang manis) senantiasa ada di setiap musim, untuk memberikan berbagai macam manfaat dan hasil yang baik bagi pemiliknya maupun orang lain. Pohon iman di hati orang-orang yang beriman berbeda-beda (pertumbuhan dan kesuburannya), sesuai dengan perbedaan sifat-sifat mulia yang Allah terangkan tentang pohon ini. Maka seorang hamba yang mendapatkan taufik (dari Allah) akan selalu berusaha untuk mengetahui tentang pohon iman ini, ciri-ciri agungnya, akar dan cabang-cabangnya, serta berusaha untuk merealisasikannya dalam ilmu dan amal. Karena sesungguhnya bagian kebaikan, keberuntungan dan kebahagiaan dunia akhirat bagi seorang hamba adalah sesuai dengan perhatiannya terhadap (pertumbuhan) pohon iman ini.”[4]

Dalam ayat ini Allah Subhanahu wa Ta’ala membuat perumpamaan tentang iman di dalam hati dengan pohon baik yang terlihat secara kasat mata, untuk memudahkan kita memahami perkara yang paling penting dalam agama ini, agar kita bisa mengamalkannya dengan benar. Inilah sisi keindahan dan kemudahan yang Allah Subhanahu wa Ta’ala jadikan pada petunjuk-Nya. (QS. al-Qamar: 17)

Adapun penjelasan yang lebih rinci tentang makna perumpamaan dalam ayat ini, Ibnul Qayyim berkata, “Allah Subhanahu wa Ta’ala memperumpamakan kalimat thayyibah (kalimat yang baik/iman dan tauhid) dengan pohon yang baik, karena kalimat yang baik akan membuahkan amal shalih, sebagaimana pohon yang baik menghasilkan buah yang bermanfaat.

Makna ini jelas sekali berdasarkan pendapat mayoritas ahli tafsir yang mengatakan, bahwa (makna) kalimat yang baik adalah (kalimat) syahadat laa ilaaha illallaah (tidak ada sembahan yang benar selain Allah). Sesungguhnya kalimat tauhid ini akan membuahkan semua amal shalih, lahir dan batin. Maka semua amal shalih yang diridhai oleh Allah adalah buah dari kalimat ini.

Dalam penafsiran (riwayat) Ali bin Abi Thalhah, Abdullah bin Abbas berkata, ‘Kalimat yang baik adalah (kalimat) syahadat laa ilaaha illallaah. Seperti pohon yang baik, yaitu seorang yang beriman. Akarnya menancap kuat (ke dalam tanah), yaitu kalimat laa ilaaha illallaah di dalam hati orang yang beriman. Dan cabangnya (menjulang) ke langit, (yaitu) dengan kalimat laa ilaaha illallaah amal seorang mukmin akan diangkat ke langit (diterima oleh Allah).’

Ar-Rabi’ bin Anas berkata, ‘Kalimat yang baik adalah peumpamaan (bagi) keimanan, karena keimanan adalah pohon yang baik, akarnya yang kuat dan tidak rapuh adalah keikhlasan di dalamnya, dan cabangnya (menjulang) ke langit adalah rasa takut kepada Allah.’

Berdasarkan penafsiran ini, maka perumpamaan dalam ayat ini lebih jelas, tepat dan sesuai. Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala menganalogikan pohon tauhid (iman) di hati dengan pohon terbaik, yang akarnya kuat dan cabangnya menjulang ke langit, serta selalu menghasilkan buah setiap saat.

Tatkala Anda memperhatikan perumpamaan ini, maka Anda akan melihatnya sangat sesuai dengan pohon tauhid (iman) yang menancap kuat di dalam hati dan cabang-cabangnya yang berupa amal shalih selalu naik ke langit. Pohon ini senantiasa membuahkan amal-amal shalih setiap saat, sesuai dengan keteguhannya di dalam hati, kecintaan hati kepadanya, keikhlasannya, pengetahuan tentang hakikatnya, selalu memperhatikan dan menjaga hak-haknya.”[5]

 

HIKMAH DISERUPAKANNYA IMAN DENGAN POHON YANG TUMBUH DI BUMI

Secara umum, Allah membuat banyak perumpamaan dalam al-Qur’an untuk memudahkan manusia memahami dan merenungkan petunjuk-Nya, kemudian mengambil pelajaran dan mengamalkan petunjuk tersebut. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buatkan untuk manusia; dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu. (QS. al-‘Ankabut: 43)

Syaikh as-Sa’di berkata, “Hal ini disebabkan karena perumpamaan-perumpamaan yang dibuat oleh Allah dalam al-Qur’an hanyalah untuk (menjelaskan) perkara-perkara yang sangat penting, tuntutan-tuntutan (dalam Islam) yang tinggi dan masalah-masalah yang agung. Maka orang-orang yang berilmu mengetahui bahwa perumpamaan-perumpamaan ini lebih penting daripada yang lain, karena Allah memberikan perhatian besar kepadanya dan memotivasi hamba-Nya untuk memahami dan merenunginya, sehingga orang-orang yang berilmu mencurahkan segenap kesungguhan mereka untuk memahaminya.

Adapun orang yang tidak memahami perumpamaan-perumpamaan yang sangat penting ini, maka ini menunjukkan bahwa dia bukanlah termasuk orang-orang yang berilmu. Karena jika dia tidak memahami masalah-masalah yang penting (dalam Islam), maka ketidaktahuannya terhadap masalah-masalah lain tentu lebih besar dan lebih parah.

Oleh karena itu, mayoritas perumpamaan yang dibuat oleh Allah (dalam al-Qur’an) adalah dalam perkara ushuluddin (pokok-pokok agama) dan yang semisal-nya.”[6]

Adapun secara khusus yang berhubungan dengan perumpamaan iman di hati dengan pohon, hikmahnya telah dijelaskan oleh Imam Ibnul Qayyim, “Di antara hikmah-hikmah tersebut adalah:

  • Sesungguhnya setiap pohon mesti mempunyai urat, batang utama, cabang-cabang, daun-daun dan buah. Demikian pula pohon iman dan Islam, agar bersesuaian kedua hal yang diperumpamakan dalam ayat ini. Maka urat-urat pohon iman adalah ilmu, pengetahuan (agama) dan keyakinan, batang utamanya adalah keikhlasan, cabang-cabangnya adalah amal-amal shalih, dan buahnya adalah hal-hal yang lahir dari amal-amal shalih, berupa jejak-jejak yang baik, sifat-sifat terpuji, akhlak-akhlak yang suci, dan tingkah laku serta budi pekerti yang luhur. Maka hal-hal inilah yang dijadikan sebagai bukti bahwa pohon iman telah tumbuh dan tertancap kuat di dalam hati. Jika ilmu (yang dimiliki oleh seorang hamba) benar dan sesuai dengan petunjuk yang diturunkan oleh Allah dalam al-Qur’an, keyakinannya sesuai dengan (akidah yang benar) seperti yang diterangkan oleh Allah dan para Rasul-Nya tentang Allah (nama-nama dan sifat-Nya yang maha tinggi), ada keikhlasan dalam hati, amal-amal (shalih) yang sesuai dengan perintah (Allah), serta petunjuk dan tingkah laku yang selaras dengan prinsip-prinsip dasar ini, maka (dengan semua ini) diketahui bahwa pohon iman di hati hamba tersebut akarnya menancap kuat dan cabangnya (menjulang) ke langit. Adapun jika keadaannya berlawanan dengan semua itu, maka diketahui bahwa yang ada di hatinya tak lain adalah pohon buruk yang mengambang di permukaan bumi (akarnya tidak menancap) dan tidak ada ketetapan baginya.
  • Sesungguhnya setiap pohon tidak bisa bertahan hidup kecuali dengan (adanya) sesuatu yang mengairi dan menumbuhkannya, sehingga jika pengairan tersebut dihentikan maka tak lama lagi pohon tersebut akan kering (layu). Demikian pula pohon iman di hati seorang hamba, jika dia tidak menjaganya dengan mengairinya setiap waktu dengan ilmu yang bermanfaat dan amal shalih, serta selalu membiasakan diri untuk berdzikir (mengingat dan menyebut nama Allah) dan memikirkan (kemahaagungan dan luasnya limpahan nikmat-Nya), kalau tidak demikian maka pohon iman di hatinya tak lama lagi akan layu. Dalam hadits riwayat Ahmad dalam Musnadnya, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi was salam bersabda, ‘Sesungguhnya iman di dalam hati bisa (menjadi) usang (lapuk) sebagaimana pakaian yang bisa usang, maka perbaharuilah (kuatkanlah kembali) iman (di dalam hati)mu.[7] Kesimpulannya, tanaman pohon iman jika tidak diperhatikan dan dijaga, tidak lama lagi akan hancur. Dari sinilah kita mengetahui besarnya kebutuhan manusia terhadap ibadah-ibadah yang Allah perintahkan (dalam Islam) di setiap pergantian waktu, (sekaligus kita mengetahui) agungnya rahmat-Nya serta sempurnanya nikmat dan kebaikan-Nya kepada hamba, dengan Dia memerintah mereka untuk mengerjakan ibadah tersebut dan menjadikannya sebagai bahan untuk mengairi tanaman (pohon) tauhid (iman) yang ditanam di hati mereka.
  • Sesungguhnya pohon dan tanaman yang bermanfaat, sesuai dengan ketentuan Allah, biasanya akan dicampuri semak belukar dan tumbuhan asing dari jenis lain. Jika pemilik tanaman tersebut selalu menjaganya dengan membersihkan dan memotong tumbuhan asing tersebut, maka sempurnalah pertumbuhan pohon dan tanaman itu, serta buah (yang dihasilkan)nya pun semakin banyak dan baik mutunya. Tapi jika dia membiarkannya, maka tidak lama lagi tumbuhan asing tersebut akan menguasai pohon dan tanaman, sehingga mempengaruhi pertumbuhannya, atau (minimal) melemahkan akarnya dan menjadikan buah (yang dihasilkan)nya buruk dan sedikit, sesuai dengan banyak atau sedikitnya tumbuhan asing tersebut.

Barangsiapa yang tidak memiliki pengetahuan dan pemahaman (yang benar) dalam masalah ini, maka sungguh akan luput darinya keuntungan yang besar tanpa disadari. Seorang mukmin senantiasa mengusahakan dua hal; mengairi pohon iman (dalam hatinya) dan membersihkan (tumbuhan asing) yang ada di sekitarnya. Maka dengan mengairinya, pohon tersebut akan tetap hidup dan tumbuh, dan dengan membersihkan (tumbuhan asing) yang ada di sekitarnya, akan sempurna (pertumbuhan) pohon tersebut dan semakin banyak (hasilnya). Hanya Allah tempat memohon pertolongan dan berserah diri.”[8]

[1] HSR. al-Bukhari (no. 16 dan 21) dan Muslim (no. 43).

[2] HSR. Muslim (no. 34).

[3] Syarh Shahih Muslim (2/2).

[4] At-Taudhihu wal Bayan li Syajaratil Iman (hlm. 6-7).

[5]I’lamul Muwaqqi’in (1/171).

[6] Taisirul Karimir Rahman (hlm. 631).

[7] HR. al-Hakim (1/45), dinyatakan shahih oleh al-Hakim dan disepakati oleh adz-Dzahabi, serta dinyatakan hasan oleh al-Haitsami dan al-Albani (Silsilatul Ahaditsish Shahihah no. 1585).

[8] I’lamul Muwaqqi’in ‘an Rabbil ‘Alamin (1/173-175).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.