سُبْحَانَ اللهِ , اَلْحَمْدُ لِلهِ , اَللهُ أَكْبَرُ “Maha Suci Allah, Segala puji hanya milik Allah, Allah Mahabesar.” Bacaan tasbih, tahmid dan takbir tersebut bisa…

Kiat Menjaga Kesehatan Jiwa Anak
Kiat Menjaga Kesehatan Jiwa Anak
Oleh, Ummu Muhammad Widyastuti Husadani, S.Psi.
Pembicaraan tentang kesehatan jiwa biasanya dikaitkan dengan kehidupan orang dewasa. Banyak di antara kita yang kurang menyadari bahwa anak-anak pun dapat mengalami rasa tertekan dan bahkan depresi. Data dari badan kesehatan dunia WHO menyebutkan, bahwa sekitar separuh dari kasus-kasus gangguan jiwa mulai terjadi sebelum usia 14 tahun. Dilaporkan pula bahwa sekitar 20% dari anak-anak dan remaja di seluruh dunia mempunyai masalah atau gangguan kejiwaan.[1]
Gangguan kejiwaan dinyatakan sebagai salah satu penyebab utama terjadinya kasus-kasus bunuh diri. Adapun tindakan bunuh diri ditemukan sebagai penyebab kematian nomor dua pada kelompok individu dengan rentang usia 15-29 tahun.[2] Mengapa hal ini bisa terjadi?
SEBAB-SEBAB GANGGUAN MENTAL
Secara umum ada beberapa penyebab terjadinya gangguan mental, yaitu:
- Faktor bawaan.
Sebagian anak terlahir dengan membawa gangguan psikologis seperti ADHD dan autisme, yang sebab-sebabnya belum diketahui secara pasti. Kelalaian dalam menangani masalah ini dapat mengakibatkan anak tidak mampu berfungsi sebagaimana yang seharusnya di masa yang akan datang.
- Faktor genetik.
Secara genetik, sebagian orang terlahir dengan kecenderungan lebih rentan terhadap gangguan mental. Kecenderungan genetik semacam ini biasanya nampak dengan adanya beberapa orang yang mempunyai masalah psikologis dalam satu keluarga.
- Trauma fisik.
Trauma pada kepala dapat menyebabkan terganggunya fungsi otak, lebih-lebih bila terjadi luka. Kondisi ini dapat berakibat berubahnya pola kepribadian seseorang dan munculnya gangguan mental.
- Trauma psikologis.
Pola kepengasuhan yang kasar, mendapat perlakuan bullying, dan mengalami peristiwa yang mengguncang adalah di antara hal-hal yang dapat menghasilkan trauma psikologis pada anak.
Apa pun sebabnya, sebagian besar dari permasalahan psikologis yang dialami anak kurang mendapat penanganan yang memadai sejak dini.[3] Akibat pengabaian yang terus-menerus, permasalahan tersebut berlanjut hingga usia remaja dan dewasa dengan keadaan yang memburuk. Pada banyak kasus, kondisi ini menimbulkan keputusasaan dan berakhir dengan tindakan bunuh diri.
PERAN ORANG TUA DALAM KESEHATAN JIWA ANAK
Secara umum, ayah dan ibu adalah orang-orang yang paling penting bagi anak. Sebagai pengasuh utama, orang tua dapat menjaga kesehatan jiwa anak dengan mengupayakan lingkungan yang aman dan nyaman baginya, memberikan kasih sayang yang dibutuhkan, dan senantiasa mendorongnya untuk mandiri serta menyesuaikan diri dengan norma-norma sosial dan agama.
Dengan pola kepengasuhan yang baik, seorang anak yang mengalami gangguan psikologis dapat diarahkan agar mampu beradaptasi dengan lingkungan seoptimal mungkin. Tentu saja hal ini dilakukan dengan bantuan tenaga ahli. Pola kepengasuhan yang baik juga dapat mencegah munculnya gangguan kejiwaan pada anak-anak yang rentan secara genetik.
Pola kepengasuhan yang baik akan memungkinkan orang tua untuk segera mendeteksi adanya masalah psikologis pada anak. Dengan demikian anak dapat memperoleh penanganan sedini mungkin. Lalu, bagaimana cara kita memperoleh gambaran tentang kondisi kesehatan jiwa anak?
KRITERIA JIWA YANG SEHAT
Menurut WHO, seseorang dikatakan sehat jiwanya apabila memenuhi 5 kriteria berikut ini:[4]
- Dapat menyesuaikan diri secara konstruktif pada kenyataan, meskipun kenyataan itu buruk baginya.
- Memperoleh kepuasan dari hasil jerih payah usahanya.
- Merasa lebih puas memberi daripada menerima.
- Relatif bebas dari rasa tertekan, cemas dan depresi.
- Mampu menjalin hubungan dengan orang lain secara tolong-menolong dan saling memuaskan.
Kelima kriteria tersebut dapat kita jadikan patokan dalam mengamati perilaku sehari-hari. Apakah kebiasaan kita (baik orang tua maupun anak) lebih condong kepada kondisi sehat jiwa ataukah sebaliknya?
Ketika orang tua menemukan adanya kondisi yang kurang pas dengan kelima kriteria tersebut, hendaknya tidak bersikap meremehkan. Bisa jadi hal tersebut merupakan pertanda bahwa anak mempunyai sikap hidup yang kurang sehat, sehingga lebih mudah mengalami masalah kejiwaan.
MEMBENTUK JIWA YANG SEHAT DAN KUAT
Seorang anak akan memiliki jiwa yang sehat dan kuat apabila ia mempunyai kemampuan yang baik dalam beradaptasi dengan berbagai kondisi stress. Dengan kata lain, ia mempunyai daya tahan mental yang baik. Daya tahan ini merupakan keterampilan yang dapat kita ajarkan kepada anak.
Kenneth Ginsburg, MD., MS Ed., mengemukakan 7 hal yang perlu diupayakan para orang tua agar anak memiliki daya tahan mental yang baik, yaitu:[5]
- Yaitu keyakinan seseorang bahwa dirinya mampu mengatasi masalah secara efektif. Kompetensi ini dapat dibentuk dengan cara:
- Membantu anak memusatkan perhatian pada kelebihan dirinya.
- Tidak mengungkit-ungkit kesalahannya yang telah lalu.
- Tidak membanding-bandingkan anak dengan kakak atau adiknya.
- Mendorong anak untuk membuat keputusan sendiri.
- Tidak membuat anak merasa dianggap tidak mampu.
- Kepercayaan diri.
Membangun kepercayaan diri dapat dilakukan dengan cara:
- Memusatkan perhatian pada kelebihan yang paling utama dari setiap anak.
- Mengungkapkan dengan jelas kelebihan-kelebihan tersebut.
- Mengetahui prestasi anak.
- Memberi pujian yang tulus ketika anak meraih prestasi.
- Tidak memaksa anak untuk menghadapi apa-apa yang ada di luar batas kemampuannya.
- Yaitu membangun kedekatan dengan keluarga dan masyarakat. Hubungan yang bagus dengan orang-orang di sekitarnya akan memudahkan anak dalam membentuk daya tahan mental yang baik. Orang tua dapat membantu anak melakukan hal ini dengan cara:
- Menciptakan rasa aman di rumah, baik secara fisik maupun emosional.
- Mengizinkan anak mengungkapkan segala macam emosi, sehingga mereka merasa nyaman untuk meminta bantuan ketika mengalami masalah.
- Membicarakan konflik secara terbuka dalam keluarga untuk memecahkan masalah yang ada.
- Menyediakan tempat di mana keluarga dapat berkumpul bersama.
- Memelihara hubungan yang sehat sehingga menjadi contoh yang baik.
- Yaitu membentuk serangkaian sikap moral dan nilai-nilai yang digunakan untuk membedakan benar dan salah, serta menampakkan kepedulian kepada orang lain. Untuk menguatkan karakter, dimulai dengan cara:
- Menunjukkan kepada anak bagaimana akibat perilaku kita kepada orang lain.
- Membantu anak untuk menjadi orang yang penuh perhatian.
- Menunjukkan pentingnya masyarakat.
- Mendorong terbentuknya spiritualitas, yaitu;
- Menghindari ungkapan-ungkapan yang bernada kebencian atau sentimen golongan atau stereotip.
- Yaitu memahami pentingnya sumbangsih tiap orang bagi masyarakat. Hal ini dapat menjadi sumber motivasi dan tujuan bagi anak untuk berperan aktif di tengah masyarakat. Cara mengajarkannya adalah:
- Membicarakan dengan anak bahwa banyak orang di dunia ini yang tidak memiliki apa yang mereka butuhkan.
- Menekankan pentingnya menolong orang lain dengan mencontohkan kedermawanan.
- Menciptakan kesempatan kepada anak agar turut memberikan sumbangsih dengan cara tertentu, misalnya mengikuti bakti sosial.
- Mengatasi masalah.
Yaitu belajar mengatasi stress secara efektif agar anak lebih siap dalam menghadapi tantangan-tantangan hidup. Cara mengajarkannya antara lain:
- Secara konsisten mencontohkan bagaimana mengatasi masalah dengan cara yang positif.
- Membimbing anak dalam menguasai strategi mengatasi masalah yang positif dan efektif.
- Ketika anak memahami bahwa dirinya mampu berbuat sesuatu untuk menghasilkan perubahan, kompetensi dan kepercayaan dirinya akan meningkat. Kita dapat menguatkan kualitas ini dengan cara:
- Membantu anak memahami bahwa sebagian besar dari apa-apa yang terjadi dalam hidup merupakan akibat dari pilihan dan tindakan manusia (setelah takdir Allah tentunya-edt).
- Menerapkan kedisiplinan bukan semata-mata untuk memberi hukuman atau sekadar untuk pengendalian perilaku, melainkan agar anak juga mengerti bahwa setiap tindakannya akan menghasilkan konsekuensi tertentu.
MEMULAI DARI DIRI SENDIRI
Menjaga kesehatan jiwa anak membutuhkan perhatian dan upaya dari keluarga, khususnya orang tua. Satu hal penting yang perlu kita ingat adalah bahwa sikap dan perilaku orang tua meninggalkan kesan yang lebih mendalam bagi anak-anak ketimbang saran dan nasihat mereka.
Apalah artinya nasihat untuk mensyukuri nikmat Allah apabila orang tua sering terdengar mengeluh ini dan itu. Bagaimana kita berharap anak mampu bersikap tenang dalam menghadapi stress bila kita sendiri selalu panik dan ribut saat mengalami masalah. Bisakah Anda bayangkan sulitnya menasihati anak untuk selalu berprasangka baik, kalau kita sendiri gampang menuduh anak berbuat begini dan begitu.
Menjadi pribadi yang sehat jiwa adalah soal kebiasaan. Mengajarkannya kepada anak akan menjadi jauh lebih mudah bila kita sendiri telah menghayati dan menjalankannya dalam kehidupan sehari-hari. Tanpa kata-kata, tanpa ceramah, insya Allah anak akan terdorong dengan sendirinya untuk meneladani apa yang kita contohkan.
Bismillah. Mari kita mulai dari diri sendiri
[1] http://www.who.int/features/factfiles/mental_health/mental_health_facts/en/, diunduh pada 24 September 2017
[2] http://www.who.int/features/factfiles/mental_health/mental_health_facts/en/index2.html, diunduh pada 25 September 2017
[3] Children and Young People, https://www.mentalhealth.org.uk/a-to-z/c/children-and-young-people, diunduh pada 26 September 2017
[4]Jiwa Sehat Menurut WHO, http://www.referensimakalah.com/2012/12/jiwa-sehat-menurut-who.html, diunduh pada 26 September 2017
[5] Building Resilience in Children, https://healthychildren.org/English/healthy-living/emotional-wellness/Building-Resilience/Pages/Building-Resilience-in-Children.aspx, diunduh pada 5 Oktober 2017