Syiar Suami Dalam Upaya Membahagiakan Istri

Beberapa Kiat Bahagiakan Istri

Abu Ammar al-Ghoyami

Syiar suami dalam upaya membahagiakan istri ialah sabda Nabi ﷺ yang bersabda:

خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لأَهْلِهِ، وَأَنَا خَيْرُكُمْ لأَهْلِي

“Yang paling baik di antara kalian ialah yang paling baik terhadap istrinya, dan aku adalah yang paling baik terhadap istriku.” (HR. at-Tirmidzi: 3895 dan beliau menshahihkannya, Ibnu Majah: 1977, Ibnu Hibban: 4177, dishahihkan oleh al-Albani di dalam ash-Shahihah no. 285)

Adapun kiat-kiat suami membahagiakan istri, di antaranya:

  • BAHU-MEMBAHU DALAM MELAKSANAKAN KETAATAN.

Di antara perkara yang dapat membahagiakan istri adalah saling bahu-membahu dalam ketaatan. Hendaknya suami berusaha meluangkan waktu khusus untuk melaksanakan amalan ketaatan dan mengerjakannya secara bersama-sama.

Misalnya, saling menyimak bacaan al-Qur’an. Akan sangat bagus dampaknya seandainya suami mau mengkhususkan waktu tertentu untuk membaca al-Qur’an secara bersama-sama dan saling menyimak bacaannya. Atau cara yang lain; saling membangunkan untuk mengerjakan shalat malam pada sepertiga malam yang terakhir. Sesungguhnya dengan melakukan hal-hal tersebut, insya Allah, akan dapat menumbuhkan kecintaan antara pasutri, kehidupannya pun akan diberkahi dan istri akan bahagia. Inilah yang akan mereka rasakan ketika di dunia, dan ketika di akhirat kelak tentu jauh lebih besar dan lebih mulia ganjarannya.

Rasulullah ﷺ bersabda, “Semoga Allah merahmati seorang laki-laki yang bangun malam, lalu membangunkan istrinya. Jika istri enggan, ia mengambil air kemudian memercikkan ke wajahnya. Semoga Allah merahmati seorang wanita yang bangun malam, lalu membangunkan suaminya. Jika suami enggan, ia mengambil air dan memercikkan ke wajahnya.” (HR. Abu Dawud: 1113)

  • MEMPERBANYAK DZIKIR KEPADA ALLAH ﷻ.

Dzikir memiliki pengaruh yang luar biasa bagi ketenangan dan kelapangan dada serta dapat menghilangkan kesedihan dan duka. Allah Ta’ala berfirman:

الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَتَطْمَىِٕنُّ قُلُوْبُهُمْ بِذِكْرِ اللّٰهِ ۗ اَلَا بِذِكْرِ اللّٰهِ تَطْمَىِٕنُّ الْقُلُوْبُ ۗ

(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram. (QS. Ar-Ra’d: 28)

Suami hendaknya menghidupkan ruh dzikrullah dalam kehidupan rumah tangganya agar memperoleh apa yang dijanjikan oleh Allah w\ dalam ayat yang mulia ini. Dengan dzikrullah, akan terwujud ketenangan dalam kehidupannya dan kehidupan istrinya, yang pada akhirnya akan tercipta kebahagiaan, ketenteraman, cinta dan kasih yang diidam-idamkan.

  • BERTOLERANSI DAN BERBASA-BASI.

Dalam kehidupan rumah tangga sangat diperlukan adanya toleransi dan basa-basi. Sebagaimana penting juga kelembutan dan kehalusan perangai.

Bayangkan, apa akibat yang akan menimpa sebuah keluarga apabila suami tidak memiliki sikap dan sifat toleransi ini? Sudah tentu akan terjadi kekacauan dan keruwetan yang hanya Allah-lah yang mengetahui akibat dan kesudahannya. Sebab, istri juga manusia biasa yang akan sering luput, tersalah, lupa dan semisalnya.

Demikian juga, bagaimana suami akan membahagiakan istri jika ia tidak suka berbasa-basi? Di saat istri tersalah, misalnya dalam berdandan atau memasak yang kurang disukai suami, maka saat itu sungguh dibutuhkan basa-basi agar istri tetap bahagia meski ia telah bersalah dan rumah tangga tetap tenteram.

Jika terpaksa harus berbohong pun tidaklah mengapa, karena syariat Islam memberikan keringanan dalam masalah ini demi menjaga keutuhan cinta kasih dalam rumah tangga.

Rasulullah ﷺ telah menjelaskan bahwa syariat Islam membolehkan seseorang berbohong dalam tiga keadaan, yaitu: ungkapan dan kata-kata kebohongan ketika diinginkan mendamaikan dua orang atau kelompok yang sedang bertikai; dan ketika dalam suasana siasat perang; dan ketika seorang suami kepada istrinya dan seorang istri kepada suaminya (untuk menjaga cinta dan keutuhan rumah tangga mereka). (HR. Ahmad: 26015, Abu Dawud: 4923, at-Tirmidzi: 1939, dihasankan oleh al-Albani di dalam Shahihul Jami’ no. 7723)

  • MENGHARGAI DAN MENGHORMATI AKAL DAN PIKIRAN ISTRI.

Sebagian suami terkadang menghina akal dan cara berpikir istrinya. Suami yang berwatak seperti ini hanya akan menyebabkan kelelahan, bukan kebahagiaan. Suami yang seperti ini tak layak mendapatkan kehormatan dari istri. Karena penghormatan merupakan sesuatu yang timbal-balik. Selama Anda tidak menghormati seseorang, maka jangan berharap orang lain akan menghormati Anda.

Sebagian wanita terkadang lebih cerdas daripada laki-laki. Dan fakta seperti ini sangat banyak kita jumpai di masyarakat. Sehingga seorang suami hendaknya memuliakan akal istrinya dengan mengajaknya berpikir bersama dalam musyawarah urusan rumah tangga, memikirkan dan membuat rancangan rumah tangga untuk masa mendatang yang lebih baik. Yang demikian akan sangat membahagiakan istri, karena akalnya dihargai oleh suami. Ketahuilah, bahwa akal dan pemikiran seorang wanita terkadang sangat besar berkahnya.

  • SELALU BERPRASANGKA BAIK.

Suatu kaidah yang terkenal dalam masalah ini adalah, “Keraguan tidak akan melahirkan kecuali keraguan dan buruk sangka, sedangkan kepercayaan tidak akan melahirkan kecuali kepercayaan pula.”

Apabila suami selalu saja curiga dan buruk sangka, maka akan hilanglah sebagian dasar-dasar kebahagiaan dalam rumah tangga. Boleh saja ia berharap kebahagiaan, tetapi bila di antara dasar-dasarnya telah hilang, maka tentu akan sangat sulit ia mendapatkan kembali kebahagiaan itu. Termasuk prasangka buruk ialah cemburu buta, yang tidak mendasar dan tidak bermaksud baik. Namun jika cemburu tidak buta, yang dilanjutkan tabayyun (klarifikasi) yang baik maka ia merupakan cemburu yang baik dan diridhai Allah ﷻ.

Prasangka, termasuk cemburu buta, itu tidak berfaedah mendatangkan kebenaran, bahkan ia merupakan sedusta-dusta pembicaraan, sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ:

Jauhilah persangkaan (yang jelek), sebab sesungguhnya persangkaan (yang jelek) adalah sedusta-dusta pembicaraan.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Oleh karenanya, bahagiakan istri dengan senantiasa berprasangka baik kepadanya dan dengan cemburu yang tidak buta. Niscaya Anda akan mudah mendapatkan kebaikan dan mudah pula membahagiakan istri dengannya.

  • JAGA ETIKA SAAT BERJAUHAN.

Kondisi ekonomi dan sulitnya mata pencaharian terkadang memaksa suami untuk bepergian jauh dan meninggalkan istrinya guna mencari rezeki. Ketika suami bepergian jauh, hendaknya ia memperhatikan perkara-perkara berikut ini:

  1. Tidak pergi dalam jangka waktu yang lama karena hal itu akan menyakiti istri. Memang berpisah dalam jangka waktu tidak lama itu akan bermanfaat kebaikan bagi suami dan bagi istri, dari sisi kerinduan dan memadu rindu yang membahagiakan. Akan tetapi berpisah dalam rentang waktu yang cukup lama akan berakibat buruk bagi suami dan istri, yang tentu tidak memberikan kebahagiaan padanya.
  2. Hendaknya suami senantiasa berkomunikasi dengan istrinya, agar ia mengetahui dan memantau situasi dan kondisi serta kebutuhan istri dan anak-anaknya, dan yang penting juga agar ia member rasa aman, tenang dan bahagia di hati istri.
  3. Suami hendaknya meninggalkan nafkah yang cukup kepada istri selama ditinggal pergi. Perhatikanlah firman Allah Ta’ala:
لِيُنْفِقْ ذُوْ سَعَةٍ مِّنْ سَعَتِهٖۗ

Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. (QS. ath-Thalaq: 7)

  • PERHATIKAN KECEMBURUAN ISTRI DAN BERIKAN UDZURNYA.

Kecemburuan wanita merupakan sifat yang wajar. Bahkan cemburu itu sifat mendasar padanya, meski kebanyakan kecemburuan istri itu didasarkan pada perasaan. Oleh karenanya, suami harus mengetahui hal ini dan memberinya udzur agar ia bisa memberi kebahagiaan kepada istrinya dengan sifat mendasarnya, yaitu cemburu tersebut.

Suami yang tahu dan paham bahwa istri memiliki sifat cemburu, akan memperhatikan hal berikut ketika bergaul dengan istrinya:

  1. Tidak membuka-buka pintu kecemburuan istri, seperti membandingkan istrinya dengan wanita lain, membicarakannya, apalagi sampai memujinya di hadapan istri.
  2. Memberikan udzur kepada istrinya ketika ia cemburu, karena jika seorang wanita sedang cemburu, terkadang tidak bisa memahami dengan baik apa yang ia sedang ucapkan dan perbuat. Yang mengendalikan dirinya hanyalah perasaan.
  3. Menghormati kecemburuan istrinya dengan tidak berucap dan berlaku kasar kepadanya. Hendaknya suami bersabar dan menunggu sampai kecemburuan istri hilang atau berkurang. Kemudian berbicara dari hati ke hati atau menggunakan bahasa akal dan pemahaman.
  • JANGAN MENYEBUT AIB DI DEPAN KELUARGA ATAU ORANG LAIN.

Janganlah suami mempermudah diri menyebut aib istri, lebih-lebih mengoreksi kekurangan dan kelemahannya di depan orang lain. Termasuk di depan orang lain juga, ialah di depan keluarga suami maupun di depan keluarganya. Tidak diragukan lagi bahwa hal ini akan menimbulkan dilema yang berkepanjangan dan menimpakan kesedihan, bukan kebahagiaan bagi istri. Ini pun akan menunjukkan buruknya pergaulan suami-istri. Apabila perkara ini tidak diperhatikan dengan baik maka ia akan menjadi sebab timbulnya berbagai masalah dalam rumah tangga, bahkan pada puncaknya akan bisa membawa mereka ke pintu perceraian.

Hendaknya seorang suami atau istri berusaha sekuat tenaga untuk saling menyembunyikan aib atau kekurangan pasangannya di depan orang lain atau keluarga, agar cinta dan kasih sayangnya tetap langgeng bersama kelanggengan kehidupan rumah tangganya.


[1] Disarikan dari buku Kaifa Taj’alu Zaujataka Tuhibbuka, Adil Fathi Abdullah, Darul Iman, Iskandariyah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.