Akhir Kehidupan Si Kufur dan Si Syukur

Oleh: Abu Usamah

 

عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ أَبِى عَمْرَةَ أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ حَدَّثَهُ أَنَّهُ سَمِعَ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « إِنَّ ثَلاَثَةً فِى بَنِى إِسْرَائِيلَ أَبْرَصَ وَأَقْرَعَ وَأَعْمَى فَأَرَادَ اللهُ أَنْ يَبْتَلِيَهُمْ فَبَعَثَ إِلَيْهِمْ مَلَكًا فَأَتَى الأَبْرَصَ فَقَالَ أَىُّ شَىْءٍ أَحَبُّ إِلَيْكَ قَالَ لَوْنٌ حَسَنٌ وَجِلْدٌ حَسَنٌ وَيَذْهَبُ عَنِّى الَّذِى قَدْ قَذِرَنِى النَّاسُ. قَالَ فَمَسَحَهُ فَذَهَبَ عَنْهُ قَذَرُهُ وَأُعْطِىَ لَوْنًا حَسَنًا وَجِلْدًا حَسَنًا قَالَ فَأَىُّ الْمَالِ أَحَبُّ إِلَيْكَ قَالَ الإِبِلُ – أَوْ قَالَ الْبَقَرُ شَكَّ إِسْحَاقُ – إِلاَّ أَنَّ الأَبْرَصَ أَوِ الأَقْرَعَ قَالَ أَحَدُهُمَا الإِبِلُ وَقَالَ الآخَرُ الْبَقَرُ – قَالَ فَأُعْطِىَ نَاقَةً عُشَرَاءَ فَقَالَ بَارَكَ اللهُ لَكَ فِيهَا

– قَالَ – فَأَتَى الأَقْرَعَ فَقَالَ أَىُّ شَىْءٍ أَحَبُّ إِلَيْكَ قَالَ شَعَرٌ حَسَنٌ وَيَذْهَبُ عَنِّى هَذَا الَّذِى قَذِرَنِى النَّاسُ. قَالَ فَمَسَحَهُ فَذَهَبَ عَنْهُ وَأُعْطِىَ شَعَرًا حَسَنًا – قَالَ – فَأَىُّ الْمَالِ أَحَبُّ إِلَيْكَ قَالَ الْبَقَرُ. فَأُعْطِىَ بَقَرَةً حَامِلاً فَقَالَ بَارَكَ اللهُ لَكَ فِيهَا – قَالَ – فَأَتَى الأَعْمَى فَقَالَ أَىُّ شَىْءٍ أَحَبُّ إِلَيْكَ قَالَ أَنْ يَرُدَّ اللهُ إِلَىَّ بَصَرِى فَأُبْصِرَ بِهِ النَّاسَ – قَالَ – فَمَسَحَهُ فَرَدَّ اللهُ إِلَيْهِ بَصَرَهُ. قَالَ فَأَىُّ الْمَالِ أَحَبُّ إِلَيْكَ قَالَ الْغَنَمُ. فَأُعْطِىَ شَاةً وَالِدًا فَأُنْتِجَ هَذَانِ وَوَلَّدَ هَذَا – قَالَ – فَكَانَ لِهَذَا وَادٍ مِنَ الإِبِلِ وَلِهَذَا وَادٍ مِنَ الْبَقَرِ وَلِهَذَا وَادٍ مِنَ الْغَنَمِ. قَالَ ثُمَّ إِنَّهُ أَتَى الأَبْرَصَ فِى صُورَتِهِ وَهَيْئَتِهِ فَقَالَ رَجُلٌ مِسْكِينٌ قَدِ انْقَطَعَتْ بِىَ الْحِبَالُ فِى سَفَرِى فَلاَ بَلاَغَ لِىَ الْيَوْمَ إِلاَّ بِاللهِ ثُمَّ بِكَ أَسْأَلُكَ بِالَّذِى أَعْطَاكَ اللَّوْنَ الْحَسَنَ وَالْجِلْدَ الْحَسَنَ وَالْمَالَ بَعِيرًا أَتَبَلَّغُ عَلَيْهِ فِى سَفَرِى. فَقَالَ الْحُقُوقُ كَثِيرَةٌ. فَقَالَ لَهُ كَأَنِّى أَعْرِفُكَ أَلَمْ تَكُنْ أَبْرَصَ يَقْذَرُكَ النَّاسُ فَقِيرًا فَأَعْطَاكَ اللهُ فَقَالَ إِنَّمَا وَرِثْتُ هَذَا الْمَالَ كَابِرًا عَنْ كَابِرٍ. فَقَالَ إِنْ كُنْتَ كَاذِبًا فَصَيَّرَكَ اللهُ إِلَى مَا كُنْتَ. قَالَ وَأَتَى الأَقْرَعَ فِى صُورَتِهِ فَقَالَ لَهُ مِثْلَ مَا قَالَ لِهَذَا وَرَدَّ عَلَيْهِ مِثْلَ مَا رَدَّ عَلَى هَذَا فَقَالَ إِنْ كُنْتَ كَاذِبًا فَصَيَّرَكَ اللهُ إِلَى مَا كُنْتَ. قَالَ وَأَتَى الأَعْمَى فِى صُورَتِهِ وَهَيْئَتِهِ فَقَالَ رَجُلٌ مِسْكِينٌ وَابْنُ سَبِيلٍ انْقَطَعَتْ بِىَ الْحِبَالُ فِى سَفَرِى فَلاَ بَلاَغَ لِىَ الْيَوْمَ إِلاَّ بِاللهِ ثُمَّ بِكَ أَسْأَلُكَ بِالَّذِى رَدَّ عَلَيْكَ بَصَرَكَ شَاةً أَتَبَلَّغُ بِهَا فِى سَفَرِى فَقَالَ قَدْ كُنْتُ أَعْمَى فَرَدَّ اللهُ إِلَىَّ بَصَرِى فَخُذْ مَا شِئْتَ وَدَعْ مَا شِئْتَ فَوَاللهِ لاَ أَجْهَدُكَ الْيَوْمَ شَيْئًا أَخَذْتَهُ لِلهِ فَقَالَ أَمْسِكْ مَالَكَ فَإِنَّمَا ابْتُلِيتُمْ فَقَدْ رُضِىَ عَنْكَ وَسُخِطَ عَلَى صَاحِبَيْكَ.

 

Abdurrahman bin Abi Amrah berkata, sesungguhnya Sahabat Abu Hurairah Radhiallahu ‘anhu mengatakan kepadanya, bahwa ia mendengar Nabi Shallallahu ‘alaihi was salam bersabda, “Sesungguhnya ada tiga orang dari kalangan bani Isra’il; si Kusta, si Botak dan si Buta. Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala ingin menguji mereka dengan cara mengutus satu Malaikat. Lantas Malaikat mendatangi si Kusta seraya bertanya, ‘Apa yang paling kau inginkan?’ si Kusta menjawab, ‘Rupa yang elok, kulit nan menawan dan hilangnya penyakit yang menyebabkanku dijauhi oleh manusia.’ Malaikat itu mengusapnya, lalu hilanglah penyakitnya. Ia pun diberi karunia rupa yang elok dan kulit menawan. Malaikat bertanya lagi, ‘Harta apakah yang paling engkau senangi?’ Dia menjawab, ‘Unta.’ (atau mengatakan, ‘Sapi,’ perawi hadits ragu antara si Kusta ataukah si Botak yang mengucapkannya) Maka si Kusta diberi unta yang bunting seraya didoakan, ‘Semoga Allah memberkahimu di dalam unta itu.’

Malaikat selanjutnya mendatangi si Botak seraya berkata, ‘Apakah yang paling kau inginkan?’ Si Botak menjawab, ‘Rambut yang bagus dan hilangnya penyakit yang menyebabkan manusia menjauhiku.’ Malaikat pun mengusapnya hingga penyakitnya hilang dan diganti dengan rambut yang bagus. ‘Harta apakah yang paling kau sukai,’ tanya Malaikat. ‘Sapi,’ kata si Botak. Lantas dia diberi sapi yang bunting seraya didoakan, ‘Semoga Allah memberkahimu di dalam sapi itu.’

Lalu Malaikat mendatangi si Buta seraya bertanya, ‘Apa yang paling kau inginkan?’ Si Buta menjawab, ‘Aku ingin agar Allah mengembalikan penglihatanku sehingga aku bisa melihat manusia.’ Malaikat pun mengusapnya dan Allah mengembalikan penglihatannya. ‘Harta apakah yang paling kau senangi?’ Tanya Malaikat. ‘Kambing,’ jawab si Buta. Ia pun diberi kambing yang bunting.

Binatang ternak ketiganya pun berkembang biak. Maka (si Kusta) memiliki satu lembah unta, (si Botak) memiliki satu lembah sapi dan (si Buta) mempunyai selembah kambing.

Kemudian Malaikat (yang sama) mendatangi si Botak dengan rupa dan keadaannya dahulu, seraya berkata, ‘Seorang miskin…. Bekal perjalananku telah habis. Maka tidak ada yang bisa saya mintai tolong saat ini kecuali Allah kemudian Anda. Aku meminta dengan nama Dzat yang memberimu rupa yang elok, kulit yang menawan dan harta berupa unta agar bisa menyambung perjalananku.’ Si Kusta menjawab, ‘Keperluan yang lain masih mengantre!’ Maka Malaikat itu mengatakan, ‘Sepertinya aku mengenalmu… Bukankah kau dulu si Kusta yang miskin dan selalu disingkirkan manusia, lalu Allah memberimu (karunia)?’ Maka si Kusta membantah, ‘Aku hanya mendapatkan harta ini karena warisan turun-temurun leluhurku!’ Malaikat menyudahi, ‘Jika kau dusta, maka sebentar lagi Allah akan mengubahmu menjadi kau yang dulu!’

Malaikat lantas mendatangi si Botak dengan tampangnya yang dulu dan berkata kepadanya seperti yang diutarakan kepada si Kusta. Si Botak pun menjawab sebagaimana yang dilakukan oleh si Kusta. Maka Malaikat berkata kepadanya, ‘Jika kau dusta, maka sebentar lagi Allah akan mengubahmu menjadi kau yang dulu!’

Dan Malaikat pun mendatangi si Buta dengan rupa dan keadaannya di masa lalu. Malaikat berkata, “Seorang miskin…. Bekal perjalananku habis, maka pada hari ini tidak ada yang dapat menolongku kecuali Allah kemudian Anda. Aku meminta kepadamu dengan nama Dzat yang telah mengembalikan penglihatanmu seekor kambing yang dapat kugunakan sebagai bekal dalam perjalananku.’ Si Buta mengatakan, ‘Aku dahulu buta, maka Allah kembalikan penglihatanku. Maka ambillah semaumu, dan tinggalkan apa yang tak kau suka. Demi Allah, hari ini aku tak akan mempersulitmu dengan sesuatu yang kau ambil karena Allah.’ Maka Malaikat mengatakan, ‘Peganglah hartamu, karena kalian hanya diuji. Kau telah diridhai, sedangkan dua temanmu telah dimurkai.’”

(HR. al-Bukhari: 3464, Muslim: 7620)

 

Dalam hadits yang panjang di atas Rasulullah Shallallahu ‘alaihi was salam

telah menjelaskan kepada kita dengan amat gamblang akan pentingnya rasa syukur kepada yang telah memberikan kita nikmat dan karunia. Yaitu Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah memberi kita kehidupan, rasa bahagia, sedih, keluarga, harta dan semua nikmat yang tak akan pernah kita sanggup untuk menghitungnya.

Karena itulah, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi was salam malu kepada Allah dan berusaha untuk selalu bersyukur dengan ibadah semisal shalat hingga kedua kakinya bengkak. Saat Aisyah bertanya tentang yang dilakukan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi was salam, padahal dosa beliau telah diampuni, maka beliau menjawab, “Wahai Aisyah, apakah aku tak ingin menjadi hamba Allah yang pandai bersyukur?” (HR. Muslim: 7304)

Dalam hadits yang shahih, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi was salam juga bersabda,

يَقُوْلُ اللهُ عَزَّ وَ جَلَّ قَالَ عَفَّانُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ : يَا بْنَ آدَمَ حَمَلْتُكَ عَلَى الْخَيْلِ وَالْإِبِلِ وَزَوَّجْتُكَ النِّسَاءَ وَجَعَلْتُكَ تَرْبَعُ وَتَرْأَسُ فَأَيْنَ شُكْرُ ذَلِكَ

“Allah berfirman pada hari kiamat, ‘Wahai anak Adam, Aku telah membawamu di atas kuda dan unta, kamu pun dapat hidup tenteram dan menguasai, maka di manakah rasa syukur (kalian) terhadap hal itu?!’” (HR. Ahmad no. 10383, dinilai shahih sanadnya oleh Syu’aib al-Arnauth)

 

Bahkan tak hanya syukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala yang memiliki semua karunia, akan tetapi pandai bersyukur pula kepada manusia yang telah berbuat baik kepada kita. Rasul Shallallahu ‘alaihi was salam bersabda:

مَنْ لَمْ يَشْكُرِ الْقَلِيْلَ لَمْ يَشْكُرِ الْكَثِيْرَ وَمَنْ لَمْ يَشْكُرِ النَّاسَ لَمْ يَشْكُرِ اللهَ

“Siapa yang tidak mensyukuri yang sedikit maka ia tidak mensyukuri yang banyak. Siapa yang tidak berterima kasih kepada manusia maka ia tidak bersyukur kepada Allah.” (HR. Ahmad di dalam Musnadnya dan dihasankan oleh al-Albani di dalam ash-Shahihah no: 667)

 

Dan berikut inilah pengajaran Nabi Shallallahu ‘alaihi was salam kepada kita mengenai cara mensyukuri perbuatan baik orang lain. Rasul Shallallahu ‘alaihi was salam bersabda,

مَنْ أُعْطِىَ عَطَاءً فَوَجَدَ فَلْيَجْزِ بِهِ فَإِنْ لَمْ يَجِدْ فَلْيُثْنِ بِهِ فَمَنْ أَثْنَى بِهِ فَقَدْ شَكَرَهُ وَمَنْ كَتَمَهُ فَقَدْ كَفَرَهُ وَ مَنْ تَحَلَّى بِمَا لَمْ يُعْطَهُ كَانَ كَلَابِسِ ثَوْبَيْ زُوْرٍ

617

“Siapa saja yang diberi pemberian dan memiliki sesuatu untuk membalas maka balaslah. Jika tidak ada, hendaknya ia memujinya. Maka barangsiapa yang memuji dengannya, sungguh dia telah mensyukurinya, dan siapa saja yang menutup-nutupinya sungguh telah mengufurinya. Dan barangsiapa yang menampakkan sesuatu yang tidak dia punyai, seakan dia memakai dua pakaian kedustaan.” (HR. Abu Dawud: 4813, al-Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad dan at-Tirmidzi 1/365, dihasankan oleh al-Albani dalam ash-Shahihah no. 617)

 

Maka, bila Rasulullah Shallallahu ‘alaihi was salam yang lebih mulia daripada kita malu terhadap banyaknya karunia yang telah Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan, bagaimanakah dengan kita?

Semoga hadits di ata menjadi pengingat bagi kita semua agar senantiasa bersyukur dalam setiap keadaan. Wallahu a’lam.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.