Di Antara Hak Suamimu yang Harus Kau Tunaikan (bag. II)

Di Antara Hak Suamimu yang Harus Kau Tunaikan (bag. II)

Ust Abu Ammar al-Ghoyami

  1. Istri harus banyak dan pandai berterima kasih dan tidak banyak menuntut.

Seorang istri diperintahkan bersyukur kepada suaminya yang telah memberi nafkah lahir dan batin. Karena dengan syukurnya istri kepada suaminya dan tidak banyak menuntut, maka rumah tangga akan bahagia. Istri yang tidak bersyukur kepada suaminya dan banyak menuntut merupakan pertanda istri tidak baik dan tidak merasa cukup dengan rezeki yang Allah q\ karuniakan padanya.

Perintah syukur ini sangat ditekankan dalam Islam. Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda:

أُرِيْتُ النَّارَ، فَإِذَا أَكْثَرُ أَهْلَهِا النِّسَاءُ يَكْفُرْنَ. قِيْلَ: أَيَكْفُرْنَ بِااللهِ؟ يَكْفُرْنَ العَشِيْرَ وَيَكْفُرْنَ الإِ حْسَانَ لَوْ أَحْسَنْتَ إِلىَ إِحْدا هُنَّ الدَّهْرَ ثُمَّ رَأَتَ مِنْكَ شَيئًا قَالَتْ: مَا رَأَيْتُ مِنْكَ خَيْرًا قَطُّ.

“Neraka diperlihatkan kepadaku dan aku melihat kebanyakan penghuninya adalah kaum wanita, mereka kufur.” Para sahabat bertanya: “Apakah disebabkan kufurnya mereka kepada Allah?” Rasul menjawab: “(Bukan), mereka kufur kepada suaminya dan mereka kufur kepada kebaikan. Seandainya seorang suami dari kalian berbuat kebaikan kepada istrinya selama setahun, kemudian istrinya melihat sesuatu yang jelek pada diri suaminya, maka dia mengatakan: ‘Aku tidak pernah melihat kebaikan pada dirimu sekali pun.’”[1]

Padahal suaminya sudah banyak berbuat baik kepada istrinya selama setahun penuh. Dikarenakan sekali (saja) suami tidak berbuat baik kepada si istri, dilupakanlah seluruh kebaikannya selama satu tahun. Itulah yang disebut kufur.

Dalam hadits lain, Nabi Shallallahu alaihi wasallam bersabda:

إِنَّ اْلفُسَّاقَ هُمْ أَهْلُ النَّارِ. قِيْلَ: يَا رَسُوْلُ اللهْ وَمَنِ اْلفُسَّاقُ؟ قَالَ: النِّسَاءُ. قَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُوْلُ اللهِ أَوَلَسْنَ أُمَّهَاتَنَا وَأَخْوَاتِنَا وَأَزْوَاجَنَا؟ قَالَ: بَلىَ وَلَكِنَّهُنَّ إِذَا أُعْطِيْنَ لَمْ يَشْكُرْنَ وَإِذَا ابْتُلِيْنَ لَمْ يِصْبِرْنَ.

“Sesungguhnya orang yang selalu melakukan kefasikan adalah penghuni neraka.” Dikatakan: “Wahai Rasulullah, siapakah yang selalu berbuat fasik itu?” Beliau menjawab: “Para wanita.” Seorang sahabat bertanya: “Bukankah mereka itu ibu-ibu kita, saudari-saudari kita, dan istri-istri kita?” Beliau menjawab: “Benar. Akan tetapi, mereka tidak bersyukur apabila diberi sesuatu dan mereka tidak bersabar apabila ditimpa ujian (musibah).”[2]

  1. Istri betah tinggal di rumah dan mengurusi rumah tangga dengan baik.

Perbuatan ihsan (baik) seorang suami harus dibalas pula dengan perbuatan yang serupa atau yang lebih baik. Suami telah mencarikan nafkah dan memenuhi hajat istri dan anak-anaknya. Maka istri harus berkhidmat kepada suaminya dan menunaikan amanah mengurus anak-anaknya, harta serta rumah tangganya menurut syariat Islam yang mulia. Allah ta’ala yang telah mewajibkan kepada dirinya untuk mengurus suaminya, rumah tangganya dan mengurus anak-anaknya.

Menurut ajaran Islam yang mulia, untuk memenuhi hak suami sebagaimana tersebut dan untuk memuliakan para istri maka para istri justru diperintahkan agar betah tinggal di rumah guna menunaikan kewajiban-kewajiban yang telah dibebankan kepadanya. Allah ta’ala berfirman:

وَقَرْنَ فِى بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ ٱلْجَٰهِلِيَّةِ ٱلْأُولَىٰ ۖ وَأَقِمْنَ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتِينَ ٱلزَّكَوٰةَ وَأَطِعْنَ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥٓ ۚ إِنَّمَا يُرِيدُ ٱللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنكُمُ ٱلرِّجْسَ أَهْلَ ٱلْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا

Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliah yang dahulu dan dirikanlah sholat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya. (QS. al-Ahzab: 33)

Sebaliknya, para wanita, termasuk istri, dilarang keluar-keluar rumah dan sering pergi tak karuan arah, sebab akan menimbulkan madharat. Selain itu seringnya ia keluar meninggalkan rumah akan berakibat terlantarnya kewajiban-kewajibannya dan hak-hak suaminya.

Jika wanita, termasuk istri, keluar-keluar rumah, salah satu bahayanya yang sangat besar ialah menjadi sasaran setan dan dijadikan sarana menyebarkan fitnah. Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda:

اْلمَرْأَةُ عَوْرَةٌ فَإِذَا خَرَجَتْ استَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ.

“Wanita adalah aurat. Apabila ia keluar (rumah) maka setan mengintainya dan menghiasinya dari pandangan laki-laki.”[3]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata: “Tidak boleh baginya untuk keluar dari rumahnya, kecuali mendapat izin dari suami. Seandainya ia keluar tanpa izin dari suaminya, maka ia telah berbuat durhaka dan bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan wanita tersebut berhak mendapatkan hukuman.”[4]

Sekali lagi yang demikian itu di antaranya sebab istri wajib memenuhi hak suami berupa mengurus rumah tangganya, anak-anak serta harta suaminya.

  1. Berhias dan berpenampilan menarik yang disukai oleh suaminya.

Seorang istri tidak boleh meremehkan kebersihan dan penampilan menarik dirinya. Dia harus selalu mengikuti amalan sunnah, seperti membersihkan dirinya dengan mandi, memakai minyak wangi, dan merawat dirinya, agar ia selalu berpenampilan bersih dan harum di hadapan suaminya. Hal ini menyebabkan terus berseminya cinta kasih di antara keduanya dan kehidupan ini akan terasa nikmat.

Berhias untuk suami adalah hal yang dianjurkan selagi tidak melanggar batas-batas yang telah ditetapkan dalam syariat, seperti larangan mencukur alis, menyambung rambut, mentato tubuhnya, dan lainnya.

Seorang istri ideal selalu nampak ceria, lemah lembut, dan menyenangkan suami. Jika suami pulang ke rumah setelah bekerja seharian, maka ia mendapatkan sesuatu yang dapat menenangkan dan menghibur hatinya. Jika suami mendapati istri yang bersolek dan ceria menyambut kedatangannya, berarti ia telah mendapatkan ketenangan yang hakiki dari istrinya. Allah ta’ala berfirman yang artinya:

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir. (QS. ar-Rum: 21)

Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda:

خَيْرُ النِّسَاءِ مَنْ تَسُرُّكَ إِذا أَبْصَرْتَ وَتُطِيْعُكَ إَذَا أَمَرْتَ وَتَحْفَظُ غَيْبَتَكَ فِيْ نَفْسِهَا وَمَالِكَ.

“Sebaik-baik istri adalah yang menyenangkan jika engkau melihatnya, taat jika engkau menyuruhnya, serta menjaga dirinya dan hartamu di saat engkau pergi.”[5]

  1. Bersungguh-sungguh dalam menjaga keutuhan berumah tangga.

Artinya, istri harus memperhatikan apa saja yang mungkin menjadi sebab retaknya hubungan baik dengan suaminya agar ia hindari. Seperti ia harus berusaha senantiasa berbuat baik kepada kedua orang tua dan kerabat suami. Karena seorang istri tidak dianggap berbuat baik kepada suaminya jika ia memperlakukan orang tua suami dan kerabatnya dengan kejelekan. Sehingga untuk menghindari sebab retaknya hubungan baiknya dengan suami, tiap istri harus memperhatikan kedua orang tua suami dan berbuat baik kepada mereka.

Juga seperti ia harus pandai memelihara anak-anak dan mendidiknya serta mengajari mereka. Sebab, jika anak-anak terlantar karena dilalaikan istri maka akan menimbulkan kebencian suami. Juga ia harus pandai menjaga harta suami dan merawatnya agar tidak rusak sia-sia atau lenyap begitu saja. Sia-sianya harta atau rusaknya pasti juga menimbulkan masalah dan bisa menimbulkan retaknya hubungan dengan suaminya.

Selain itu juga menjaga rahasia suami dan rahasia rumah tangga; jangan sekali-kali ia menyebarkannya. Sebab, tersebarnya rahasia akan sangat buruk akibatnya, baik bagi dirinya apalagi bagi suaminya. Istri yang shalihah tidak akan menceritakan rahasia suaminya kepada orang lain, tidak membocorkannya dan tidak membuka apa yang disembunyikan dan aib suaminya. Dan di antara rahasia yang paling dalam adalah perkara ranjang suami-istri. Sungguh Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam telah melarang menceritakan hal itu.

Sebagaimana ia harus pandai menjaga hubungan baik dengan suaminya, dan itu merupakan hak suami yang menjadi kewajibannya, maka ia tidak boleh berusaha untuk berpisah dengan suaminya. Apalagi meminta cerai, bahkan menggugat cerai suaminya tanpa alas an yang dibenarkan oleh syariat. Haram. Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda:

أَيُّمَا امْرَأَةٍ سَأَلَتْ زَوْجَهَا الطَّلَاقَ مِنْ غَيْرِ مَا بَأْسٍ فَحَرَامٌ عَلَيْهَا رَائِحَةُ الْجَنَّةِ.

“Siapa pun istri yang meminta cerai dari suaminya tanpa alasan yang benar, maka ia tidak akan mencium aroma Surga.”[6]

Juga sabda beliau Shallallahu alaihi wasallam:

اَلْمُخْتَلِعَاتُ هُنَّ الْمُنَافِقَاتُ.

“Para istri yang meminta cerai adalah orang-orang munafik.”[7]

            Demikian semoga bermanfaat. Wabillahit taufiq.

[1]    Hadits shahih: HR. al-Bukhari (no. 29, 1052, 5197), Muslim (no. 907 [17]), Abu ‘Awanah (2/379–380), Malik (1/166–167, no. 2), an-Nasa’i (3/146, 147, 148), dan al-Baihaqi (7/294).

[2]    Hadits shahih: HR. Ahmad (3/428, 4/604) dalam asSilsilah ash-Shahihah (no. 3058).

[3]    Hadits shahih: HR. at-Tirmidzi (no. 1173) di Shahihul-Jami’ (no. 6690) dan Tuhfatul Ahwadzi (4/337).

[4]    Majmu’ Fatawa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (32/281).

[5]    Hadits shahih: HR. ath-Thabrani, di Shahihul-Jami’ (no. 3299).

[6]    Hadits shahih: HR. Abu Dawud (no. 2226) dan at-Tirmidzi (no. 1187, 2055)

[7]    Hadits shahih: HR. at-Tirmidzi (no. 1186) di asSilsilah ash-Shahihah (no. 632) dan Shahihul-Jami’ (no. 6681).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.