Jangan Sering Pukul Anak

Oleh: Ust. Aunur Rofiq Lc.

 

Sering kita jumpai tatkala orang tua atau pendidik menghadapi anak yang bandel, tidak ambil pikir, anak langsung dipukul atau dihukum dengan kekerasan. Mereka menduga bahwa pukulan adalah sarana yang paling tepat untuk menyelesaikan kenakalan anak karena anak akan takut secara spontan dengan pukulan kedua kalinya jika ia melanggar.

 

Fitrah telah menolak pukulan

Prinsip utama menyelesaikan kenakalan anak dengan pukulan adalah cara yang salah, ditolak oleh akal yang sehat dan dan dalil syar’i. Pertama: ditolak oleh dalil syar’i. Dalil yang menunjukkan larangan sering memukul anak didik banyak sekali, di antaranya firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

 

Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu (Muhammad) berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya. (QS. Āli ‘Imrān: 159)

 

Begitulah Allah menyifati Rasulullah Shallallahu ‘alaihi was salam sebagai suri teladan kita. Bagaimana beliau mendidik anak dan mendakwahi keluarga dan masyarakat? Maka perhatikan ayat di atas tentang keutamaan berbuat lembut dan bahaya berlaku kasar kepada anak didik serta umat secara umum. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi was salam bersabda:

 

يَا عَائِشَةُ إِنَّ اللَّهَ رَفِيقٌ يُحِبُّ الرِّفْقَ وَيُعْطِى عَلَى الرِّفْقِ مَا لاَ يُعْطِى عَلَى الْعُنْفِ وَمَا لاَ يُعْطِى عَلَى مَا سِوَاهُ

 

“Wahai Aisyah! Sesungguhnya Allah adalah Mahalemah lembut, mencintai kelembutan dan memberi terhadap kelembutan apa yang tidak diberi terhadap kekejaman (kekasaran) dan apa yang tidak diberi juga terhadap yang selainnya.” (HR. Muslim: 2594)

 

Kedua: ditolak oleh akal yang sehat. Karena kita tidak senang bila dipukul ketika salah, maka bagaimana dengan anak yang belum sempurna pertumbuhan badan dan akalnya? Orang sering memukul tentu menghalangi dia menempuh cara lain yang lebih baik, lebih berhasil dan lebih disukai anak. Juga akan menghalangi sifat lembut, kesabaran serta ketabahan. Padahal menasihati dengan lembut dan bersabar merupakan modal utama bagi orang tua atau pendidik yang ingin pendidikannya berhasil.

Pukulan akan menghalanginya mengajak bicara kepada anak dan menghalanginya memperhatikan alasan mengapa anak berbuat kesalahan atau melanggar. Karena tidak semua anak yang melanggar pasti dia salah. Boleh jadi dia melanggar karena dia tidak tahu hukumnya, lupa dan terpaksa. Dalam hal ini mereka mendapat keringanan untuk tidak dihukum. Bukankah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi was salam bersabda:

رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلَاثَةٍ عَنْ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ وَعَنْ الْمُبْتَلَى حَتَّى يَبْرَأَ وَعَنْ الصَّبِيِّ حَتَّى يَكْبُرَ

“Hukuman tidak berlaku atas tiga hal: orang yang tidur hingga ia terjaga, orang yang gila hingga ia waras dan anak kecil hingga ia dewasa.” (Shahih. Abu Dawud: 4398)

Bukankah Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

Ya Rabb kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. (QS. al-Baqarah: 286)

Perhatikan wahai pendidik yang selalu berbuat kasar dan memukul, bagaimana diri kita dengan dalil di atas? Tidakkah kita berdosa bila semua kesalahan anak harus dihadapi dengan pukulan? Mengapa kita tidak mencari sebabnya, mengapa mereka melanggar?

Jika pendidik sering memukul anak, kapan kita akan mencintai mereka? Karena umumnya pemukul adalah pemarah dan pembenci. Kapan kita berbuat lembut kepadanya? Kapan kita maafkan kesalahan mereka? Bukankah Allah senantiasa memaafkan hamba-Nya?

 

 

Pendidik yang kuat bukanlah yang sering memukul

Kuat menurut pandangan kebanyakan orang adalah yang memiliki kekuatan fisik, kekayaan dan wilayah seperti yang dialami oleh fir’aun dan bala tentaranya. Tetapi menurut Islam kuat adalah orang yang berilmu syar’i, ahli ibadah dan mampu menahan dirinya ketika marah, serta senang memaafkan kesalahan orang lain.

Allah Subhanahu wa Ta’ala menyifati orang yang beriman dengan kelembutan dan suka memaafkan kesalahan orang lain. Allah berfirman:

Dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. (QS. Āli ‘Imrān: 134)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi was salam bersabda:

لَيْسَ الشَّدِيدُ بِالصُّرَعَةِ إِنَّمَا الشَّدِيدُ الَّذِي يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الْغَضَبِ

“Bukanlah orang yang kuat adalah orang yang pandai bergulat, tapi orang yang kuat adalah orang yang dapat menahan nafsunya ketika ia marah.” (HR. al-Bukhari 5/2267)

Rasulullah berdoa kepada Allah untuk pemimpin dan pendidik yang berlaku keras dan berlaku lembut, doa beliau:

اللَّهُمَّ مَنْ وَلِيَ مِنْ أَمْرِ أُمَّتِي شَيْئًا فَشَقَّ عَلَيْهِمْ فَاشْقُقْ عَلَيْهِ وَمَنْ وَلِيَ مِنْ أَمْرِ أُمَّتِي شَيْئًا فَرَفَقَ بِهِمْ فَارْفُقْ

“Ya Allah, barangsiapa yang menjadi pemimpin umatku dalam suatu hal, lalu ia menyusahkan mereka, maka balaslah perbuatannya itu dengan kesusahan. Dan barangsiapa yang menjadi pemimpin umatku dalam suatu hal, lalu ia bersikap lembut terhadap mereka, maka berikanlah kelembutan (kasih sayang) kepadanya.” (HR. Muslim 6/7)

Beginilah syariat Islam menasihati kita agar menjadi pendidik yang bersabar, ulet dan suka memaafkan kesalahan orang lain. Sebagaimana kita senang bila diperlakukannya, maka bagaimana dengan anak yang masih belum sempurna akal dan fisiknya?

Kapan anak boleh dipukul?

Anak boleh dipukul bila sudah berumur 10 tahun karena dia tidak mau menjalankan shalat, bukan karena tidak mampu atau bersalah dalam hal lainnya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi was salam bersabda:

مُرُوا الصَّبِيَّ بِالصَّلَاةِ إِذَا بَلَغَ سَبْعَ سِنِينَ وَإِذَا بَلَغَ عَشْرَ سِنِينَ فَاضْرِبُوهُ عَلَيْهَا

“Perintahkanlah anak-anak untuk mengerjakan shalat, apabila telah berumur 7 tahun. Dan apabila telah berumur 10 tahun, maka pukullah dia karena meninggalkannya.” (HR. Abu Dawud 2/167, dishahihkan oleh al-Albani)

Walaupun demikian, orang tua atau pendidik tidak boleh memukul anak yang dapat mengakibatkan rusak akal dan jasadnya, dan tidak boleh memukul bagian wajah serta anggota badan lain yang membahayakan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi was salam bersabda:

َ إِذَا ضَرَبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَتَّقِ الْوَجْهَ

 

“Jika seseorang di antara kalian memukul (dalam hukuman hudud), maka hindarilah bagian wajah (muka).” (HR. Abu Dawud 2/574, dishahihkan oleh al-Albani)

Dalam ‘Aunul Ma’bud (2/144) dijelaskan: “Memukul anak bukan maksudnya merusak badannya, tetapi ingin memberi pelajaran dan tidak memukul bagian wajah.”

 

Dampak negatif pukulan kepada anak didik

Kekerasan dan pukulan kepada anak tentu berbahaya dan berdampak jelek kepada mereka, bahkan kepada pendidik dan orang tua sendiri, di antara bahayanya:

  1. Bisa merusak fisik anak atau merusak akalnya juga. Maka ini hukumnya haram, karena semestinya kita berusaha bagaimana agar badan anak menjadi sehat dan otak menjadi cerdas, bukan sebaliknya. (QS. al-A’rāf: 56) Oleh karena itu tidak boleh memukul anak melainkan bila telah diizinkan oleh syariat Islam.
  2. Anak merasa takut bertemu dengan orang tua atau pendidik. Hal ini tentu merugikan kedua belah pihak; merugikan orang tua karena tidak mampu mendidik anak, dan merugikan anak, karena jiwa anak dihantui dengan ketakutan (phobi). Oleh karena itu jadilah pendidik yang bisa menarik hati anak, bukan menjauhkannya. Abu Musa a\ berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi was salam bila mengutus salah seorang sahabatnya untuk menunaikan tugasnya, beliau berpesan: ‘Gembirakanlah dan jangan kamu buat mereka benci, dan mudahkan urusannya dan jangan kamu persulit.’” (HR. Muslim: 5/141)
  3. Mungkin anak akan dendam dan mengadakan perlawanan di kemudian hari karena mereka merasa dizalimi oleh orang tuanya atau pendidiknya. Bahkan akan mendoakan kejelekan terhadap pendidiknya. Anda bisa bayangkan bila hadits ini mengenai kita? Rasulullah Shallallahu ‘alaihi was salam bersabda:

اتَّقِ دَعْوَةَ الْمَظْلُومِ فَإِنَّهَا لَيْسَ بَيْنَهَا وَبَيْنَ اللهِ حِجَابٌ

“Takutlah kamu kepada doa orang yang dizalimi, sesungguhnya antara doanya dan Allah tidak ada penghalang.” (HR. al-Bukhari 3/169)

Cobalah menghilangkan kekerasan

Sifat keras kepala, suka memukul, tentu ada sebabnya; mungkin karena pembawaan, karena hidup di lingkungan yang suka berbuat kekerasan, atau karena kebodohan sehingga tidak memiliki kesabaran. Penyakit ini insya Allah masih bisa diobati, apabila kita mau kembali kepada ajaran Islam yang penuh dengan rahmat.

Ketika mau memukul, hendaknya kita mengingat perangai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi was salam yang lembut kepada pembantunya berikut. Anas bin Malik Radhiallahu ‘anhu berkata: “Saya melayani Rasulullah Shallallahu ‘alaihi was salam selama sepuluh tahun di Madinah sedangkan saya masih kecil. Apa yang diinginkan oleh beliau aku kerjakan, beliau tidak pernah berkata kepadaku “heh!”, tidak pula pernah berkata kepadaku “Mengapa kau kerjakan ini?” atau “Mengapa tidak kamu kerjakan ini?” (HR. Abu Dawud 2/661)

Orang tua hendaknya berpikir, bukankah setelah memukul, orang tua merasa menyesal? Apalagi pukulan itu sampai melukai badannya. Padahal pukulan tersebut belum tentu menyelesaikan perkara anak. Jika demikian, orang tua hendaknya bersabar, lembut dan ramah kepada anaknya dan hendaknya mampu menahan amarahnya.

Ketika orang tua memukul anaknya, bagaimana perasaan saudara anak yang lain? Tentu mereka juga akan takut (trauma) bencana ini menimpa kepada dirinya sebagaimana menimpa kepada saudaranya tersebut.

Orang tua hendaknya memahami akibat buruk yang dapat menimpa anak bila ia sering dipukul, dengan memperhatikan dalil di atas.

Semoga Allah memberkahi kita dengan kelembutan dan kesabaran di dalam perjalanan kita mendidik anak menjadi shalih dan shalihah. Amin.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.