Jual Beli Borongan

Jual Beli Borongan

Soal:

Assalamu’alaikum. Ustadz, orang tua saya petani, yang sering menanam tanaman bolopendem (yang ada di dalam tanah) seperti singkong, kacang tanah, dan lainnya. Kalau menjelang panen, biasanya datang para tengkulak untuk membeli secara borongan saat biji-bijian tersebut masih dalam tanah. Apa hukum transaksi jual beli tersebut?

(Abdurrahman, 08213959xxxx)

Jawab:

Oleh: Ust. Abu Yusuf Ahmad Sabiq Lc.

Wa’alaikumussalam warahmatullah. Pertanyaan ini mengandung dua sisi masalah:

Pertama: Hukum jual beli secara borongan. Ulama sepakat atas bolehnya jual beli secara borongan atau taksiran, berdasarkan hadits Ibnu Umar Radhiallahu ‘anhuma:

 

كُنَّا نَشْتَرِي الطَّعَامَ مِنَ الرُّكْبَانِ جِزَافًا فَنَهَانَا رَسُولُ اللهِ أَنْ نَبِيعَهُ حَتَّى نَنْقُلَهُ مِنْ مَكَانِهِ

 

“Dahulu kami (para sahabat) membeli makanan secara taksiran, maka Rasulullah melarang kami menjual lagi sampai kami memindahkannya dari tempat belinya.” (HR. Muslim: 1526)

 

Makna dari: جِزَافًا adalah jual beli makanan tanpa ditakar, ditimbang dan tanpa ukuran tertentu, tetapi menggunakan sistem taksiran. Inilah makna jual beli borongan. Sisi pengambilan hukum dari hadits ini adalah, bahwa jual beli sistem borongan itu merupakan salah satu sistem jual beli yang dilakukan oleh para sahabat pada zaman Rasulullah dan beliau tidak melarangnya. Hanya saja beliau melarang untuk menjualnya kembali sampai memindahkannya dari tempat semula. Dan ini merupakan persetujuan beliau atas bolehnya jual beli sistem tersebut. Seandainya terlarang pasti Rasulullah akan melarangnya dan tidak hanya menyatakan hal di atas.

Al-Hafizh berkata, “Hadits ini menunjukkan bahwa jual beli makanan dengan sistem taksiran, hukumnya boleh.” (Fathul Bari: 4351)

Imam Ibnu Qudamah berkata, “Kami tidak mengetahui adanya perselisihan dalam masalah ini.” (Mausu’ah alManahi asySyar’iyyah, Syaikh Salim al-Hilali 2/233)

Karena meski ada ghararnya tapi hanya ringan. Dan para ulama sepakat bolehnya jual beli gharar kalau ringan.

 

Kedua: Jual beli tanaman bolopendem saat masih dalam tanah. Masalah ini diperselisihkan oleh para ulama.

Imam Abu Hanifah, asy-Syafi’i dan salah satu riwayat dari Ahmad, tidak memperbolehkan jual beli tersebut. Namun Imam Malik dan satu riwayat dari Imam Ahmad menyatakan boleh. Pendapat inilah yang dikuatkan oleh Ibnu Taimiyyah dan murid beliau, Ibnul Qayyim. Letak permasalahannya adalah, apakah jual beli tanaman bolopendem yang masih berada dalam tanah termasuk dalam jual beli yang dilarang oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi was salam dalam hadits berikut:

 

نَهَى رَسُولُ اللهِ عَنْ بَيْعِ الْحَصَاةِ وَعَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ

 

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi was salam melarang jual beli gharar.” (HR. Muslim: 1513)

 

Dan gharar adalah jual beli yang terdapat unsur yang tidak jelas. (Al-Manahi asy-Syar’iyyah 2/205)

 

Pendapat yang rajih -insya Allah- adalah yang membolehkan, berdasarkan beberapa sebab, di antaranya:

  1. Jual beli tersebut tidak termasuk dalam jual beli gharar, karena orang yang sudah berpengalaman akan mampu mengetahui isi dan kadar tanaman tersebut, meski belum dicabut. Misalkan, dengan melihat batang dan daunnya maka bisa diprediksi, apakah biji-bijian tersebut bagus ataukah tidak. Juga dengan mencabut satu atau dua tanaman akan bisa diprediksi, berapa jumlah yang akan dihasilkan dalam kebun atau ladang tersebut. Dan jika ada ghararnya, maka kadarnya ringan.
  2. Jual beli tersebut sangat dibutuhkan manusia, terutama yang mempunyai lahan luas, yang mana akan sangat menyulitkan kalau diharuskan memanennya sendiri. Sehingga kalau diharamkan, maka akan sangat memberatkan. Padahal Allah telah mencabut sesuatu yang berat dari syariat ini. (QS. al-Hajj: 78)[1]

Wallahu a’lam.

[1] Lihat, Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyyah 29/33, 227, 487, dan Zadul Ma’ad oleh Ibnul Qayyim 5/920.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.