Kiat Menyuburkan Pohon Iman di Hati

Oleh: Ust. Abdulloh Taslim al-Buthoni, M.A.

 

Iman yang benar adalah kedudukan yang paling agung. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menjadikan bagi kemuliaan besar ini sebab-sebab yang menumbuhkan dan menguatkannya di hati, sebagaimana juga ada sebab-sebab yang melemahkan atau bahkan menghancurkannya. Semua itu telah dijelaskan dengan lengkap dan jelas dalam al-Qur’an dan hadist yang shahih dari Rasulullah. Adapun sebab-sebab yang menumbuhkan dan menguatkan iman, secara umum terbagi dua, sebab-sebab secara global dan sebab-sebab yang rinci.

Sebab-sebab yang menumbuhkan dan menguatkan iman secara global adalah membaca dan merenungkan kandungan ayat al-Qur’an dan hadits Rasulullah, memperhatikan ayat-ayat kauniah (ciptaan Allah di alam semesta) dengan berbagai macamnya, berusaha keras untuk mengenal kebenaran (tauhid) yang merupakan tujuan penciptaan jin dan manusia, serta bersungguh-sungguh mengamalkannya.

Sedangkan sebab-sebab yang menumbuhkan dan menguatkan iman secara rinci sangat banyak, di antaranya:

  • Mengenal dan memahami nama-nama Allah Subhanahu wa Ta’ala yang maha indah yang ditetapkan dalam al-Qur’an dan hadits yang shahih, berusaha memahami kandungan maknanya dan mengamalkan konsekuensi penghambaan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalamnya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda, “Sesungguhnya Allah mempunyai sembilan puluh sembilan nama, seratus kurang satu, barangsiapa yang menghitungnya maka dia akan masuk surga.”[1]

Artinya: barangsiapa yang menghafalnya, memahami kandungan maknanya, meyakini dan mengamalkan konsekuensi penghambaan diri kepada Allah di dalamnya, maka dia akan masuk surga, dan surga tidak akan dimasuki kecuali oleh orang-orang yang beriman. Maka dengan ini diketahui bahwa mengenal dan memahami nama-nama Allah yang mahaindah adalah sumber penguat iman yang paling agung. Bahkan mengenal dan memahami nama-nama Allah adalah landasan utama dan intisari iman. Makna inilah yang dinyatakan dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

Sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hamba-hamba-Nya, hanyalah orang-orang yang berilmu (mengenal Allah). (QS. Fathir: 28)

Ibnul Qayyim berkata, “Semakin bertambah pengetahuan seorang hamba tentang Allah, maka semakin bertambah pula rasa takut dan pengagungannya kepada-Nya…, yang kemudian pengetahuannya ini akan mewariskan perasaan malu, pengagungan, pemuliaaan, merasa selalu diawasi, kecintaan, bertawakal, selalu kembali, serta ridha dan tunduk kepada perintah-Nya.”[2]

 

  • Membaca dan merenungkan ayat-ayat al-Qur’an secara umum. Karena sesungguhnya orang yang membaca dan merenungkan al-Qur’an akan selalu mengambil faedah ilmu dan pemahaman yang bermanfaat untuk menambah dan menguatkan imannya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

 Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayatNya, bertambahlah iman mereka (karenanya) dan hanya kepada Allah mereka bertawakal. (QS. al-Anfal: 2)

Al-Hasan al-Bashri berkata, “Demi Allah, bukanlah menadaburi al-Qur’an dengan (hanya) dengan menghafal huruf-huruf (lafazh)nya tapi melalaikan hukum-hukum (kandungan)nya. Sampai-sampai salah seorang dari mereka berkata, ‘Aku telah membaca al-Qur’an) seluruhnya,’ tetapi tidak terlihat pada dirinya (aplikasi terhadap al-Qur’an) dalam akhlak dan perbuatannya.”[3]

Bahkan berpaling dari hal ini merupakan sebab utama yang menjadikan orang-orang munafik hati mereka tertutup menerima kebenaran iman kepada Allah. (QS. Muhammad: 24)

 

  • Membaca dan memahami dengan benar hadits Rasulullah yang shahih. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda, “Semoga Allah mencerahkan (mengelokkan rupa) orang yang mendengar hadits dariku, lalu dia menghafalnya – dalam riwayat lain: lalu dia memahami dan menghafalnya –, hingga (kemudian) dia menyampaikannya (kepada orang lain), terkadang orang yang membawa ilmu agama menyampaikannya kepada orang yang lebih paham darinya, dan terkadang orang yang membawa ilmu agama tidak memahaminya.”[4]

Keutamaan ini tentu berhubungan dengan kebaikan iman dan agama orang yang mempelajari hadits Rasulullah. Artinya, keindahan rupa yang disebutkan dalam hadits ini adalah pancaran iman yang benar dan kuat dari dalam hatinya. Ini berarti mempelajari hadits Rasulullah termasuk sebab terbesar untuk menguatkan dan menyempurnakan pertumbuhan pohon iman di hati.

Ibnul Qayyim berkata, “Kesimpulannya, kecerahan pada wajah orang yang mendengarkan sunnah Rasulullah, kemudian memahami, menghafal dan menyampaikannya (kepada orang lain), ini adalah pengaruh manisnya (iman), kegembiraan dan kebahagiaan di dalam hati.”[5]

 

  • Mengenal kepribadian Rasulullah serta akhlak beliau yang agung. Sesungguhnya orang yang mengenal Rasulullah dengan benar maka dia tidak akan meragukan kebenaran agama dan petunjuk yang beliau bawa. (QS. al-Mu’minun: 69) Maka mengenal kepribadian Rasulullah menjadikan orang yang belum beriman akan segera beriman kepada kebenaran yang beliau bawa dan menambah kuat keimanan orang yang telah beriman.

Rasulullah seagung-agung penyeru kepada iman, dengan sifat-sifatnya yang terpuji. Bahkan beliaulah imam panutan yang paling agung. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (balasan kebaikan pada) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (QS al-Ahzab: 21)

Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala di akhir ayat di atas (bagi yang mengharapkan rahmat Allah di hari kiamat-edt) mengisyaratkan keterikatan antara meneladani sunnah Rasul dengan kesempurnaan iman kepada Allah dan hari akhir, yang ini berarti bahwa semangat dan kesungguhan seorang muslim untuk meneladani sunnah Rasulullah merupakan pertanda kesempurnaan imannya.

Syaikh Abdurrahman as-Sa’di menjelaskan makna ayat di atas, “Teladan yang baik ini, yang akan mendapatkan taufik untuk mengikutinya hanyalah orang-orang yang mengharapkan (rahmat) Allah dan (balasan kebaikan) di hari akhir. Karena (kesempurnaan) iman, ketakutan pada Allah, serta pengharapan balasan kebaikan dan ketakutan akan siksaan Allah. Inilah yang memotivasi seseorang untuk meneladani (sunnah) Rasulullah.”[6]

 

  • Merenungkan semua ciptaan Allah di alam semesta, termasuk memikirkan penciptaan diri manusia sendiri. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

 Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang yakin, dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan? (QS. adz-Dzariyat: 20-21)

Sungguh hal ini merupakan motivator kuat untuk menumbuhkan keimanan, karena pada makhluk-makhluk itu terdapat bukti yang menunjukkan kemahakuasaan dan kemahaagungan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Keindahan, keteraturan dan keselarasan yang ada pada makhluk, ini merupakan bukti yang menunjukkan ilmu-Nya yang mahaluas dan hikmah-Nya yang mahasempurna. Berbagai macam manfaat dan nikmat yang banyak pada makhluk-makhluk ciptaan-Nya, ini menunjukkan luasnya kasih sayang, kedermawanan dan kebaikan-Nya. Semua ini akan memotivasi hamba untuk mengagungkan dan mensyukuri Yang Maha Pencipta, Maha Pengatur dan Maha Pemberi berbagai macam nikmat tersebut, serta selalu berdzikir memuji kemahabesaran-Nya dan mengikhlaskan agama hanya untuk-Nya. Inilah ruh dan intisari iman.

 

  • Banyak berdzikir dan berdoa kepada Allah di setiap waktu dan keadaan. Sungguh, berdzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menumbuhkan dan menguatkan pohon iman di hati. Sehingga semakin sering seorang hamba berdzikir kepada Allah, maka semakin kuat imannya, sebagaimana iman yang benar akan memotivasi seorang hamba untuk banyak berdzikir kepada-Nya. Barangsiapa yang mencintai Allah maka dia akan sering berdzikir kepada-Nya, dan mencintai Allah adalah hakikat serta ruh iman. Tentu saja yang dimaksud dengan berdzikir kepada Allah di sini adalah dzikir yang terhimpun padanya ucapan lisan dan perenungan dalam hati tentang makna (kandungan dzikir tersebut) serta menghadirkan keagungan Allah,[7] juga dzikir tersebut bersumber dari hadits Rasulullah yang shahih. Inilah dzikir yang bermanfaat untuk menyuburkan pertumbuhan pohon iman di hati.

 

  • Mengenal dan memahami keindahan Islam. Sesungguhnya syariat Islam semuanya indah, akidahnya adalah yang paling benar, lurus dan bermanfaat. Akhlaknya adalah yang paling mulia dan terpuji, amal dan hukum-hukumnya adalah yang paling indah dan adil.

Dengan pandangan lurus seperti ini maka Allah menjadikan iman sebagai perhiasan terindah di dalam hati hamba-Nya dan menjadikannnya mencintai keimanan itu lebih dari apa pun yang ada di dunia. Sebagaimana firman-Nya tentang keadaan iman generasi terbaik umat ini (para sahabat). (QS. al-Hujurat: 7)

Maka jadilah iman di hati menjadi sesuatu yang paling indah dan dicintai hamba tersebut, kemudian dengan sebab ini dia merasakan secara nyata manisnya iman di dalam hatinya. Sehingga batinnya dihiasi dengan landasan dan hakikat iman, serta anggota badannya dihiasi dengan ketaatan.

 

  • Berjuang dengan sungguh-sungguh untuk melawan semua yang bertentangan dengan iman, berupa kekufuran, kemunafikan, kefasikan dan kemaksiatan. Ini semua termasuk sebab terbesar untuk menumbuhkan dan menguatkan pohon iman di hati. Sebagaimana dalam upaya menguatkan iman harus dengan melakukan sebab-sebab yang menumbuhkan pohon iman di hati, maka bersamaan dengan itu, juga harus diusahakan dengan sungguh-sungguh untuk menghilangkan sebab-sebab yang menghalangi pertumbuhan pohon iman di hati.

Usaha yang dilakukan oleh seorang hamba dalam hal ini adalah menjauhkan diri dari perbuatan maksiat, bertaubat dengan sungguh-sungguh dari dosa yang pernah dilakukan, menjaga semua anggota badan dari hal-hal yang diharamkan, dan berjuang melawan berbagai macam fitnah syubhat (kerancuan dan kesalahpahaman dalam memahami Islam) yang merusak atau mendangkalkan pemahaman Islam, dan fitnah syahwat (keinginan nafsu yang buruk) yang melemahkan niat-niat yang baik dalam iman.

 

Maka seorang yang beriman senantiasa mengusahakan dua hal:

  1. Merealisasikan dasar-dasar iman dan cabang-cabangnya dalam ilmu, amal dan semua keadaan.
  2. Berusaha untuk menolak semua yang merusak atau mengurangi kesempurnaan iman, berupa fitnah-fitnah syubhat dan syahwat yang lahir maupun batin, berusaha memperbaiki kekurangannya dalam hal yang pertama dan bertaubat dengan sungguh-sungguh ketika melanggar hal yang kedua, serta melakukan semua itu dengan segera dan tanpa menunda-nunda sebelum terlambat waktunya. (QS. al-A’raf: 201)

 

[1] HSR. al-Bukhari (2/981) dan Muslim (no. 2677).

[2] Raudhatul Muhibbin (hal. 406)

[3] Tafsir Ibni Katsir (4/43).

[4] HR. Abu Dawud (no. 3660), at-Tirmidzi (no. 2656), Ibnu Majah (no. 230), Ahmad (5/183), Ibnu Hibban (no. 680) dan lain-lain, dinyatakan shahih oleh Imam Ibnu Hibban, Syaikh al-Albani dan lain-lain.

[5] Miftah Daris Sa’adah (1/71).

[6] Taisirul Karimir Rahman (hal. 481).

[7] Fathul Bari (11/210).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.