سُبْحَانَ اللهِ , اَلْحَمْدُ لِلهِ , اَللهُ أَكْبَرُ “Maha Suci Allah, Segala puji hanya milik Allah, Allah Mahabesar.” Bacaan tasbih, tahmid dan takbir tersebut bisa…
Menyelami Hakikat Sabar
Oleh: Ust. Abu Bakr
Setiap insan tidak akan mampu meraih kebahagiaan dan kesuksesan tanpa bersabar. Sabar mudah diucapkan namun sulit untuk dilakoni. Ia pun tak bisa datang begitu saja, namun harus disertai kesungguhan yang besar dan tekad yang kuat agar bisa melekat pada jiwa. Bahkan, tidak sempurna akhlak dan ibadah seseorang jika belum ada sifat mulia ini.
Sabar dalam beribadah merupakan ketaatan, sabar dalam menahan marah merupakan kesantunan, sabar menuruti keinginan yang mubah adalah iffah (penjagaan diri), sabar menanggung derita termasuk lapang dada, sabar menerima ketetapan Allah merupakan ridha, sabar menjaga diri dari berlebihan dalam urusan dunia yang tidak berguna di akhirat adalah zuhud. Sabar dengan penghidupan pas-pasan ialah qana’ah, sabar dalam jihad fi sabilillah termasuk keberanian, sabar dalam membayarkan orang yang terlilit utang dan menjaga diri dari kekikiran termasuk kedermawanan. Sabar dalam memaafkan dan menerima udzur termasuk toleransi, sabar untuk berpaling dari kemaksiatan merupakan ketakwaan, sabar dalam belajar ilmu agama merupakan cahaya. Sabar ingin bertemu dengan yang dicintai merupakan kerinduan. Sabar atas perputaran zaman merupakan keteguhan, sabar anggota badan dalam menjalankan tujuan penciptaannya merupakan syukur nikmat, sabar dalam memerangi hawa nafsu, setan dan kejelekan jiwa merupakan senjata. Dan seterusnya…
Tidak mengherankan jika sifat sabar disebutkan hampir di sembilan puluh lima tempat dalam al-Qur’an dan dianjurkan untuk saling berwasiat agar menetapi kesabaran.
Makna sabar
Sabar adalah menahan jiwa dari berputus asa, menahan lisan dari berkeluh kesah dan menahan anggota badan dari perbuatan yang tidak baik. (Madarijus Salikin 2/156)
Sabar menjadi terpuji dan berpahala jika memenuhi tiga syarat:
- Ikhlas karena Allah.
- Tidak mengeluh kepada manusia.
- Sabar pada tempatnya, yakni waktu pertama kali mendapat musibah. (Ash-Shabrul Jamil: 27-29)
Buah manis kesabaran:
- Jalan kebahagiaan di dunia dan akhirat.
- Jalan mendapatkan pertolongan.
- Tameng dari tipu daya dan makar musuh.
- Jalan mendapatkan kecintaan Allah.
- Penyebab diampuninya dosa dan diangkat derajatnya.
- Penyebab mendapatkan rahmat dan hidayah-Nya.
- Dengannya seseorang dapat mengambil manfaat dari Ayat-ayat Allah.
- Penyebab dilipatgandakan pahala.
- Penyebab memperoleh kepemimpinan dalam agama.
- Penyebab masuk surga dan kehormatan mendapatkan salam dari Malaikat.
- Sabar adalah pelita.
Macam-macam sabar:
- Sabar menjalani ketaatan. Yaitu sabar sebelum melaksanakan ketaatan dengan meluruskan niat dan menjauhi riya’. Sabar ketika mengerjakannya dan berusaha mengerjakannya sesempurna mungkin, tidak malas atau lalai. Sedang sabar setelah mengerjakan ketaatan, yaitu dengan menjaga amalannya agar tidak terhapus lantaran ujub, sum’ah dan lainnya.
- Sabar dari berbuat maksiat dan menerjang keharaman. Sabar ini akan tumbuh jika seorang hamba memahami bahwa segala macam perbuatan dosa dan maksiat merupakan kehinaan, kenistaan dan kehancuran serta dapat menghilangkan nikmat dan menhilangkan malu kepada Allah, tidak takut serta tidak mencintai-Nya.
- Sabar dengan takdir yang menyakitkan. Tidak ada yang akan terhindar dari musibah, baik itu muslim, kafir, orang baik maupun yang jahat. Namun yang beruntung hanya orang mukmin, karena mereka akan menghadapinya dengan lapang dada, karena semua sudah ditakdirkan. Sabar ini bisa diperoleh dengan memahami besarnya pahala yang disiapkan oleh Allah dan dengannya Allah akan menghapus dosa seorang hamba. Salman al-Farisi mengatakan, “Jika seorang muslim diuji, maka itulah penebus dosa yang telah lalu dan bentuk keridhaan di masa yang akan datang. Jika seorang kafir diuji, itu semisal unta yang tidak mengerti kenapa diikat dan kenapa dilepas.” (Jami’ul ‘Ulum wal Hikam 2/35)
Bagaimana menjadi orang yang sabar?
- Mengenal hakikat dunia yang fana dan akan selalu berubah dari satu keadaan menuju keadaan yang lain. Adakalanya senang, tertawa, dan mendapat nikmat pun terkadang sedih, menangis, dan mendapat musibah. (QS. Āli ‘Imrān: 140)
- Yakin dengan balasan yang baik dari Allah bagi siapa saja yang bersabar. (QS. az-Zumar: 10)
- Menyadari bahwa manusia adalah milik Allah sehingga kita tidak pantas marah jika Allah mengambil milik-Nya kembali. Kisah Ummu Sulaim dan suaminya, Abu Thalhah yang sangat tegar tatkala anaknya meninggal perlu kita renungkan. Karena kesabaran mereka berdua Allah mengganti dengan anak-anak yang shalih. Sufyan berkata, “Salah seorang Anshar berkata, ‘Aku menyaksikan sembilan anaknya, semuanya telah hafal al-Qur’an.’” (HR. al-Bukhari: 1301, Muslim: 2144)
- Yakin bahwa Allah telah menyediakan jalan keluar dari setiap kesulitan dan musibah. (QS. ath-Thalāq: 7)
- Meminta pertolongan kepada Allah agar menjadi orang yang sabar. (QS. al-A’rāf: 128)
- Meneladani kesabaran para Nabi dan Rasul serta orang-orang shalih. Ada seseorang yang bertanya kepada Imam asy-Syafi’i Rahimahullah, “Wahai Abu Abdillah, mana yang lebih afdhal; seseorang itu diberikan kesuksesan atau diberikan musibah?” Beliau menjawab, “Ia tidak dinamakan sukses sebelum diberikan musibah.” (Jami’ul Masa’il 3/254-255)
- Beriman kepada qadha’ dan takdir Allah, sehingga apa yang luput dari kita tidak akan membuat kita bersedih, pun tidak terlalu gembira jika mendapatkan nikmat. (QS. al-Hadīd: 22-23)
- Menganggap bahwa musibah yang menimpa kita belum seberapa dibandingkan dengan musibah meninggalnya Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa salam, karena dengan wafatnya beliau merebaklah fitnah sampai hari kiamat. Nabi Shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda, “Wahai manusia, siapa saja atau mukmin mana saja yang tertimpa musibah maka hendaknya ia menghibur hatinya dengan musibahku, karena seseorang dari umatku tidak akan ditimpa musibah yang lebih besar sepeninggalku daripada musibahku.” (HR. Ibnu Majah: 1599, ash–Shahihah: 1106) Sa’d bin Abi Waqqash pernah bertanya kepada Nabi, “Siapakah orang yang paling berat ujiannya?” Nabi Shalallahu ‘alaihi wa salam menjawab, “Para Nabi dan orang-orang shalih, kemudian yang serupa dengan mereka. Seseorang diuji menurut agamanya. Jika kuat agamanya maka ditambahkan ujiannya dan jika lembek maka diringankan. Senantiasa ujian itu menimpa hamba sampai ia berjalan di muka bumi dalam keadaan tidak ada dosanya.” (HR. at-Tirmidzi, Ibnu Majah: 4023 dan lainnya, ash–Shahihah: 143)
- Hendaknya berhati-hati dari penghalang kesabaran, di antaranya:
- Isti’jal (terburu-buru) tatkala merasa jalan keluar atau kebaikan itu lambat datangnya, sehingga dadanya sempit dan ia lupa bahwa segala sesuatu ada waktunya tersendiri. Allah ta’ala tidak akan terburu-buru dengan ketergesaan manusia. Oleh karenanya Allah berpesan kepada Rasul-Nya agar tidak tergesa-gesa meminta adzab atas kaum yang durhaka. (QS. al-Ahqāf: 35)
- Marah.
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda, “Sesungguhnya jika Allah mencintai suatu kaum, Dia akan menguji mereka. Barangsiapa yang ridha maka Allah ridha kepadanya dan barangsiapa yang marah, Allah murka kepadanya.” (HR. at-Tirmidzi: 2398, Ibnu Majah: 4021)
- Sempit dada. Allah ta’ala melarang Rasul-Nya bersempit dada tatkala orang-orang Quraisy berbuat jahat terhadap beliau. (QS. an-Nahl: 127)
- Berputus asa.
Penyakit ini adalah penghalang yang paling besar bagi seseorang untuk bersabar. Penyakit ini juga yang mengakibatkan futur, malas dan meninggalkan beramal.
Para salaf adalah orang-orang yang menganggap ujian sebagai bentuk nikmat. Sufyan ats-Tsauri berkata, “Bukan termasuk orang pandai jika tidak menganggap musibah itu sebagai nikmat dan kegembiraan sebagai musibah.” Wahb bin Munabbih berkata, “Dahulu orang-orang sebelum kalian, jika ditimpa musibah menganggapnya sebagai nikmat dan jika mendapatkan kelapangan mereka anggap musibah.” (Siyar A’lam an–Nubala’ 4/327)
Semoga Allah ta’ala menjadikan kita termasuk orang-orang yang bersabar. Wallahul musta’an.