سُبْحَانَ اللهِ , اَلْحَمْدُ لِلهِ , اَللهُ أَكْبَرُ “Maha Suci Allah, Segala puji hanya milik Allah, Allah Mahabesar.” Bacaan tasbih, tahmid dan takbir tersebut bisa…

Muamalah Antara Pasutri yang Berfadhilah Tinggi
Abu Ammar al-Ghoyami
Dalam menjalani kehidupan berumah tangga dua orang suami istri selalu bersama. Meskipun di luasnya samudra kehidupan banyak didapati ombak dan hempasan badai, namun mereka tetap teguh memegang janji akan tetap bersama mengarungi. Mereka berdua adalah sejoli yang telah bersepakat saling membahagiakan di atas cinta dan kasih sayang. Itulah sebabnya bahwa di antara indahnya muamalah antara sesama ialah muamalah yang terjadi di antara pasutri.
Memadu cinta di dalam berumah tangga tentunya indah. Aktivitas ini tentu disukai oleh seluruh pasutri. Memadu cinta bukan berarti selalu identik dengan hidup dalam bingkai kelapangan dan kemudahan. Banyak aktivitas hidup berumah tangga yang merupakan aktivitas memadu cinta yang butuh perjuangan, kesungguhan dan kesabaran. Oleh karenanya meski ia begitu indah tetap Allah Subhanahu wa Ta’ala mengganjar dengan ganjaran yang sangat mulia.
Berikut ini paparan berbagai muamalah antara suami istri yang berfadhilah begitu tinggi:
Meski sesuap nasi, nafkah itu tetap berpahala
Yaitu seorang suami yang ikhlas memberi nafkah makan, minum dan lainnya buat istrinya. Dari az-Zuhri dari Amir bin Sa’d bin Malik dari ayahnya berkata; Nabi Shallallahu ‘alaihi was salam telah bersabda:
وَلَسْتَ بِنَافِقٍ نَفَقَةً تَبْتَغِي بِهَا وَجْهَ اللهِ إِلاَّ آجَرَكَ اللهُ بِهَا حَتَّى اللُّقْمَةَ تَجْعَلُهَا فِي فِي امْرَأَتِكَ
“Dan tidaklah kamu memberi satu nafkah pun yang dengannya kamu berharap wajah Allah Subhanahu wa Ta’ala melainkan Allah tentu akan memberimu ganjaran, meskipun sesuap nasi yang kamu suapkan ke mulut istrimu.” (HR. al-Bukhari: 3936 dan Muslim: 4296)
Nafkah ialah sebaik-baik sedekah
Nafkah yang diberikan suami kepada istri, anak-anak dan orang yang menjadi tanggungannya ialah sebaik-baik sedekah suami. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi was salam bersabda,
أَفْضَلُ الصَّدَقَةِ مَا تَرَكَ غِنًى وَالْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنَ الْيَدِ السُّفْلَى
“Sebaik-baik sedekah ialah apa yang ditinggalkan (suami untuk istri dan anak-anak) dan mencukupi. Dan tangan di atas lebih baik dari tangan di bawah.” (HR. al-Bukhari: 5355)
Meraup rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan saling menolong dalam amal shalih
Amalan ini dilakukan dengan kesepakatan antara suami istri yang memang ingin saling membantu dalam berbuat amal shalih. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi was salam bersabda,
« رَحِمَ اللهُ رَجُلاً قَامَ مِنَ اللَّيْلِ فَصَلَّى وَأَيْقَظَ امْرَأَتَهُ فَإِنْ أَبَتْ نَضَحَ فِى وَجْهِهَا الْمَاءَ رَحِمَ اللهُ امْرَأَةً قَامَتْ مِنَ اللَّيْلِ فَصَلَّتْ وَأَيْقَظَتْ زَوْجَهَا فَإِنْ أَبَى نَضَحَتْ فِى وَجْهِهِ الْمَاءَ ».
“Semoga Allah merahmati seorang suami yang bangun malam lalu shalat lantas membangunkan istrinya (untuk shalat), jika istri enggan bangun maka ia percikkan air pada wajahnya. Dan semoga Allah merahmati seorang istri yang bangun malam lalu shalat lantas membangunkan suaminya (untuk shalat), jika suaminya enggan bangun maka ia percikkan air pada wajahnya.” (HR. Abu Dawud: 1310, an-Nasa’i: 1610, dishahihkan oleh al-Hakim dalam al-Mustadrak, dan oleh al-Albani di dalam Shahih Abu Dawud, Shahihut Targhib dan Shahihul Jami’)
Kemuliaan menemani istri berhaji
Yaitu saat istri wajib berhaji sedangkan tidak mahram yang bisa menemaninya pergi berhaji, maka suami menemaninya meski ia harus izin untuk meninggalkan sebagian kewajibannya. Ibnu Abbas Radhiallahu ‘anhuma mengatakan, bahwa ia mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi was salam berkhotbah,
لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلاَّ وَمَعَهَا ذُو مَحْرَمٍ وَلاَ تُسَافِرِ الْمَرْأَةُ إِلاَّ مَعَ ذِى مَحْرَمٍ. فَقَامَ رَجُلٌ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللهِ إِنَّ امْرَأَتِى خَرَجَتْ حَاجَّةً وَإِنِّى اكْتُتِبْتُ فِى غَزْوَةِ كَذَا وَكَذَا. قَالَ « انْطَلِقْ فَحُجَّ مَعَ امْرَأَتِكَ ».
“Jangan sekali-sekali seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita kecuali jika wanita itu ditemani oleh mahramnya. Dan janganlah seorang wanita safar kecuali bersama mahramnya.” Maka berdirilah seorang sahabat seraya berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya istriku akan pergi haji, sementara aku ditugaskan berjihad di perang ini dan itu, (bagaimana sikapku)?” Beliau Shallallahu ‘alaihi was salam bersabda, “Beranjaklah (pulang) dan berhajilah bersama istrimu.” (HR. al-Bukhari: 3006 dan Muslim: 3336)
Bercinta itu fadhilahnya sama dengan saling bersedekah dan berpahala
Yaitu suami istri yang saling memadu cinta dalam bersebadan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi was salam bersabda,
« وَفِى بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ ». قَالُوا يَا رَسُولَ اللهِ أَيَأْتِى أَحَدُنَا شَهْوَتَهُ وَيَكُونُ لَهُ فِيهَا أَجْرٌ قَالَ « أَرَأَيْتُمْ لَوْ وَضَعَهَا فِى حَرَامٍ أَكَانَ عَلَيْهِ فِيهَا وِزْرٌ فَكَذَلِكَ إِذَا وَضَعَهَا فِى الْحَلاَلِ كَانَ لَهُ أَجْرٌ ».
“Dan pada farji (istri) salah seorang di antara kalian pun sedekah.” Para sahabat berucap, “Wahai Rasulullah, apakah saat salah seorang di antara kami melampiaskan syahwatnya pada istri pun ia mendapatkan pahala karenanya?” Beliau Shallallahu ‘alaihi was salam bersabda, “Bagaimana menurut kalian jika ia melampiaskannya pada yang haram, apakah ia akan berdosa? Demikian pula jika ia melampiaskannya pada yang halal, ia pun mendapat pahala.” (HR. Muslim: 2376)
Bersekutu dalam pahala sebagian harta karena sedekah
Yaitu sedekah istri dari harta suami berupa makanan dan semisalnya yang ia lakukan tanpa ada maksud merusak atau menganiaya maka suami istri bersekutu dalam pahala hartanya; istri mendapat pahala sedekah sedangkan suami mendapat pahala dari upaya ia mencari harta tersebut. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi was salam bersabda,
إِذَا تَصَدَّقَتِ الْمَرْأَةُ مِنْ طَعَامِ زَوْجِهَا غَيْرَ مُفْسِدَةٍ كَانَ لَهَا أَجْرُهَا وَلِزَوْجِهَا بِمَا كَسَبَ وَلِلْخَازِنِ مِثْلُ ذَلِكَ
“Jika seorang istri bersedekah berupa makanan (dari rumah) suaminya tanpa maksud merusaknya maka ia berhak atas pahalanya sedangkan suaminya berhak atas pahala upayanya dan bagi yang menyimpannya pun ada pahalanya juga seperti itu.” (HR. al-Bukhari: 1437)
Istri berinfak suami mendapat bagian pahalanya
Jika istri berinfak dari harta pemberian suaminya yang suami tidak perintahkan untuk ia berinfak maka ia mendapat pahalanya dan suaminya mendapatkan setengah dari pahala infaknya. Nabi Shallallahu ‘alaihi was salam bersabda,
إِذَا أَنْفَقَتِ الْمَرْأَةُ مِنْ كَسْبِ زَوْجِهَا عَنْ غَيْرِ أَمْرِهِ فَلَهُ نِصْفُ أَجْرِهِ.
“Jika seorang istri berinfak dari harta pemberian suaminya tanpa perintahnya (suami) maka(istri mendapat pahalanya dan) suami mendapat setengah dari pahala infaknya.” (HR. al-Bukhari: 2066)
Menjadi sebaik-baik istri dan sebaik-baik ibu
Seorang wanita yang penyayang kepada anak kecilnya ialah ibu yang paling baik. Sedangkan seorang wanita yang paling perhatian terhadap suami saat ia ada di sisinya dan terhadap hartanya saat ia tiada di sisinya ialah sebaik-baik istri. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi was salam bersabda,
خَيْرُ نِسَاءٍ رَكِبْنَ الإِبِلَ نِسَاءُ قُرَيْشٍ – وَقَالَ الآخَرُ صَالِحُ نِسَاءِ قُرَيْشٍ – أَحْنَاهُ عَلَى وَلَدٍ فِي صِغَرِهِ وَأَرْعَاهُ عَلَى زَوْجٍ فِي ذَاتِ يَدِهِ.
“Sebaik-baik wanita penunggang unta ialah wanita Quraisy –perawi lainnya berkata: “Yang paling shalihah dari kaum wanita Quraisy ialah…” -yang paling penyayang terhadap anak kecilnya dan yang paling perhatian terhadap suami saat ia di sisinya.” (HR. al-Bukhari: 5365)
Istri berbuat baik dan meraup barakah
Yaitu seorang istri yang membantu suami untuk berbuat baik kepada anak-anak suaminya atau kepada saudari-saudari perempuannya yang masih anak-anak.
Imam al-Bukhari membuat bab di dalam kitab Shahihnya, “Bab Bantuan Istri Buat Suaminya Dalam (Berbuat Baik) Kepada Anak-anaknya.” Lalu beliau menyebutkan riwayat:
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ ، رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا ، قَالَ : هَلَكَ أَبِي وَتَرَكَ سَبْعَ بَنَاتٍ ، أَوْ تِسْعَ بَنَاتٍ فَتَزَوَّجْتُ امْرَأَةً ثَيِّبًا فَقَالَ لِي رَسُولُ اللهِ صلى اللهُ عليه وسلم تَزَوَّجْتَ يَا جَابِرُ فَقُلْتُ نَعَمْ فَقَالَ بِكْرًا أَمْ ثَيِّبًا قُلْتُ بَلْ ثَيِّبًا قَالَ فَهَلاَّ جَارِيَةً تُلاَعِبُهَا وَتُلاَعِبُكَ وَتُضَاحِكُهَا وَتُضَاحِكُكَ قَالَ فَقُلْتُ لَهُ إِنَّ عَبْدَ اللهِ هَلَكَ وَتَرَكَ بَنَاتٍ وَإِنِّي كَرِهْتُ أَنْ أَجِيئَهُنَّ بِمِثْلِهِنَّ فَتَزَوَّجْتُ امْرَأَةً تَقُومُ عَلَيْهِنَّ وَتُصْلِحُهُنَّ فَقَالَ بَارَكَ اللَّهُ لَكَ ، أَوْ قَالَ خَيْرًا
Dari Jabir bin Abdullah Radhiallahu ‘anhuma berkata, “Ayahku wafat dan meninggalkan tujuh atau sembilan anak-anak perempuan sehingga aku menikahi seorang wanita janda. Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi was salam bertanya, ‘Kamu sudah menikah, wahai Jabir?’ Aku menjawab, ‘Ya.’ Beliau bertanya, ‘Dengan gadis atau janda?’ Aku jawab, ‘Bukan gadis, namun janda.’ Beliau bersabda, ‘Mengapalah tidak dengan gadis sehingga kamu bisa mencandainya dan ia bisa mencandaimu, kamu bisa membuatnya tertawa dan ia bisa membuatmu tertawa?’ Aku menjelaskan, ‘Sesungguhnya Abdullah (ayahku) wafat dan meninggalkan beberapa anak perempuan, sedangkan aku tidak ingin mendatangkan buat mereka yang semisal mereka hingga aku menikahi wanita yang mampu memperhatikan urusan mereka dan memperbaiki keadaan mereka.’ Beliau bersabda, ‘Semoga Allah memberkahimu –atau beliau bersabda, ‘Baik.’” (HR. al-Bukhari: 5367)
Suami seperti Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi was salam
Yaitu suami yang jika di rumah dan usai dari kesibukannya ia turut mengerjakan pekerjaan rumah tangga dan meringankan pekerjaan istrinya. Dari Aswad bin Yazid berkata,
سَأَلْتُ عَائِشَةَ ، رَضِيَ اللهُ عَنْهَا ، مَا كَانَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم يَصْنَعُ فِي الْبَيْتِ قَالَتْ كَانَ فِي مِهْنَةِ أَهْلِهِ فَإِذَا سَمِعَ الأَذَانَ خَرَجَ.
“Aku bertanya kepada Aisyah Radhiallahu ‘anha tentang apa yang dilakukan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi was salam di rumah, maka ia menjawab, ‘Beliau biasa melayani istri (dalam pekerjaan rumah tangga), dan jika mendengar adzan maka beliau keluar (menuju shalat).’” (HR. al-Bukhari: 5363)
Demikian sebagian dari muamalah antara suami istri yang berpahala lagi mulia, karena keterbatasan halaman. Insya Allah sebagian yang lainnya akan disampaikan di edisi berikutnya. Wabillahi ttaufiq.