Selektif Memilih Sahabat Karib

Oleh: T. Ahmad Pemalang

 

Kehidupan manusia tidak lepas dari kehadiran seorang teman. Keberadaannya dapat mewarnai corak dan pola hidup serta kepribadian seseorang. Bahkan, Rasulullah menjadikan teman sebagai tolak ukur akan kredibilitas dan jati diri pribadi seorang insan. Beliau bersabda;

اَلْمَرْءُ عَلَى دِيْنِ خَلِيْلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلْ

Seseorang itu berada di atas agama sahabat karibnya, maka perhatikanlah salah seorang di antara kalian dengan siapakah dia berteman dekat?” (Al-Hakim;4/171 no: 7320)

Bertolak dari sinilah, hendaknya bagi orang yang mendambakan kesuksesan, untuk selektif dalam memilih figur yang hendak ia jadikan sebagai partner dalam mengarungi samudra kehidupan yang penuh dengan batu terjal, jurang yang curam, cobaan dan tantangan ini. Apakah partner tersebut sebagai sahabat karib maupun pendamping hidup. Pasanglah filter yang ketat. Waspadai sosok sahabat yang dapat menjerumuskan kita ke dalam kubangan kehinaan, meskipun secara kasat mata dia adalah sahabat nomor satu yang tiada tanding dan banding.

Kawan yang baik bukanlah orang yang selalu membenarkan ucapan kita, mendukung segala rencana yang kita rancang, dan membantu setiap saat jika kita memerlukan pertolongan. Akan tetapi, sahabat yang baik adalah sahabat yang dapat menuntun dan mengarahkan kita menuju gerbang kesuksesan di dunia maupun akhirat. Dia akan menegur kita tatkala kita tersalah, mengingatkan tatkala lalai, mencegah tatkala akan menerobos batasan syariat dan mensupport tatkala perasaan pesimis untuk menuju hal yang positif mendominasi. Dirinya tidak akan rela jika sahabatnya terjerembab dalam jerat kehinaan dan kemaksiatan. Itulah sahabat sejati, yang persahabatannya tiada terputus dengan hancurnya langit dan bumi.

Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang bertakwa. “Hai hamba-hamba-Ku, tiada kekhawatiran terhadapmu pada hari ini dan tidak pula kamu bersedih hati.” (QS. az-Zukhruf: 67-68)

Imam ath-Thabari menerangkan maksud ayat di atas: “Orang-orang yang merajut kasih di atas kedurhakaan kepada Allah semasa di dunianya, pada Hari Kiamat mereka semua adalah musuh, saling berlepas diri, kecuali orang-orang yang merajut cinta kasih di atas fondasi ketakwaan kepada Allah semasa di dunia.”[1]

Saudaraku, lihatlah bagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menceritakan penyesalan orang-orang yang tidak pandai memilih teman sehingga menjerumuskannya ke dalam kehinaan. Namun, bagaimana ia akan bisa memperbaiki?! Padahal ketika itu tidak akan ada waktu pengembalian ataupun koreksi.

Dan (ingatlah) hari (ketika itu) orang yang zalim menggigit dua tangan seraya berkata: “Aduhai kiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama-sama Rasul! Kecelakaan besarlah bagiku! Kiranya aku (dulu) tidak menjadikan si Fulan itu teman akrab(ku). Sesungguhnya dia telah menyesatkanku dari al-Qur’an itu setelah datang kepadaku. Dan adalah setan itu tidak mau menolong manusia.” (QS. al-Furqān: 27-29)

Saudaraku, hidup di dunia hanyalah sekali. Isi hidup ini dengan hal-hal yang terbaik dan terpuji sehingga tiada celah untuk menyesali diri. Waspadalah terhadap kesalahan dan keteledoran. Seperti kurang selektif dalam mencari sahabat sejati. Kesampingkan hawa nafsu dan perasaan. Demi keselamatan dan kebahagiaan.

Saudaraku, coba kita simak perbincangan penduduk surga yang telah diselamatkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala mengenai nasib orang-orang yang kurang beruntung di bawah ini:

Seorang ahli surga berbincang-bincang dengan teman-temannya di surga: “Sesungguhnya Aku dahulu (di dunia) mempunyai seorang teman yang berkata: ‘Apakah kamu sungguh-sungguh termasuk orang-orang yang membenarkan (hari berbangkit)?! Apakah bila kita telah mati dan kita telah menjadi tanah dan tulang belulang, kita benar-benar (akan dibangkitkan) untuk diberi pembalasan?’ Maukah kamu meninjau (temanku itu)?”

Ia pun meninjau keadaan temannya, lalu dia melihat temannya itu di tengah-tengah neraka menyala-nyala. Ahli surga itu berkata: “Demi Allah, sesungguhnya kamu benar-benar hampir mencelakakanku! Jikalau tidaklah karena nikmat Rabbku Pastilah Aku termasuk orang-orang yang diseret (ke neraka).”[2]

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi was salam sang pendidik yang sangat sayang kepada umatnya pun jauh-jauh hari telah memberi rambu-rambu mengenai hal yang berkaitan dengan etika dalam persahabatan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi was salam memberikan permisalan:

مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالسَّوْءِ كَحَامِلِ الْمِسْكِ وَنَافِخِ الْكِيرِ فَحَامِلُ الْمِسْكِ إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً وَنَافِخُ الْكِيرِ إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَةً

“Perumpamaan teman yang shalih dengan teman yang buruk bagaikan penjual minyak wangi dengan pandai besi. Bisa jadi penjual minyak wangi itu akan menghadiahkan kepadamu atau kamu membeli darinya atau kamu akan mendapatkan bau wanginya. Sedangkan pandai besi hanya akan membakar bajumu atau kamu akan mendapatkan bau tidak sedapnya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

               Dalam hadits tersebut beliau Shallallahu ‘alaihi was salam menganjurkan kita sebagai umatnya untuk selalu menimbang-nimbang saat memilih teman. Hal itu lantara Rasulullah tidak mau melihat umat yang disayanginya menyesal saat salah memilih teman.

Dan akhirnya, marilah kita berlaku selektif dalam memilih sahabat karib, baik tatkala kita memilih untuk diri kita pribadi maupun ketika memilihkan teman akrab untuk buah hati kita. Mengingat peringatan-peringatan syariat yang ada dan menimbang betapa besarnya pengaruh yang ditimbulkan serta demi kebahagiaan kita di dunia dan di akhirat kelak. Wallahu a’lam.

[1] Jami’ul Bayan 13/94, Darul Fikr.

[2] QS. ash-Shaffat ayat 50-57.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.