Tafsir Surat Al-Insaan

Tafsir Surat Al-Insaan 

Oleh: Ust. Muhammad Aunus Shafy

Surat yang mulia ini menurut mayoritas ahli tafsir tergolong surat Madaniyyah, yaitu yang turun setelah Nabi ﷺ hijrah ke kota Madinah. Ada juga yang menggolongkannya sebagai surat Makkiyah, yaitu yang turun sebelum Nabi hijrah ke Madinah, sebagaimana pendapat Muqatil, al-Kalbi dan Ibnu Katsir. Ada juga yang mengatakan, mulai ayat ke-23 sampai akhir tergolong Makkiyyah, adapun sebelumnya, tergolong Madaniyyah.[1]

NAMA-NAMA SURAT[2]

Ada beberapa nama yang disebutkan para ahli tafsir untuk surat ini. Sebagian bersumber langsung dari Nabi ﷺ dan sahabat, dan ada pula yang merupakan ijtihad dari para ulama, di antaranya:

Pertama: ( سُوْرَةُ الْإِنْسَانِ )  Surat al-Insan.

Mempunyai arti: Manusia. Nama ini banyak tertulis dalam mushaf-mushaf al-Qur’an, kitab-kitab tafsir dan terdapat pada ucapan Ibnu Abbas d\ yang dikeluarkan oleh al-Baihaqi. Ibnu Abbas mengatakan, “Surat al-Insan turun di Madinah.”[3]

Dinamakan dengan surat al-Insan, karena surat ini di bagian awal menyebutkan manusia dan awal penciptaannya dari tidak ada, kemudian diciptakan untuknya semua yang ada di bumi berupa banyak kebaikan.

Kedua: ( سُوْرَةُ هَلْ أَتَى عَلَى الْإِنْسَانِ ) .

Penamaan ini bersumber dari para sahabat, di antaranya dalam riwayat al-Bukhari, bahwa Abu Hurairah a\ mengatakan:

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْرَأُ فِي الجُمُعَةِ فِي صَلاَةِ الفَجْرِ الم تَنْزِيلُ السَّجْدَةُ وَهَلْ أَتَى عَلَى الإِنْسَانِ

“Dahulu Nabi ﷺ membaca pada hari Jumat, saat shalat Shubuh ( الم تَنْزِيْلٌ السَّجَدَة ) dan (هَلْ أَتَى عَلَى الْإِنْسَانِ).” (HR. al-Bukhari: 1067)

Juga dikeluarkan oleh Ibnu Mardawaih dari Ibnu Zubair a\, mengatakan, “Diturunkan di Makkah surat (هَلْ أَتَى عَلَى الْإِنْسَانِ).[4]

Para ulama tafsir seperti ath-Thabari juga menamakannya dengan nama tersebut. Dan ini termasuk penamaan surat dengan penggalan ayat pertama di dalam surat.

Ketiga: (سُوْرَةُ هَلْ أَتَى) .

Dinamakan dengan surat (هَلْ أَتَى) secara singkat diambil langsung dari kalimat pembuka dalam surat ini. Namun nama ini tidak datang dari Nabi dan para sahabat, akan tetapi ijtihad dari para ulama tafsir, seperti; Ibnul Jauzi, al-Alusi dan al-Qasimi[5] dalam kitab tafsir mereka.

 Keempat: (سُوْرَةُ الدَّهْرِ ) Surat ad-Dahr (masa/waktu).

Nama ini terdapat dalam dua mushaf; pertama mushaf naskah tahun 950 H, dan kedua, mushaf naskah abad ke-13 Hijriah.[6] Dan ulama tafsir yang lain juga menamakannya dengan nama ini seperti al-Qasimi[7] dalam kitab tafsirnya. Dinamakan dengan ad-Dahru karena pada ayat pertama terdapat kata tersebut.

Kelima: (سُوْرَةُ الأَبْرَارِ) Surat al-Abrar (orang-orang yang berbuat kebaikan).

Sebagaimana al-Qasimi[8] dan al-Alusi[9] menyebutkannya dalam kitab tafsir keduanya. Dan dinamakan dengan surat al-Abrar karena di dalam surat ini menyebutkan tentang nikmat-nikmat yang didapatkan oleh orang-orang yang berbuat kebaikan pada ayat yang kelima.

اِنَّ الۡاَبۡرَارَ یَشۡرَبُوۡنَ مِنۡ کَاۡسٍ کَانَ مِزَاجُہَا کَافُوۡرًا ۚ

Sesungguhnya orang-orang yang berbuat kebajikan minum dari gelas (berisi minuman) yang campurannya adalah air kafur. (QS. al-Insan: 5)

Keenam: ( سورة الْأَمْشَاجِ ) Surat al-Amsyaj.

Al-Fara’ mengatakan dalam Ma’ani al-Qur’an, “Al-Amsyaj adalah campuran-campuran, antara air mani laki-laki dan air mani wanita.”[10] Dan nama ini juga disebutkan oleh al-Alusi dan al-Qasimi dalam kitab tafsir keduanya. Dinamakan dengan surat al-Amsyaj karena terdapat kata tersebut dalam ayat yang kedua, dan  kata al-Amsyaj tidak dijumpai dalam surat-surat yang lain, kecuali dalam surat ini.

اِنَّا خَلَقۡنَا الۡاِنۡسَانَ مِنۡ نُّطۡفَۃٍ اَمۡشَاجٍ ٭ۖ نَّبۡتَلِیۡہِ فَجَعَلۡنٰہُ سَمِیۡعًۢا بَصِیۡرًا

Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat. (QS. al-Insan: 2)

KEISTIMEWAAN SURAT AL-INSAN

Di antara keistimewaan surat al-Insan, bahwa ia termasuk bacaan yang dibaca Nabi ﷺ pada shalat Shubuh di hari Jumat, sebagaimana bersumber dalam ash-Shahihain, bahwa Nabi pada shalat Shubuh di hari Jumat membaca pada rakaat yang pertama surat as-Sajdah dan rakaat yang kedua membaca surat al-Insan.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، ” أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقْرَأُ فِي الصُّبْحِ، يَوْمَ الْجُمُعَةِ: بِالم تَنْزِيلُ فِي الرَّكْعَةِ الْأُولَى، وَفِي الثَّانِيَةِ هَلْ أَتَى عَلَى الْإِنْسَانِ حِينٌ مِنَ الدَّهْرِ لَمْ يَكُنْ شَيْئًا مَذْكُورًا

Dari Abu Hurairah a\, “Bahwa Nabi ﷺ membaca pada shalat Shubuh di hari Jumat dengan ‘Alif laam miim tanziil,’ pada rakaat yang pertama, dan pada rakaat yang kedua dengan, ‘Hal ataa ‘alal insaani hiinum minadahri.’” (HR. Muslim: 880)

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، ” أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقْرَأُ فِي صَلَاةِ الْفَجْرِ، يَوْمَ الْجُمُعَةِ: الم تَنْزِيلُ السَّجْدَةِ، وَهَلْ أَتَى عَلَى الْإِنْسَانِ حِينٌ مِنَ الدَّهْرِ، وَأَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقْرَأُ فِي صَلَاةِ الْجُمُعَةِ سُورَةَ الْجُمُعَةِ، وَالْمُنَافِقِينَ “.

Dari Ibnu Abbas a\, “Bahwa Nabi ﷺ pada shalat Shubuh di hari Jumat pernah membaca, ‘Alif laam miim, tanziil,’ (yaitu surah as-Sajdah) dan ‘Hal ataa ‘alal insaani hiinum minadahri.’ Bahwa Nabi juga pernah membaca surah al-Jumu’ah dan surah al-Munafiqun pada shalat Jumat.” (HR. Muslim: 879)

Ibnul Qayyim mengatakan, “Oleh karena itu, Nabi ﷺ membaca pada shalat Shubuh di hari Jumat dengan surat as-Sajdah dan surat al-Insan, karena kedua surat ini mengandung kejadian-kejadian dahulu dan yang sekarang pada hari ini dari penciptaan Adam, tempat permulaan manusia dan tempat kembalinya, serta masuknya manusia ke surga maupun neraka. Sehingga Nabi mengingatkan umat-umatnya pada hari ini (hari Jumat) tentang sebelum diciptakannya manusia dan setelahnya.”[11]

Ibnul Qayyim mengatakan, “Saya pernah mendengar Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan, bahwa hanya saja Nabi ﷺ membaca dua surat ini pada Shubuh hari Jumat, karena kedua surat ini meliputi kejadian dahulu dan sekarang pada hari Jumat. Keduanya pun mengandung penerangan tentang penciptaan Adam, tempat kembalinya manusia dan tempat berkumpulnya mereka pada hari kiamat, yang demikian itu akan terjadi pada hari Jumat. Dan Nabi membaca kedua surat ini pada hari Jumat, sebagai pengingat untuk umatnya sebelum dilahirkan dan sesudahnya. Adapun sujud tilawah, (maka itu hanya) sebagai pengikut, bukan tujuan (utama), sehingga orang yang shalat bermaksud membaca surat yang di dalamnya ada sujud tilawah (tidak diperintahkan-edt). Maka inilah salah satu dari kekhususan hari Jumat.”[12]

POKOK-POKOK KANDUNGAN SURAT AL-INSAN

Pertama kali dalam surat yang mulia ini menjelaskan tentang permulaan penciptaan manusia dan dibekali beberapa nikmat dari bisa melihat, mendengar dan diberinya jalan yang lurus, namun di antara manusia ada yang bersyukur dan ada yang kufur.

Ada pula kabar tentang balasan neraka bagi orang-orang yang kafir dan ganjaran surga bagi orang-orang yang berbuat baik serta tingkat-tingkat ganjarannya. Kemudian surat ini menyebutkan tentang sifat-sifat orang-orang yang berbuat baik, di antaranya; memenuhi nadzar, takut adzab Allah, memberi makan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan hanya mengharapkan keridhaan dari Allah. Juga ada janji dari Allah, bahwa mereka mendapatkan perlindungan dari Allah ﷻ dari kesusahan hari kiamat dan memberikan keceriaan, kegembiraan serta berbagai nikmat di surga sebagai balasan usaha yang diterima oleh Allah ﷻ.

Pada penutup surat ini, ada arahan sekaligus sebagai pengokoh hati Nabi ﷺ dari Allah ﷻ, supaya menegakkan tanggung jawab risalah, bersabar atas gangguan dalam dakwah dan jangan sampai mengikuti rayuan-rayuan orang kafir. Ada pula sebuah isyarat agar bersyukur kepada Allah atas nikmat-nikmat dengan memperbanyak berdzikir kepada Allah siang dan malam hari, memperbanyak shalat, sujud dan bertasbih di malam hari, karena orang kafir lebih mencintai dunia daripada akhirat. Terakhir, jalan hidayah hanya milik Allah ﷻ semata. Dia akan memberikannya kepada siapa yang dikehendaki-Nya.[13]

Wallahu a’lam.


[1] Tafsir Ibnu Katsir 8/285, Fathul Qadir 5/414.

[2] Asma’ Suwaril Qur’an 497-502.

[3] Ad-Durrul Mantsur 8/365.

[4] Idem.

[5] Mahsinu at-Ta’wil 9/373.

[6] Naskah asli di Universitas Ummul Qura no. 3328, dan di Universitas King Sa’ud no. 382.

[7] Mahsin at-Ta’wil 9/373.

[8] Idem.

[9] Ruh al-Ma’ani 15/166.

[10] Ma’ani al-Qur’an 3/214.

[11] Zad al-Ma’ad 1/63.

[12] Zad al-Ma’ad 1/363.

[13] At-Tahrir wa at-Tanwir 30/371, Asma’ Suwar al-Qur’an, hal. 497.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.