Tafsir Surat Al-Mursalat [77]: (46-50) Awas,Istidraj (Jebakan) 

Tafsir Surat Al-Mursalat [77]: (46-50) Awas,Istidraj (Jebakan) 

Oleh: Ust. Muhammad Aunus Shafy

كُلُوْا وَتَمَتَّعُوْا قَلِيْلًا اِنَّكُمْ مُّجْرِمُوْنَ, وَيْلٌ يَّوْمَىِٕذٍ لِّلْمُكَذِّبِيْنَ, وَاِذَا قِيْلَ لَهُمُ ارْكَعُوْا لَا يَرْكَعُوْنَ, وَيْلٌ يَّوْمَىِٕذٍ لِّلْمُكَذِّبِيْنَ, فَبِاَيِّ حَدِيْثٍۢ بَعْدَهٗ يُؤْمِنُوْنَ ۔

(Dikatakan kepada orang-orang kafir): “Makanlah dan bersenang-senanglah kamu (di dunia dalam waktu) yang pendek; sesungguhnya kamu adalah orang-orang yang berdosa.” Kecelakaan yang besarlah pada hari itu bagi orang-orang yang mendustakan. Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Rukuklah,” niscaya mereka tidak mau rukuk. Kecelakaan yang besarlah pada hari itu bagi orang-orang yang mendustakan. Maka kepada perkataan apakah selain al-Qur’an ini mereka akan beriman?

Kebanyakan manusia beranggapan bahwa kelapangan rezeki adalah sebuah tanda kemuliaan, karamah, cinta maupun kebaikan baginya. Sehingga memandang kemiskinan, kesusahan dan kurangnya nikmat dunia sebagai kehinaan dan malapetaka. Sungguh pemikiran yang sangat salah, membuat seseorang sombong di muka bumi dengan apa yang dimilikinya, padahal itu semata pemberian dari Allah ﷻ, juga menjadikan berburuk sangka kepada Allah disebabkan kekurangannya. Rezeki merupakan hak kuasa Allah Yang Mahaadil lagi bijaksana. Allah ﷻ tidak pernah menutup rezeki kepada siapa pun. Walaupun kafir atau ahli maksiat, Allah tetap memberi rezeki. Disebutkan dalam Shahih Muslim, dari Abdullah bin Qais a\, bahwa Rasulullah ﷻ bersabda:

مَا أَحَدٌ أَصْبَرَ عَلَى أَذًى يَسْمَعُهُ مِنَ اللهِ تَعَالَى، إِنَّهُمْ يَجْعَلُونَ لَهُ نِدًّا وَيَجْعَلُونَ لَهُ وَلَدًا وَهُوَ مَعَ ذَلِكَ يَرْزُقُهُمْ وَيُعَافِيهِمْ وَيُعْطِيهِمْ

“Tidak ada seorang pun yang lebih bersabar atas gangguan yang didengarnya daripada Allah. Manusia menjadikan untuk Allah tandingan, menjadikan bagi Allah anak, namun Allah masih juga memberi mereka rezeki, kesehatan dan pemberian yang lain.” (HR. Muslim: 2804)

 Ibnu Mas’ud a\ mengatakan, “Sesungguhnya Allah ﷻ membagi akhlak di antara kalian sebagaimana Allah membagi rezeki kalian, dan sesungguhnya Allah ﷻ memberi rezeki kepada orang yang dicintai dan orang yang tidak dicintai. (Namun) Allah tidak memberikan iman kecuali kepada orang yang dicintai.” (Al-Adab al-Mufrad: 275)

Namun, waspadailah jika Allah ﷻ membuka kelapangan dunia untuk hamba-Nya dari harta yang melimpah, anak yang banyak, kesehatan dan kemudahan, akan tetapi tetap saja hamba tersebut selalu bermaksiat, malas beribadah, senang berbuat syirik, memakan hasil riba, mendustakan agama, menzalimi yang lain dengan lisan maupun perbuatan, maka ketahuilah bahwa itulah istidraj dari Allah agar dia terus bergelimang dalam maksiat, supaya dosa dan siksaannya bertambah banyak. Sehingga bila ia semakin lupa kepada Allah ﷻ, adzab pun akan selalu mengintai mereka.

Tafsir ayat:

Syaikh Abdurrahman as-Sa’di menafsirkan:

كُلُوْا وَتَمَتَّعُوْا قَلِيْلًا اِنَّكُمْ مُّجْرِمُوْنَ, وَيْلٌ يَّوْمَىِٕذٍ لِّلْمُكَذِّبِيْنَ, وَاِذَا قِيْلَ لَهُمُ ارْكَعُوْا لَا يَرْكَعُوْنَ

(Dikatakan kepada orang-orang kafir): “Makanlah dan bersenang-senanglah kamu (di dunia dalam waktu) yang pendek; sesungguhnya kamu adalah orang-orang yang berdosa.” Kecelakaan yang besarlah pada hari itu bagi orang-orang yang mendustakan. Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Rukuklah,” niscaya mereka tidak mau rukuk.

“Ini merupakan ancaman untuk para pendusta (agama), bahwa sekalipun mereka makan dan minum di dunia, bersenang-senang dan lalai dari ibadah maka merekalah orang-orang yang berdosa. Mereka akan mendapatkan balasan sebagaimana para pendosa mendapatkannya. Kelezatan akan berakhir dan tersisa akibat buruk yang akan melanda mereka. Di antara perbuatan dosa mereka, apabila diperintahkan untuk shalat, yang mana ia termasuk ibadah yang paling mulia, dikatakan kepada mereka, ‘Rukuklah,’ mereka enggan untuk melakukan amalan tersebut. Adakah dosa yang lebih besar dari pada dosa ini?! Kedustaan mana yang lebih dusta dari kedustaan ini?!

وَيْلٌ يَّوْمَىِٕذٍ لِّلْمُكَذِّبِيْنَ

Kecelakaan yang besarlah pada hari itu bagi orang-orang yang mendustakan.

Di antara kecelakaan mereka, pintu-pintu hidayah sudah tertutup dan diharamkan segala kebaikan untuk mereka, sebab mereka telah mendustakan al-Qur’anul Karim, yang mana ia memiliki kedudukan kebenaran dan keyakinan yang paling tinggi secara mutlak.

فَبِاَيِّ حَدِيْثٍۢ بَعْدَهٗ يُؤْمِنُوْنَ ۔

Maka kepada perkataan apakah selain al-Qur’an ini mereka akan beriman?

Apakah dengan kebatilan (mereka akan beriman)? Yang seperti namanya kebatilan tidak mampu mengangkat syubhat, lebih-lebih mengangkat dalil. Ataukah dengan ucapan-ucapan setiap musyrik pembohong dan pembawa kabar dusta yang nyata? Maka tidak ada setelah datangnya cahaya yang terang kecuali kegelapan yang pekat, dan tidak ada setelah kebenaran yang dijelaskan oleh dalil-dalil dan bukti-bukti atas kebenarannya, kecuali jelas-jelas kebohongan dan kedustaannya, yang sangat tidak pantas kecuali dengan siapa yang sama sepertinya. Maka alangkah celakanya kebodohan mereka! Alangkah rugi dan sengsara mereka!”[1] 

Faedah ayat:

  • Mendapatkan keluasan rezeki bukan semata tanda kebaikan seseorang.

Melimpahnya harta dan anak-anak pada seseorang bukan sebagai tanda bahwa ia dicintai dan mulia di sisi Allah ﷻ. Itu semua hanyalah ujian dari Allah bagi sebagian hamba. Jika mereka mampu menggunakannya dalam ketaatan maka itulah kebaikan yang akan mengantarkan ke surga. Akan tetapi jika nikmat tersebut membuatnya lupa kepada Allah dengan meninggalkan kewajiban, melanggar keharaman dan membuatnya sombong di muka bumi, seakan itu hasil keringat sendiri, bukan Allah ﷻ yang memberinya, sebagaimana ucapan orang kafir dalam al-Qur’an:

وَقَالُوْا نَحْنُ اَكْثَرُ اَمْوَالًا وَّاَوْلَادًاۙ وَّمَا نَحْنُ بِمُعَذَّبِيْنَ

Dan mereka berkata: “Kami lebih banyak mempunyai harta dan anak- anak (daripada kamu) dan kami sekali-kali tidak akan diadzab.” (QS. Saba’: 35)

Maka berhati-hatilah, nikmat itu yang akan menambah dosa dan siksaan! Sebagaimana Allah ﷻ berfirman kepada Rasul-Nya agar tidak heran dan tertarik dengan kekayaan orang munafik:

فَلَا تُعْجِبْكَ اَمْوَالُهُمْ وَلَآ اَوْلَادُهُمْ ۗاِنَّمَا يُرِيْدُ اللّٰهُ لِيُعَذِّبَهُمْ بِهَا فِى الْحَيٰوةِ الدُّنْيَا وَتَزْهَقَ اَنْفُسُهُمْ وَهُمْ كٰفِرُوْنَ

Maka janganlah harta benda dan anak-anak mereka menarik hatimu. Sesungguhnya Allah menghendaki dengan (memberi) harta benda dan anak-anak itu untuk menyiksa mereka dalam kehidupan di dunia dan kelak akan melayang nyawa mereka, sedang mereka dalam keadaan kafir. (QS. at-Taubah: 55)

Dan ingatlah, bahwa di antara ujian yang paling ditakuti oleh Nabi ﷻ pada umatnya bukan kemiskinan, akan tetapi kekayaan yang akan melalaikan dari akhirat dan membinasakan umat. (HR. al-Bukhari: 3158) 

  • Dunia kesenangan bagi orang kafir.

Dalam Shahih Muslim,[2] Nabi ﷻ mengibaratkan dunia bagi orang mukmin bagaikan penjara yang membendungnya dari syahwat-syahwat haram dunia dan memaksanya untuk menjalankan ketaatan. Berbeda dengan orang kafir, dunia bagi mereka bak surga yang penuh kebebasan dan kesenangan, atau seperti hewan yang hidup hanya untuk makan dan minum tanpa aturan, dan berharap selalu hidup di dunia untuk sekadar bermain-main. (QS. al-Hijr: 3)

  • Kehidupan dunia sangat pendek dan sedikit.

Dunia tak ada apa-apanya dibanding dengan akhirat. Hidup di akhirat sangat panjang dan abadi, tidak ada kematian. Bandingkan dengan umur manusia hidup di dunia yang hanya sekitar enam puluh tahun kemudian meninggal dunia, belum lagi satu hari di akhirat sama dengan lima puluh ribu tahun hidup di dunia! Juga kenikmatan akhirat, jauh melampaui kenikmatan yang ada di dunia. Nikmat dunia hanya sementara dan sedikit, sedang nikmat surga tak pernah dilihat oleh mata, belum pernah terdengar oleh telinga dan tak bisa terbayang di benak manusia. Maka janganlah terpesona dengan surga dunia orang kafir, karena ia sangat pendek, tetapi dapat menjerumuskan ke dalam lubang neraka. (QS. Luqman: 24)

  • Pentingnya shalat dan dihukumi kufur bagi yang meninggalkannya.

Sudah menjadi kesepakatan kaum muslimin yang pasti, bahwa shalat hukumnya wajib. Barangsiapa yang meninggalkannya maka ia kufur, keluar dari Islam. Karena urusan shalat sangat penting, sampai-sampai Allah ﷻ mengkhususkan orang yang tak mau rukuk, yaitu shalat termasuk ciri-ciri para pendusta yang berbuat dosa. Sebaliknya, Allah mengkhususkan orang yang mengerjakan shalat serta menjaganya, termasuk ciri-ciri orang mukmin dan saudara seagama Islam. (QS. at-Taubah: 11)

  • Orang kafir akan dihisab mengenai cabang-cabang syariat.

Mereka orang-orang kafir diajak untuk mengerjakan cabang-cabang syariat seperti shalat, zakat, puasa dan hak-hak yang lain. Apabila mereka tidak mengerjakannya maka akan mendapatkan siksaan dari Allah, padahal mereka itu tidak beriman kepada Allah ﷻ. (QS. al-Muddatstsir: 42-46)

Walaupun demikian, seandainya mereka mengerjakannya, tidak akan diterima amalnya sampai mereka beriman kepada Allah ﷻ, karena kekufuran termasuk penghalang diterimanya amal kebaikan seseorang. (QS. at-Taubah: 54)

  • Tidak ada petunjuk kecuali petunjuk al-Qur’an.

Al-Qur’an merupakan bukti yang paling kuat, semulia-mulia pelajaran bagi siapa yang menadaburinya dan sebaik-baik pembicaraan yang menjelaskan tentang segala sesuatu dari kandungan dan hikmahnya. Maka barangsiapa yang tidak mengambil petunjuk dari al-Qur’an maka tidak akan dapat memberi manfaat baginya sedikit pun. Dan barangsiapa yang tidak beriman kepada al-Qur’an maka tidak akan ada jalan lain menuju keimanan.

Berkata al-Qasimi,[3] “Di dalamnya ada peringatan, bahwa tidak ada yang sama atau mendekati kemuliaan al-Qur’an, lebih-lebih mengunggulinya, maka tidak ada kalam yang lebih berhak untuk diimani dari pada al-Qur’an.”

Wallahu A’lam. 


[1] Tafsir as-Sa’di: 905-906.

[2] HR. Muslim: 2905.

[3] . Lihat: Mahasnu Ta’wil 9/387>

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.